Hari ini adalah hari sabtu, dan hari sabtu adalah hari libur seperti hari minggu.
"Kau mau kemana?" tanya Nakyung yang masih bersantai di atas kasurnya dengan baju piyama yang ia kenakan dan semangkuk popcorn.
"Aku hanya ingin berkeliling saja, aku dengar, hari ini pantai dibuka, dan yang lain akan bermain di sana, " jawab Alesha. Ia sendiri akan pergi ke tempat yang menurutnya nyaman. Ia sudah mengenakan celana panjang dengan baju blouse polos santai.
"Aku ikut!" seru Stella.
"Ayo," ajak Alesha.
"Kemana?" tanya Maudy sambil menguap. Ia baru bangun tidur.
"Bermain," jawab Stella.
"Jam berapa sekarang?" tanya Maudy sambil menggaruk kepalanya.
"Jam tujuh," jawab Nakyung.
"Ya ampun! Jam tujuh?" Maudy terkejut.
"Ya, kenapa?" tanya Stella santai.
"Mr. Jacob memintaku untuk membantunya menginput data kalian. Aku lupa!" Maudy segera berlari mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Nakyung memutar bola matanya dengan jengah, Stella memandang bingung pada Maudy yang terburu-buru, dan Alesha hanya menggelengkan kepalanya.
"Kalian tolong bangunkan Merina! Mr. Jacob juga meminta Merina untuk membantunya!" teriak Maudy dari dalam kamar mandi.
"Ya ampun, Maudy," ucap Nakyung dengan malas.
Alesha hanya tersenyum.
Stella beralih menuju kasur Merina lalu membangunkannya.
"Merina, bangun!" Stella mengguncang tubuh Merina.
"Aku masih mengantuk," balas Merina sambil menutup wajahnya dengan selimut.
"Kau bisa katakan itu pada Mr. Jacob," ucap Stella.
"Mr. Jacob?" Merina membuka selimutnya lalu menatap Stella dengan wajah khas orang yang baru bangun tidur namun masih mengantuk.
"Jam berapa sekarang?" tanya Merina.
"Jam tujuh!" jawab Stella.
"Jam tujuh?" Merina masih berpikir. "JAM TUJUH?" Ia terlonjak dan segera bangkit dari kasurnya.
Stella hampir saja terjatuh karna tidak sengaja terdorong oleh Merina.
Merina meraih handuknya dan pergi ke kamar mandi. Ia mencoba membuka pintu kamar mandi yang terkunci.
"Ada aku disini! Kau tunggu sebentar lagi!" teriak Maudy dari dalam kamar mandi.
"Cepat!!" balas Merina sambil menggedor pintu kamar mandi itu.
***
Merina dan Maudy berlari di lorong koridor gedung mentor.
"Mr. Ridle." Maudy mencari sebuah pintu yang bertuliskan nama belakang Jacob.
"Itu!" seru Merina.
Mereka segera mengetuk lalu membuka pintu itu.
"Pagi, Mr. Jacob," sapa Maudy dan Merina. Jacob yang sedang mencatat sesuatu dimeja kerjanya menatap Maudy dan Merina.
"Kalian tau ruanganku?" tanya Jacob.
"Alesha memberitahu kami," jawab Merina sambil mengatur nafasnya. Ia dan Maudy kelelahan karna berlari.
Jacob mengangguk.
"Duduk," ucap Jacob.
Merina dan Maudy duduk disebuah sofa panjang yang empuk tidak jauh dari meja kerja mentor mereka.
"Tunngu sebentar." Jacob beralih menuju sebuah lemari arsip. Ia mengambil dua map arsip.
"Kau input data ini kelaptop." Jacob menunjuk Maudy, "Dan kau yang menyebutkan datanya," tunjuk Jacob pada Merina. Ia memberi dua map yang tebal itu pada Maudy dan Merina lalu mengambil laptopnya untuk dipakai oleh Maudy.
"Aku harap siang ini sudah selesai," ucap Jacob. "Aku sudah menyediakan makanan dan minuman di belakang," tunjuk Jacob pada meja yang berada di sudut ruangan, "itu untuk kalian. Aku harus pergi dulu," lanjutnya.
"Kemana?" tanya Merina.
"Aku akan menemui Laras," jawab Jacob lalu pergi begitu saja.
Maudy membuka-buka map tebal yang berisi surat-surat itu, "Apa dia bercanda?"
"Tidak," balas Merina sambil melihat pasrah ke arah map tebal itu.
"Ini sangat banyak." Maudy pasrah.
"Sudah, ayo kita kerjakan, lebih cepat lebih baik," ucap Merina.
***
"Di mana Merina dan Maudy?" tanya Aiden.
"Mr. Jacob memanggil mereka," jawab Bastian.
"Mereka bersalah?" tanya Aiden lagi.
"Tidak, Mr. Jacob memanggil mereka untuk membantunya mengerjakan tugasnya," jawab Bastian.
"Oh, ya, kalian jangan pergi terlalu jauh dari sini. Panggil Stella, Nakyung, dan Alesha. Aku tidak suka melihat Brandon berdekatan dengan mereka," ucap Bastian.
