May I Love For Twice
09.00 pagi
“Selamat pagi semua.” Sapa seorang lelaki yang berdiri dihadapan siswa-siswa World Academy sambil membawa beberapa kertas dan sebuah pulpen ditangannya.
“Pagi, Mr. Thomson.” Balas para siswa yang sudah duduk dengan rapi dimasing-masing bangku pesawat.
“Saya akan mengabsen kalian semua, tolong angkat tangan kalian saat saya menyebutkan nama kalian.” Ucap lelaki yang bernama Thomson tersebut.
Mr. Thomson mulai mengabsen satu demi satu nama-nama siswa yang ada pada kertas absen yang ia bawa.
“Alesha Sanum Malaika, dari Indonesia.”
Seorang gadis mengangkat tangannya saat namanya dipanggil oleh Mr. Thomson. Gadis dengan wajah khas melayu. Mr. Thomson melihat ke arah gadis itu lalu memberikan tanda ceklis dikertas daftar absen siswanya, kemudian ia melanjutkan untuk mengabsen kembali siswa-siswa yang lain.
“Hai, namamu Alesha bukan, perkenalkan namaku Stella dari United State.” Ucap seorang gadis yang duduk di sebelah Alesha sambil menjulurkan tangannya.
Alesha tersenyum canggung pada gadis yang bernama Stella itu. Lalu kemudian ia pun berjabat tangan dengan gadis itu.
“Kau berasal dari Indonesia, bukan? Kau sangat beruntung, setahu ku baru ada tiga orang asal Indonesia yang berhasil lolos seleksi dan mendapat sertifikat untuk masuk ke World Academy, dan kau menjadi orang keempat.” Ucap Stella. Alesha tersenyum kaku mendengar itu.
“Baik, semua sudah lengkap, kita akan berangkat setelah ini, jadi pasang sabuk pengaman kalian.” Ucap Mr. Thomson, dan setelah itu ia berlalu pergi.
“Aku sudah tidak sabar ingin segera sampai di WOSA.” Ucap Stella.
“WOSA?” Tanya Alesha.
“World School Academy, WOSA adalah singkatannya.” Jawab Stella. Alesha mengangguk paham.
“Oh, ya kau masuk ke dalam kelas apa?” Tanya Stella.
“Centaury-A.” Jawab Alesha.
“Kalau begitu kau sama denganku, aku juga Centaury-A. Kita bisa menjadi teman baik di kelas.” Ucap Stella sambil tersenyum.
Alesha balas tersenyum. Sebenarnya ia sangat canggung dengan gadis di sebelahnya itu, namun ia rasa gadis itu memiliki sifat yang asik.
Pesawat segera lepas landas menuju sebuah pulau terpencil dan terisolasi di kepulauan Pasifik.
Alesha menatap awan melalui jendela pesawat. Ia menatap awan putih yang terhampar luas. Alesha menerawang pikirannya. Ia bertanya-tanya bagaimana bisa ia lulus seleksi dan mendapatkan sertifikat Internasional yang bersifat rahasia. Ia memang baru berusia delapan belas tahun sekarang, namun ia memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ia baru saja lulus kuliah jurusan astronomi di Bandung, dan mendapatkan gelar mahasiswa termuda juga terbaik. Sebulan kemudian ia mendapatkan undangan untuk ikut seleksi rahasia dan ia terpilih untuk bisa bergabung dengan seratus remaja terbaik untuk melanjutkan sekolahnya di World School Academy. Sebelum dinyatakan lolos seleksi ada sekitar seribu remaja terbaik di dunia yang ikut serta dalam seleksi, namun mereka termasuk Alesha tidak diberitahu kalau seratus remaja terbaik yang lulus seleksi akan dibawa ke World School Academy dan melanjutkan sekolahnya di sana. Mereka hanya diberitahu kalau mereka lolos mereka akan diberi beasiswa di Universitas ternama dunia. Jadi World School Academy sangat amat dirahasiakan oleh dunia. Melalui seleksi yang sangat berat selama tiga bulan akhirnya Alesha bisa lolos. Ia dan remaja lain yang lolos tentunya sangat kaget saat mendengar kalau mereka akan dibawa ke WOSA. Awalnya, pikir Alesha dan yang lain adalah mereka telah dibohongi selama ini, namun setelah mendengar penjelasan dari Mr. Thomson selaku penanggung jawab dari seratus remaja terpilih, Alesha dan yang lain merasa sangatlah bahagia karna bisa masuk kesebuah sekolah yang bersifat sangat dirahasiakan oleh dunia. Orang-orang terbaiklah yang berhak ada di sana. Mereka bukan hanya akan belajar saja, namun melakukan penelitian mengenai hal-hal yang ada di dunia ini secara langsung yang bersifat rahasia juga pastinya. Dan selama berada di WOSA, Alesha harus terbiasa menggunakan bahasa internasional, yaitu bahasa Inggris sebab tidak mungkin juga orang akan memahaminya jika ia berbicara bahasa Indonesia.
Setelah berjam-jam lamanya mereka dalam pesawat, akhirnya mereka pesawat sampai juga di tempat tujuan. Semua turun dari dalam pesawat sesuai urutan absen. Alesha kagum dengan bangunan WOSA yang bergaya era abad pertengahan, klasik dan tampak seperti sebuah istana yang sangat luas. Dari halamannya, temboknya, dan bentuk bangunannya. Alesha merasa seperti ada di dunia fantasi namun dengan dipadukan dengan kecanggihan teknologi masa kini.
Semua berbaris di tengah lapangan setelah turun dari pesawat.