Aiden mengangguk dan segera memanggil Alesha, Stella, dan Nakyung yang sedang bermain di tepi pantai. Di sana juga ada Brandon yang sedang mengobrol dengan Alesha. Bastian tidak suka pada Brandon karna sikapnya yang angkuh, dan Bastian tidak mau anggota timnya berdekatan dengan Brandon karna takut kalau Brandon akan mengatakan sesuatu yang akan memancing keributan.
"Alesha, Stella, Nakyung..." panggil Aiden.
Brandon menyeringai melihat kedatangan Aiden.
"Bastian memanggil kalian," lanjut Aiden.
"Kenapa?" tanya Alesha.
"Karna dia tidak suka melihat anggota timnya berdekatan denganku," jawab Brandon dengan seringainya.
"Yang benar?" Alesha, Stella, dan Nakyung menatap bingung pada Aiden.
Aiden hanya mengangkat kedua bahunya.
Brandon menyeringai lagi, "Katakan pada Bastian kalau aku tidak akan meracuni anggota timnya hingga ia melarang kalian untuk dekat denganku," ucap Brandon pada Aiden.
"Ada apa dengan kalian?" tanya Nakyung.
"Tanya ketuamu," jawab Brandon sambil tersenyum.
"Sebaiknya kita kembali, ayo, Bastian sudah menunggu," ucap Aiden.
"Baru jadi ketua sudah berani merintah seperti itu," ledek Brandon.
Alesha, Stella, Nakyung, dan Aiden yang tadinya ingin melangkah malah jadi menatap Brandon.
"Apa masalah kalian?" tanya Nakyung dengan nada sedikit meninggi.
"Tanya ketuamu," jawab Brandon lalu pergi begitu saja.
Nakyung hendak mengejar Brandon, namun Aiden menahannya.
"Sudah, tidak ada gunanya bertengkar dengan dia, ayo," ucap Aiden.
Aiden dan yang lain segera pergi dan menghampiri Bastian.
"Ada apa dengan kalian?" tanya Stella pada Bastian.
"Dia sombong, jangan berdekatan dengannya, aku tidak mau memancing keributan antar tim," jawab Bastian.
Yang lain mengangguk paham.
"Di mana Lucas dan yang lain?" tanya Nakyung.
***
"Lucas!" panggil Mike.
Lucas berbalik untuk menengok pada Mike.
"Apa yang kau temukan?" tanya Mike.
"Tidak ada," jawab Lucas dengan panik.
"Kau menemukannya, Tyson?" Lucas bertanya pada Tyson.
Tyson menghampiri Lucas dan Mike.
"Tidak," jawab Tyson, pasrah. "Mr. Jacob akan sangat marah jika benda itu hilang," ucap Mike.
"Bastian, kita harus mengatakan ini pada Bastian," usul Lucas.
"Tidak! Mr. Jacob melarang kita untuk memberitahukan tentang ini pada siapapun," tolak Mike.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Lucas pasrah.
"Lanjut mencari, ayo, cepat!" Tyson segera berpencar lagi untuk mencari cincin yang menghilang. Jacob menitipkan cincin itu pada mereka, namun mereka malah menghilangkannya di taman.
***
"Jacob? Bagaimana?" tanya seorang lelaki yang merupakan teman Jacob dan mentor juga, namanya Danish atau biasa dipanggil Mr. Danish.
"Aku sudah menyiapkannya. Kira-kira mau jam berapa?" tanya balik Jacob.
"Jam setengah enam, tepat saat matahari terbenam," jawab Danish.
Jacob tersenyum, mengangguk.
"Selamat, dan semoga berjalan dengan lancar." Jacob menepuk bahu Mr. Danish. Saat ini, ia sedang menunggu Lucas, Mike, dan Tyson untuk membawakan cincin yang ia titipkan pada mereka.
Jacob mengambil ponselnya dan menelpon Bastian.
"Hallo, Bas, dimana Lucas, Mike, dan Tyson?"
"Aku tidak tahu mereka pergi kemana, aku juga mencari mereka."
"Kalau ketemu, suruh mereka temui aku secepatnya."
***
"Mr. Frank, ada seseorang yang mencoba untuk memasuki wilayah kita di antartika," ucap salah seorang hacker yang menghampiri Mr. Frank.
"Siapa?" tanya Mr. Frank.
"Mereka tidak dikenali, namun kami berhasil mendapatkan data mereka," jawab hacker itu.
Mr. Frank segera pergi ke sebuah ruangan yang terdapat beberapa hacker terbaik yang sedang bekerja.
"Ini." Hacker itu menunjukan sebuah data diri seseorang melalui layar komputernya.
"Siapa lagi dia? Apa yang akan dia lakukan di daratan es itu?" Mr. Frank mengambil ponselnya, menatap lamat layar benda pipih tersebut.
"Aku akan menghubungi temanku yang ada di sana, apa mereka mengetahui kedatangan orang itu, dan kau terus cari tahu tentang orang itu." Mr. Frank segera pergi meninggalkan ruangan itu.