“Kalian bisa pergi menuju kamar kalian masing-masing. Letak asrama kalian berada di sebelah timur tidak jauh dari sini. Kalian berjalan lurus di lorong itu lalu belok ke kiri. Ikuti lorong itu dan kalian akan sampai di asrama kalian. Jam tujuh malam nanti kalian harus sudah berkumpul di aula WOSA, dan tidak ada yang boleh telat. Oh ya satu lagi, asrama wanita berada di gedung Venus dan asrama pria di gedung Jupiter.” Ucap Mr. Thomson.
Para siswa mengangguk lantas kemudian berjalan menuju sebuah lorong yang berjarak sekitar seratus meter dari lokasi mereka berkumpul di tengah lapangan.
Alesha kemudian berjalan sambil membawa koper dan tasnya.
“Alesha, tunggu aku!” Stella mendekati Alesha.
“Kau di kamar apa?” Tanya Stella.
“Aku dikamar E-4.” Jawab Alesha. “Kau di mana?” Tanya balik Alesha.
“Aku dikamar E-4 juga sama seperti mu.” Jawab Stella sambil tersenyum.
Para siswa sudah sampai di depan dua buah gedung yang terlihat seperti istana mini. Para lelaki menuju gedung Jupiter yang berada di sebelah kiri dan wanita menuju gedung Venus yang berada di sebelah kanan.
Alesha dan Stella mencari kamar mereka, dan setelah mereka menemukan kamar mereka, Alesha dan Stella segera masuk. Alesha sungguh kagum dengan kamar asramanya ini. Sangat luas. Ada lima lemari besar yang sudah berjejer di depan setiap kasur yang memiliki sprei berbahan sutra yang lembut dan wangi. Setiap kasur dan lemari sudah diletakkan kertas tebal yang sudah diberi nama. Kasur dan lemari Alesha berada didekat jendela.
Tidak lama setelah itu, ada tiga orang wanita masuk, sepertinya mereka juga yang akan menempati kamar E-4 bersama Alesha.
“Hei lihatlah!” Ucap Stella sambil membaca sebuah pesan di kertas yang tertempel di tembok. Alesha dan empat wanita lainnya segera membaca isi pesan dari kertas itu.
Setiap yang ada di kamar ini adalah tim, kami sudah mengelompokan kalian, jadi beradaptasilah. Semoga kalian bahagia bisa bergabung dengan kami, World School Academy.
*Tertanda
Mr. Thomson*
Alesha dan empat wanita lainnya saling bertatapan.
“Namaku Alesha Sanum Malaika dari Indonesia.” Alesha mencoba membuka percakapan.
“Aku Stephani Laurent dari USA, kalian bisa panggil aku Stella.” Lanjut Stella.
“Yuna Kyung dari Korea Selatan, kalian bisa panggil aku Nakyung.”
“Aku Maudy Andreata dari Kanada.”
“Aku Merina dari Thailand.”
Setelah memperkenalkan dirinya, Alesha segera beralih menuju lemarinya lantas membukanya.
Betapa terkejutnya Alesah saat mendapati lemarinya yang sudah terisi oleh seragam dengan masing-masing androk kotak kotak selutut berwarna hijau tua dan biru tua, dua buah seragam putih polos dengan lengan panjang, dua buah rompi sepinggang berwarna hijau tua dan biru tua dengan kerah dan garis kancing tengah berwarna merah, satu rompi berwarna hitam berkancing emas dan terdapat bros berbentuk lambang WOSA di kantung kanan atasnya, dua dasi berbentuk pita, dua pasang kaus kaki merah dan sepasang kaus kaki putih, dua pasang sepatu boots dan sepasang wedges dan heels. Tiga buku tulis yang lumayan besar yang berbentuk seperti kamus dengan cover buku yang sangat tebal serta terdapat lambang WOSA di bagian depan yang ketiga buku tersebut. Dan bukan hanya itu saja, lemari itu juga sudah berisi tujuh setel pakaian beserta make up. Itu semua membuat Alesah berfikir kalau sia-sia saja ia membawa banyak baju kalau di sini saja sudah disiapkan semua keperluannya.
Lemari itu sangat besar, ada tiga laci. Setiap laci berisi benda yang akan digunakan dalam proses belajar dan penelitian.
Sungguh beruntung bisa melanjutkan pendidikan di WOSA. Bagaimana tidak, semua keperluan sudah disediakan, fasilitas mewah dan sangat nyaman. Setiap kamar di lengkapi lima kasur dan lima lemari, sebuah televisi besar, dua buah AC, dua kamar mandi yang membuat siapapun betah untuk berlama-lama mandi, meja bulat yang besar untuk belajar, kulkas besar berisi makanan dan buah, disisi setiap kasur terdapat meja rias dan sebuah kaca.
“Oke, jadi dimana aku harus menyimpan baju dan barang yang sudah ku bawa ini?” tanya Nakyung sambil menatap ke arah lemarinya yang sudah terbuka.
“Lemari ini sudah penuh, dan aku pikir sia-sia saja kita membawa banyak baju dan barang kalau semua kebutuhan kita sudah terpenuhi di sini,” timpal Stella.
“Permisi..” ucap seorang wanita yang tiba-tiba masuk.
Alesha dan yang lain memandang bingung wanita itu.
“Apa aku mengganggu kalian?” tanya wanita itu.
Alesha dan yang lain menggelengkan kepala mereka.
Wanita itu tersenyum, “Namaku Laras, aku mencari gadis bernama Alesha Sanum Malaika dari Indonesia.”
Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina refleks menatap ke arah Alesha. Alesha mengangkat tangannya.
Laras segera menghampiri Alesha lantas tersenyum, “Selamat, kau berhasil. Aku sangat senang kau ada di sini.”
“Ah, ya kalian pasti bingung harus menaruh barang bawaan kalian. Tunggu saja, sebentar lagi akan ada orang yang akan mengirim lemari kecil untuk kalian menaruh barang kalian.” Laras memancarkan aura baik melalui cara bicaranya, “Dan kau, ayo ikut denganku ke ruanganku.” Laras menarik tangan Alesha dan membawanya ke ruangannya.
Saat di perjalanan menuju ruangan Laras, ada beberapa orang yang sepertinya siswa lama di sini yang memperhatikan Alesha saat ia berjalan beriringan dengan Laras.
Alesha berjalan di atas jembatan yang panjang yang menghubungkan area asrama dan gedung sekolah. Alesha juga melihat taman yang membentang luas di bawah jembatan itu. Ada sungai kecil, dan pepohonan rindang serta rumput hijau yang bersih terawat, juga hutan kecil diujung taman.
Sungguh indah. Ini sangat sempurna.
“Ini adalah taman WOSA. Kau boleh ke sini jika kau mau,” ucap Laras
Alesha hanya terdiam mendengar ucapan Laras. Hingga akhirnya mereka sampai disebuah gedung yang sepertinya itu adalah gedung para mentor. Alesha dibawa oleh Laras menuju ruangannya yang terletak di pojok gedung dan menghadap langsung ke arah pantai. Bahkan Alesha tidak tau kalau di tempat itu ada pantai yang indah dengan pasir yang putih.
“Menakjubkan bukan sekolah di sini? Dan, ya di sini kau bukan hanya akan sekolah saja, tapi ada tugas yang harus kau jalanin bersama teman-temanmu di sini,” ucap Laras.
“Aku akan kenalkan kau dengan dua orang yang berasal dari Indonesia juga." Laras menepukkan tangannya. Tidak lama, ada dua orang lelaki masuk ke dalam ruangan Laras. “Dia Aldi, dia sudah empat tahun di sini, umurnya dua puluh lima tahun, dan yang itu Rendi, dia bergabung di sini tiga tahun lalu, umurnya dua puluh tiga tahun.” Laras memperkenalkan dua lelaki jangkung yang sama-sama berasal dari Indonesia. “Oh, ya, ini Alesha Sanum Malaika, umurnya delapan belas tahun, dia baru saja bergabung bersama kita.” Laras membawa Alesha mendekati Aldi dan Rendi.
Alesha tersenyum canggung kepada Aldi dan Rendi, dan dibalas senyuman ramah oleh dua pria itu.
“Oh iya, aku Laras Devianti, umurku dua puluh tujuh tahun, saya mentor dan anggota agent khusus disini. Saya mungkin tidak akan bisa sering bertemu denganmu karna pekerjaan saya,” Ucap Laras yang baru memperkenalkan dirinya pada Alesha.
Alesha mengangguk canggung kepada Laras.
“Tidak perlu canggung, santai saja, Al,” ledek Laras yang tau kalau Alesha sedang merasa sangat canggung.
“Kalau kau butuh bantuan kau bisa menghubungiku, tapi ya itu pun kalau aku tidak sedang ada tugas, dan kalau aku sedang ada tugas bersama agent khusus, kau bisa minta bantuan pada Aldi juga Rendi,” lanjut Laras.
Lagi dan lagi, Alesha mengangguk, canggung. Eh, entahlah, ia pikir bukan hanya ia saja yang akan bergelagat canggung apabila berkenalan dengan orang baru.
*****
Saat ini, Alesha sedang berada di taman sekolah. Sungguh taman yang indah. Alesha seperti ada di dunia dongeng yang nyata. Ia melihat-lihat sekelilingnya. Banyak juga siswa-siswa baru yang mengunjungi taman itu untuk sekedar melihat-lihat lokasi sekitaran asrama dan gedung sekolah.
“Alesha!” panggil Stella dari belakang diikuti Nakyung, Maudy, dan Merina dibelakangnya, “Hmm, kau dari mana aja?” tanya Stella.
“Hanya meliat sekitaran saja,” jawab Alesha. “Oh, ya kalian tau tidak jika di sini ada pantai yang sangat bagus sekali?” tanya Alesha dengan wajah ceria.
“Pantai?” tanya balik Nakyung.
“Iya, di belakang gedung para mentor ada pantai yang bagus sekali,” jawab Alesha dengan kagum.
“Ini academy yang sempurna,” ucap Merina, kagum.
“Ingat, kita di sini bukan hanya untuk bersekolah saja, kita di sini juga untuk bekerja disebuah organisasi khusus untuk membantu penjelajahan dan ekspedisi tentang hal-hal dan mahluk yang masih jadi sekedar teori bagi masyarakat dunia. Jadi, kita dilarang untuk menyebarkan tentang hal-hal yang ada di sini, atau jika sampe kita melakukan itu, kita bisa jadi buronan anggota intelegent dunia,” bisik Stella.
“Iya, kau benar, kita harus bungkam tentang semua yang ada di sini," tambah Maudy seraya menatap sekelilingnya.
“Kita beruntung bisa masuk ke dalam WOSA, karna kita akan diikut sertakan dalam ekspedisi rahasia dunia, dan kita akan tahu apa saja yang disembunyikan dunia," sambung Nakyung.
Alesha, Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina akhirnya pergi menuju sudut lain di taman WOSA. Melihat-lihat sekelilingnya. Mereka juga melihat beberapa tumbuhan dan tanaman yang baru pertama kali mereka lihat. Mereka masuk kesebuah taman yang lebih besar lagi. Sangat luas, dan di tengah taman itu ada sebuah bangunan yang terbuat dari kaca yang sangat tebal. Saat mereka mencoba mendekati bangunan kaca itu, ternyata mereka tidak bisa melihat ke dalam, karna meski dindingnya terbuat dari kaca yang tebal, namun ada gas asap yang menutupi kaca itu dari dalam, sehingga orang yang berada di luar tidak bisa melihat ke dalam bangunan kaca itu.
“Aku penasaran di dalam ada apa,” ucap Maudy seraya mengetuk pelan dinding kaca itu.
“Aku juga,” sambung Nakyung.
“Pastinya sesuatu yang disembunyikan dan tidak sembarang orang tau,” sahut Stella.
“Pastinya,” tambah Alesha.
“Wah, girls! Lihat ke sana!” seru Merina dengan antusias seraya menunjuk ke arah sebuah pintu gerbang.
Kelima gadis itu berlari mendekati pintu gerbang tua dari kayu yang sepertinya tebal dan sangat berat. Terdapat beberapa ukiran unik dan akar-akar serta dedaunan menggantung digerbang itu.
“Gerbang apa ini?” tanya Alesha sembari mengusap gerbang itu.
“Kalian akan tau nanti, tapi untuk sekarang kalian dilarang mengetahui itu,” ucap seseorang dengan suara berat seperti suara lelaki.
Alesha dan yang lain berbalik dan mendapati seorang pria sedang berjalan ke arah mereka.
“Aku Mr. Jacob, mentor kalian. Aku yang akan menjadi pembimbing dan penanggung jawab tim kalian,” ucap lelaki yang bernama Jacob itu.
Ia terlihat tampan dengan tubuh tinggi tegap dan stelan celana bahan dengan balutan kemeja putih dan jas hitam.
Jacob melihat jam di tangannya, “Ayo, ikut aku. Kalian harus bertemu dengan anggota tim yang lain.” Jacob membawa kelima gadis itu menuju sebuah taman lain yang penuh dengan pohon rindang yang sejuk.
Di sebuah pohon yang tinggi dan rindang, ada lima orang lelaki yang Alesha tau wajah-wajahnya namun Alesha tidak kenal. Kelima lelaki itu adalah siswa baru juga di WOSA.
“Perkenalkan diri kalian masing-masing!” perintah Jacob.
Alesha kemudian memperkenalkan dirinya pada kelima lelaki dihadapannya, begitu pula sebaliknya dan yang lain pun saling memperkenalkan diri mereka.
“Jadi, sudah berkenalanannya?” tanya Jacob yang langsung diangguki oleh Alesha dan yang lain.
“Bagus. Aku ingin memberi tahu pada kalian. Kalian adalah tim dan nanti malam akan diumumkan secara resminya. Jadi, aku ingin nanti kalian harus bisa bekerja sama dengan baik dan tidak ada yang boleh bersikap egois!” ucap Jacob, tegas.
“Kalian dididik di sini untuk mempersiapkan dan memperdalam ilmu dan pengetahuan kalian agar dapat membantu Secret Intelegent Organtation atau SIO dalam mencari tau tentang hal-hal yang ada dunia ini. Saya tidak memiliki banyak waktu sekarang. Saya harus pergi dulu, kita akan bertemu di First Ceremony nanti malam.” Jacob segera pergi begitu saja tanpa meninggalkan basa-basi lain.
...*****...
Waktu menunjukan pukul 05.00 Sore.
“Alesha, kau akan memakai baju apa?” tanya Stella.
“Hmm, entahlah, aku bingung." Alesha baru saja selesai mandi dan akan bersiap untuk pertemuan pertama siswa angkatan baru WOSA malam ini.
“Kalian pakai baju apa?” tanya Stella pada Nakyung, Maudy, dan Merina.
“Entah, kami pun bingung,” jawab Nakyung.
“Aku akan tanya pada temanku di kamar lain.” Maudy segera mengambil ponselnya dan segera mengirimkan pesan. Setelah beberapa menit, teman Maudy memberikan balasan pesan yang Maudy kirimkan.
“Apa katanya?” tanya Alesha.
“Mereka pakai baju yang sudah disiapkan di lemari. Baju blouse polos selutut,” jawab Maudy seraya menatap teman-temannya.
“Kau yakin dia tidak salah?” tanya Merina.
“Dia bilang dia juga diberitahu mentornya,” jawab Maudy.
“Mentor? Mr. Jacob, kenapa dia tidak memberitahu kita?” Stella menyerngitkan dahi.
“Maaf aku telat memberitahu kalian,” ucap Jacob yang tiba-tiba saja membuka pintu lalu masuk ke dalam kamar. Ia pun tertegun seketika saat melihat kelima gadis itu, bukan hanya itu, ia juga mendapati tatapan bingung dari Alesha, Stella, Nakyung, Maudy, dan Merina.
Jacob mendengus dan membalikkan tubuhnya. Bagaimana tidak? Kelima gadis itu hanya menggunakan bathrobe saja. Mereka baru saja selesai mandi.
“Cepat pakai baju kalian, baju blouse polos, dan jangan lupa pakai identitas pengenal kalian. Bersiaplah, dan kalian bisa menggunakan heels yang sudah disediakan.” Jacob segera bergegas keluar kamar.
Kelima gadis itu saling menatap satu sama lain, lantas kemudian tertawa.
“Kalian lihat wajah Mr. Jacob?” tanya Nakyung disela-sela tawanya.
“Dia malu." ucap Merina seraya menahan tawanya.
“Sudah-sudah, ayo, kita harus bersiap.” Alesha bergegas menuju lemarinya.
Kelima gadis itu akhirnya bersiap-siap. Mereka berdandan dengan sangat cantik. Menggunakan Blosue polos selutut berwarna cerah. Alesha sendiri menggunakan blouse berwarna biru langit. Teman-temannya juga menggunakan blouse yang sama namun dengan warna yang berbeda.
Ditambah mereka juga menggunakan sepatu heels dengan tinggi tujuh centimeter berwarna putih tulang.
Ada satu masalah yang membuat Alesha kebingungan. Ia tidak bisa menggunakan make up. Temannya yang lain sudah selesai dengan make up mereka, sedangkan Alesha masih bingung dengan apa yang harus ia lakukan pada wajahnya? Ia lalu menatap ke arah cermin seraya memegang tongkat brush-nya.
“Alesha, kenapa?” tanya Merina.
“Aku tidak bisa memakai make up,” jawab Alesha.
Merina tertawa mendengar jawaban Alesha barusan. Ia lalu mendekati Alesha dan membantu gadis itu menggunakan make up-nya.
“Aku sangat suka dengan semua make up ini,” ucap Stella seraya memberikan sentuhan lipstik pink dibibirnya.
“Kau benar, hasilnya sangat bagus. Sayang mereka tidak mencantumkan merk-nya,” tambah Maudy.
Alesha terlihat cantik setelah Merina berhasil menghias wajahnya dengan make up yang terlihat sederhana namun pantas. Ditambah lagi dengan uraian rambut bergelombang sepunggung. Semakin saja aura manis itu keluar.
“Apa aku terlihat aneh?” tanya Alesha seraya menatap wajahnya dicermin.
“Tidak, kau terlihat cantik,” puji Stella.
“Tapi aku merasa risih dengan baju ini.” Alesha memutar bola matanya dengan malas, “Aku lebih suka dengan celana panjang dan baju biasa.”
“Hanya malam ini, Alesha,” sahut Nakyung sembari memakai sepatu heelsnya.
“Hanya malam ini, Alesha, hanya malam ini,” ucap Alesha mengulangi perkataan Nakyung pada dirinya sendiri.
Tok... Tok... Tok...
Suara pintu yang diketuk.
Kelima gadis itu saling menatap ke arah pintu lalu kemudian menatap satu sama lain.
“Aku yang akan buka,” ucap Stella. Ia segera pergi ke arah pintu diikuti keempat temannya di belakangnya.
Stella kemudian membuka pintu dan mendapati kelima lelaki yang tadi Jacob kenalkan. Ya, kelima lelaki itu adalah Mike, Lucas, Tyson, Aiden, dan Bastian. Mereka adalah rekan setimnya, dan keempat temannya yang lain.
“Mr. Jacob menyuruh kita untuk menjemput kalian,” ucap Bastian.
Kelima lelaki itu sudah rapih dengan setelan tuxedo hitam dan sepatu fantopel hitam.
“Kalian sudah siap, kan?” tanya Mike.
Stella yang berada dipaling depan pun mengangguk.
“Ayo, Mr. Jacob minta kita untuk menemuinya di taman pinggir aula utama jika kalian sudah selesai,” ucap Lucas.
Stella berbalik badan dan menatap keempat temannya.
“Kalau begitu ayo,” ucap Nakyung lalu berjalan duluan dan diikuti Alesha, Stella, Maudy, dan Merina.
Mereka pergi ke taman pinggir aula utama, tempat acara akan dimulai. Di sepanjang jalan telah di hiasi dengan lampu taman yang redup dan indah serta berwarna-warni. Ditambah suguhan bintang malam yang mulai muncul dilangit menambah kesan 'Sempurna' untuk tempat itu.
“Kita bisa lihat semua bintang dengan jelas di sini,” ucap Alesha, kagum sembari menatap ke arah langit.
“Ini sangat indah. Bisa jadi moodbosterku setiap malam," tambah Merina.
“Aku harap bisa melihat galaxi Andromeda, bulan ini bulan yang tepat untuk melihat galaxy Andromeda secara langsung,” ucap Maudy.
“Akan sulit jika kita hanya mengandalkan mata telanjang saja. Karna Andromeda hanya akan berbentuk seperti nebula saja diantara banyak bintang yang kita lihat,” sahut Nakyung.
“Apa bintang Alpha Centaury bisa terlihat dari sini?” tanya Stella.
“Tentu, itu adalah bintang terdekat kedua dari bumi setelah matahari. Tapi mungkin kau tidak bisa membedakannya dengan bintang yang lain,” jawab Merina.
Alesha dan yang lain terus berjalan menuju taman. Setelah mereka sampai di tempat tujuan, ternyata Jacob sudah menunggu di sana sambil terduduk santai dengan kaki disilangkan. Jacob sudah siap dengan setelan tuxedo coklatnya. Ia terlihat sangat menawan.
“Malam, Mr. Jacob,” sapa Aiden.
Jacob melirik dengan tatapan dingin, “Kalian terlambat,” ucapnya, singkat seraya melihat jam yang ada ditangannya.
“Terlambat untuk apa?” tanya Tyson.
“Menemuiku,” jawab Jacob malas, “Sudah, tidak usah dibahas,” lanjutnya. Jacob memperhatikan sepuluh anak remaja yang ada dihadapannya itu.
“Bagus, kalau begitu ayo kita masuk ke dalam,” ucap Jacob lalu beranjak dari duduknya dan jalan begitu saja melewati sepuluh remaja yang menatapnya bingung.
Tiba-tiba langkah Jacob terhenti, ia pun berbalik, “Kenapa diam saja? Ayo, kalian ingin aku dimarahi oleh Mr. Thomson karna kalian terlambat?" sindir Jacob. Lalu kemudian sepuluh remaja itu termasuk Alesha menuruti ucapannya dan mulai berjalan menuju aula utama tempat acara akan dilakukan.
Mereka memasuki ruang aula yang sangat besar dengan cat berwarna putih. Lampu besar menggantung di tengah ruangan. Sudah ada beberapa murid lain yang masuk ke dalam aula besar itu. Alesha duduk bersama timnya dibangku yang sudah tertera nama dari setiap anggota tim. Ada sebelas bangku yang membentuk lingkaran dengan meja bulat besar. Di atas meja sudah disiapkan berbagai macam makanan yang sepertinya lezat.
“Kalian tunggu di sini, jangan pergi ke mana-mana!” ucap Jacob lalu pergi begitu saja.
“Ada apa dengannya?” tanya Maudy, bingung.
“Entah," Stella mengangkat kedua bahunya.
Selama hampir setengah jam mereka dan para siswa lain dibuat menunggu di ruang aula yang besar. Alesha kadang memainkan taplak meja putih dengan memilin-milin kainnya. Stella mengaca, melihat penampilan wajahnya, takut ada yang kurang, Maudy mengetuk-ngetuk meja pelan dengan ujung jarinya, dan begitu pula yang lain, mereka juga sibuk dengan urusan mereka sendiri karna merasa bosan.
Tidak lama setelah itu, Mr. Thomson masuk diikuti sepuluh mentor dibelakangnya, termasuk Jacob.
Mr. Thomson berdiri di hadapan seratus remaja baru dan terbaik di dunia. Ia naik ke atas mimbar. Para mentor duduk dibelakangnya, tepatnya dikursi yang sudah disediakan.
Akhirnya, Mr. Thomson pun membuka pidatonya. Sekarang para murid hanya tinggal menunggu pidato Mr. Thomson selesai. Pikir Alesha.
Mr. Thomson membuka pidatonya dengan ucapan salam dan selamat kepada seratus remaja terbaik yang sudah terpilih. Ia juga merasa senang, karna setelah tiga tahun ia dan pihak WOSA menutup sementara sekolah itu karna ada beberapa hal penting yang harus diselesaikan. Dan sekarang adalah pertama kalinya WOSA menerima siswa baru lagi setelah tiga tahun hiatus. Ia turut senang karna pada angkatan seratus remaja terbaik sekarang tidak ada hambatan. Biasanya ada saja yang orang tua yang tidak menyetujui atau hal lain. Tapi untuk tahun ini, semua berjalan mulus.
Alesha juga senang karna ia juga mendapatkan izin dari kakeknya untuk ikut bergabung. Alesha bahagia karna ia bisa sampai dititik ini. Andai saja orang tuanya masih ada, mereka akan bangga melihat Alesha, tapi sayangnya, karna kecelakaan, Alesha harus ditinggal pergi oleh orang tuanya diumur delapan tahun.
Mr. Thomson juga menjelaskan beberapa peraturan yang harus ditaati, yaitu dilarang memberitahukan tentang WOSA melalui media apapun kepada orang lain tanpa sepengetauan pihak WOSA, dilarang menyebarkan informasi yang sudah siswa dapatkan setelah bergabung dengan WOSA, dilarang memasuki ruangan tertentu tanpa izin dari pengawas atau mentor, pembagian jadwal kelas dan seragam, dan beberapa hal-hal lain. Mr. Thomson juga sempat menjelaskan jika siswa WOSA akan dituntut untuk berpikir cepat setelah mereka dikirim ke SIO nanti.
Setelah menjelaskan beberapa peraturan, hak, dan kewajiban para siswa sebagai anggota WOSA, Mr. Thomson segera menutup pidatonya dan turun dari mimbar lalu duduk dibangku yang sudah disiapkan. Tidak lama, ada seorang MC yang akan mengumumkan pembagian tim, dan ketua, serta tugas dari setiap tim.
Pertama, MC itu menjelaskan mengapa dibentuknya sebuah tim, fungsi dari tim, dan kewajiban dari ketua tim. MC itu menjelaskan tujuan dari dibentuknya tim adalah agar memudahkan WOSA untuk menilai kinerja dari setiap siswa, lalu fungsi dari tim adalah agar memudahkan para siswa untuk beradaptasi dan membiasakan siswa untuk bisa saling membantu, karna ketika akan menyelidiki suatu kasus juga dibutuhkan kerjasama tim yang kompak dan tidak mengandalkan seorang individu saja, dan kewajiban dari ketua tim adalah untuk menjaga setiap anggota timnya agar tidak terjadi keributan serta menjadi penengah bila ada adu argumen dalam timnya, ketua tim juga menjadi penanggungjawab apabila terjadi kesalahan dalam timnya. MC juga menjelaskan tugas dari para mentor, yaitu mengawasi jalannya kerjasama tim, menjadi guru, menilai, dan membantu atau membimbing timnya. Untuk nama tim juga sudah ditentukan oleh para mentor sendiri.
“Aku akan menyebutkan nama-nama yang akan menjadi ketua beserta nama dari masing-masing tim. Tolong perhatiannya!” ucap Sang MC.
“Tim pertama adalah tim yang dimentori oleh Mr. Jacob.”
Tepuk tangan bergemuruh di dalam ruang aula.
Jacob berdiri, lantas maju ke depan, bersebelahan dengan sang MC.
“Tim kita menjadi yang pertama dalam pengumuman ketua dan nama tim,” kata Maudy seraya menatap lurus ke arah MC dan Jacob.
“Tim yang dimentori oleh Mr. Jacob bernama Luxury 1, dan akan diketuai oleh Bastian.”
Tepuk tangan kembali bergemuruh di ruang aula itu.
Sementara Bastian yang mendengar namanya tiba-tiba saja disebut pun tentunya terkejut bukan main dan kebingungan. Hey! Itu mereka belum mengambil persetujuan tentang siapa yang akan menjadi ketua tim. Dasar Mr. Jacob! Bastian mendumali mentornya itu dengan sebal dalam hati.
“Untuk ketua tim Luxury 1, harap maju ke depan.”
Bastian segera beranjak dari bangkunya dan maju kedepan dengan wajah yang masih kebingungan.
Terlihat Jacob tersenyum pada Bastian.
“Bastian jadi ketua tim? Itu bagus,” komen Aiden.
“Aku pikir dia memang cocok jadi ketua tim ini," tambah Mike sambil tersenyum.
“Aku harap dia bisa ketua tim yang amanah pada timnya,” ucap Alesha.
Di depan sana, Bastian menerima lencana ketua tim dan Jacob memakaikannya dijas tuxedo yang Bastian kenakan dibagian kanan atas. Setelah itu, Jacob mengambil sesi foto bersama Bastian sembari berjabat tangan. Wajah Bastian terlihat bingung dan tersenyum kaku saat pengambilan foto.
Alesha dan temannya yang lain tertawa samar ketika mendapati wajah aneh Bastian saat difoto bersama Jacob.
Kemudian setelah sesi foto selesai, Bastian kembali kebangkunya dan diikuti Jacob yang duduk disebelahnya. Jacob terlihat senang jika dilihat dari senyumannya.
“Selanjutnya adalah tim yang dimentori oleh Mr. Eve."
Seorang lelaki bertubuh tinggi bangun dan kemudian berdiri disebelah MC.
“Tim yang dimentori oleh Mr. Eve bernama Appolo X01, dan akan diketuai oleh Brandon.”
Seorang lelaki yang berada dikelompok lain pun berdiri dan maju ke depan. Dia adalah Brandon, ketua dari grupnya. Ia berjalan dengan senyuman yang terlihat sedikit angkuh.
“Jadi dia ketuanya?" Merina menatap kearah pria bernama Brandon itu.
Eve memberikan lencana ketua tim pada Brandon, dan setelah itu, mereka berjabat tangan seraya tersenyum ke arah kamera yang sudah siap mengambil foto. Setelah sesi mengambil foto selesai, kemudian Brandon dan mentornya, Eve segera berjalan menuju bangku tim mereka.
Dan begitu pula seterusnya untuk tim-tim lain. MC mengumumkan nama dan ketua dari setiap tim yang lain. Setelah setengah jam, akhirnya proses pembagian nama dan ketua tim selesai. Acaranya pun tidak berlangsung lama. Setelah itu, Mr. Thomson segera naik mimbar dan menutup acara. Ia juga mengizinkan para siswa yang masih ingin melihat-lihat taman atau ingin bercengkrama dengan rekan setimnya hingga jam sebelas malam, dan Mr. Thomson juga mengatakan kalau kelas pertama akan dimulai besok pagi jam delapan.
Setelah menuntaskan kalimat penutupan acara, Mr. Thomson segera pergi ke luar dari aula besar itu.
“Jadi bagaimana? Kalian setuju, kan kalau aku menunjuk Bastian sebagai ketua kalian?” tanya Jacob dengan santai sambil merebahkan tangannya dibangku.
“Apa? Jadi kau yang menunjukku untuk menjadi ketua?” tanya Bastian dengan wajah kaget.
Jacob menjawabnya dengan anggukan santai.
“Kenapa harus aku?” tanya Bastian sambil menunjuk dirinya.
“Kau tidak mau jadi ketua tim?” tanya balik Jacob seraya meminum minuman yang ada ditangannya.
Bastian terdiam. Seluruh anggota tim termasuk Alesha menatap pada Bastian.
“Mudah saja bagiku jika kau menolak untuk menjadi ketua tim, aku bisa langsung memberikan nilai paling rendah dalam rapotmu selama kau di WOSA," lanjut Jacob seraya menaruh minumannya lalu menatap Bastian.
“Baiklah, aku menerimanya,” ucap Bastian, pasrah.
Jacob tersenyum puas.
“Daging apa ini?” tanya Alesha sembari menusuk-nusuk sebuah daging bakar dengan garpunya.
“Itu pork,” jawab Maudy.
“Apa?” Alesha terkejut.
“Kenapa?” tanya Stella.
“Aku tidak makan itu," jawab Alesha.
“Kenapa memangnya?” tanya Bastian.
“Haram untukku memakan daging itu,” jawab Alesha.
Yang lain pun langsung mengangguk, dan paham.
“Kalian mau langsung ke kamar kalian atau masih mau disini?” tanya Jacob.
Alesha dan yang lain saling menatap satu sama lain dengan wajah bingung dan bertanya.
“Tanya ketua kalian,” perintah Jacob dengan santai.
Seketika Bastian langsung menatap Jacob dan anggota timnya.
“Aku terserah kalian," ucap Bastian, “Karna aku adalah ketua, aku harus memastikan anggotaku merasa nyaman,” lanjutnya seraya menatap tajam pada Jacob.
Jacob hanya tersenyum melihat tatapan Bastian yang di layangkan padanya.
“Timmu tidak bisa menentukan, jadi kau sebagai ketua harus mengambil keputusannya. Mereka akan menuruti ucapanmu,” balas Jacob dengan seringainya.
Bastian berusaha menahan emosinya dengan menutup matanya sesaat. Dasar Jacob, mentor menyebalkan! “Jika kalian ada yang ingin langsung beristirahat kalian bisa langsung ke kamar kalian, jika kalian masih ingin berada di sini atau berkeliling taman juga silahkan,” ucap Bastian dengan tenang.
Jacob yang melihat itu seketika tertawa, “Good job, Boy.” Jacob mengelus kepala Bastian.
“Oke, kalau begitu aku akan langsung ke kamar saja, aku sudah lelah,” ucap Stella dan disetujui oleh yang lain, kecuali Alesha.
“Alesha, ayo,” ajak Stella.
“Duluan saja, aku menyusul,” balas Alesha sembari melayangkan senyumnya pada Stella.
Stella mengangguk dan pergi bersama yang lain menuju kamar messnya.
“Kenapa kau tidak ikut?” tanya Jacob.
“Aku ingin melihat langit malam saja, jadi, mungkin aku akan pergi ke taman dulu untuk sekedar menikmati pemandangan malam,” jawab Alesha lalu beranjak dari bangkunya dan pergi meninggalkan Bastian dan Jacob berdua.
Jacob dan Bastian terus memperhatikan Alesha hingga ia keluar dari aula. Setelah itu, Jacob menatap Bastian.
“Apa?” tanya Bastian.
“Kau ketua, dan anggota tim menjadi tanggung jawabmu juga sekarang. Kau harus memastikan anggotamu dalam keadaan aman," ucap Jacob sembari tersenyum mengejek.
“Kau juga mentor kami, kau lebih bertanggung jawab pada kami dan anggota tim,” balas Bastian.
“Aku memang mentor kalian, ya, aku juga yang bertanggung jawab atas kalian, tapi tanggung jawab terbesar juga ada diketua tim. Tugasku yang utama adalah mengawasi dan membimbing kalian. Bahkan kau pun harus bisa memastikan diriku aman, karna aku juga anggotamu, aku juga akan menuruti perintahmu, Pak Ketua, ” balas Jacob dengan senyum liciknya.
“Terserah,” balas Bastian jengah.
Jacob tersenyum puas, “Kau masih akan tetap di sini?” tanya Jacob.
“Tidak, aku akan kembali ke kamarku," jawab Bastian.
“Dan membiarkan salah satu anggotamu sendirian malam-malam begini, terlebih dia seorang wanita, dia tidak mengenal tempat ini, bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk padanya?”
Pertanyaan Jacob barusan membuat Bastian mesti lebih sabar lagi menahan rasa sebal yang menggunuk dalam dirinya.
“Baik aku akan menemaninya!” balas Bastian, singkat lalu pergi meninggalkan Jacob.
Jacob yang melihat sikap Bastian yang sepeti itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
...*****...
Alesha duduk disebuah taman dengan lampu yang terang. Ia duduk sendiri menatap ke arah langit yang penuh dengan bintang. Angin malam yang segar menerpa wajahnya. Rambutnya yang terurai pun terhembus oleh angin sejuk itu.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alesha saat Bastian datang dan mendekatinya.
“Mr. Jacob memintaku untuk menemanimu,” jawab Bastian.
“Menemaniku? Kenapa?”
“Dia bilang kalau aku harus memastikan anggota timku aman, jadi aku harus menemanimu di sini.”
“Apa tempat ini bahaya hingga kau harus menemaniku?”
Bastian hanya mengangkat kedua bahunya.
Di sisi lain taman, Jacob berdiri di bawah pohon rindang dan menatap ke arah Bastian dan Alesha. Ia tersenyum. Namun beberapa detik kemudian, ekor matanya menangkap sesuatu lain. Ia melirik sedikit mengikuti arah ekor matanya. Ia memasang wajah waspada dan memperhatikan sekelilingnya.
Dari arah belakang, Laras menghampiri Jacob yang sedang waspada akan sekelilingnya.
Laras menepuk pundak Jacob.
“Ada apa, Jack?” tanya Laras.
Jacob terkejut dan berbalik ke arah belakang. Hufttt... ternyata Laras yang menepuknya.
“Aku merasa ada yang memata-matai tempat ini,” jawab Jacob.
“Siapa?”
“Entah.” Jacob menatap sekelilingnya dan diikuti oleh Laras.
“Ayo, kita harus pergi,” ucap Jacob.
“Lalu bagaimana dengan para siswa?”
“Aku rasa Mr. Thomson tahu ini. Mereka akan aman.” Jacob langsung menarik tangan Laras dan membawanya pergi.
“Aku masih betah disini, kau kembali saja ke kamarmu,” ucap Alesha.
“Jika aku kembali, Mr. Jacob bisa memberiku nilai rendah,” balas Bastian dengan malas.
Alesha terdiam sebentar sambil berfikir.
“Kalau begitu aku akan kembali kekamarku saja,” ucap Alesha.
Bastian menatap bingung pada Alesha.
“Malam ini dingin, aku tidak bisa terlalu lama di tempat dingin.” Alesha berbohong. Sebenarnya ia masih ingin berada di taman sambil memandang langit, tapi ia kasihan pada Bastian.
Bastian mengangguk lalu segera beranjak dari duduknya kemudian menyusul Alesha yang sudah berjalan lebih dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa
2022-12-13
0
🌻Ruby Kejora
q datang mendukungmu thor. mari kita skg dukung. like blk karya ku ya
cinta rasa covid-19
the Thunder's love
2021-02-07
0
qiqiainur20
Hay kak author saya mampir... ceritanya bagus saya suka...lanjut ya Thor....maaf saya nyicil hehe :>
2021-01-22
0