"Hallo... Hubungkan aku dengan atasanmu!" Mr. Frank sedang menelpon seseorang sembari berjalan.
***
"Kalian pergi lah ke kantin duluan, aku akan mencari Lucas dan yang lain," ucap Bastian. Ia segara pergi mencari tiga anggota timnya yang tiba-tiba menghilang. Ia mencari ke seluruh tempat dan setiap sudut WOSA. Ia juga jauh-jauh berjalan ke daerah pantai untuk menemukan Lucas, Mike, dan Tyson.
Bastian berjalan lagi menuju taman bunga dekat kolam ikan yang ada disebelah jembatan penghubung antara gedung asrama dan gedung para mentor. Ia mengelilingi taman itu. Nihil juga. Bastian menghela nafasnya. Ia mengedarkan pandangannya di sekeliling taman.
Tapi tunggu....
Kedua mata Bastian memicing. Ia melihat sebuah kotak kecil berwarna merah di bangku taman. Ia mendekati bangku taman itu dan mengambil kotak kecil berwarna merah tersebut. Bastian seperti mengenalinya. Ia lantas membuka kotak itu.
Sebuah cincin? Ya ampun, kenapa cincin itu bisa ada disana? Dimana Lucas dan yang lain? Jacob bisa marah kalau tau mereka kehilangan cincin yang sudah dititipkan. Bastian menepuk keningnya. Untung saja Bastian menemukan cincin itu.
Akhirnya, Bastian memutuskan untuk tidak mencari Lucas, Mike, dan Tyson lagi. Ia lebih memilih untuk segera memberikan cincin itu pada Jacob.
Bastian berjalan ke gedung mentor yang tidak jauh dari taman tempat ia menemukan cincin itu. Tepat saat ia memasuki gedung mentor, ia melihat Lucas, Mike, dan Tyson masuk ke dalam ruangan Jacob. Bastian panik lalu segera berlari sebelum Jacob memarahi ketiga kawannya sebab sudah abai.
Maudy dan Nakyung yang sedang ada di ruangan pun Jacob sedikit terkejut sebab Lucas, Mike, dan Tyson tiba-tiba masuk.
Mereka saling bertatap bingung.
"Aku mencari kalian, ke mana saja kalian?" tanya Jacob.
"Kami.... Kami... Ada di taman," jawab Tyson gugup.
Jacob berdecak, "Dimana cincin itu?" tanyanya.
Lucas, Mike, dan Tyson tertegun saat mendengar pertanyaan Jacob barusan. Mereka sudah pasrah. Mungkin Jacob akan menghukum mereka dengan berjemur di bawah panas matahari, atau mungkin lebih.
"Emm.. Cincin nya." Mike gugup, lebih tepatnya takut.
"Cincinnya sudah..." ucap Lucas terpotong.
"Ada.. Ini cincinnya, Mr. Jacob!" sahut Bastian yang tiba-tiba datang sambil menunjukan kotak merah berisi cincin itu.
Antara bingung sebab Bastian yang tiba-tiba muncul dan bahagia karna ternyata kotak merah berisi cincin itu ada pada Bastian, Lucas, Mike, dan Tyson diam, menyerngitkan dahi.
Jacob mengambil kotak cincin itu.
Sedangkan Bastian menatap ke arah tiga temannya itu lalu mendengus pelan.
"Kenapa bisa ada padamu?" tanya Jacob.
"Aku menemukan itu di atas meja di kamar asrama kami. Sepertinya mereka lupa membawanya padamu," jawab Bastian, berbohong.
"Ya, kami lupa!" sahut Lucas sambil tersenyum kaku.
Mike menginjak kaki Lucas, membuat Lucas meringgis menahan sakit.
Bastian melayangkan tatapan tajamnya pada Lucas, sementara yang ditatap tajam langsung menunduk.
"Baik, terima kasih. Kalian boleh kembali," ucap Jacob seraya berbalik, melangkah ke arah meja kerjanya.
Bastian segera menarik tangan Mike yang ada disisinya lalu membawanya keluar, disusul Lucas dan Tyson di belakang. Ia membawa ketiga temannya itu ke kantin dengan perasaan sebal.
Alesha dan yang lain sedang menunggu sambil asik berbincang, sedangkan Aiden, dia fokus pada ponselnya.
"Kalian hampir saja membuat Mr. Jacob marah!" dengus Bastian sambil duduk di sebelah Aiden.
"Ada apa?" tanya Nakyung.
"Mereka hampir menghilangkan barang milik Mr. Jacob," jawab Bastian.
"Barang apa?" tanya Alesha.
"Sebuah lukisan dinding kecil," Jawab Bastian, berbohong.
"Kenapa bisa hilang?" tanya Stella.
"Tanya mereka." Bastian menengok ke arah Lucas, Mike, dan Tyson.
"Kami tidak bermaksud menghilangkan itu. Kami hanya lupa saja," ucap Mike.
"Kalian ini." Nakyung mendengus.
***
Vincent melemparkan gelas berisi minuman ke arah tembok. Gelas itu hancur seketika dan air yang ada didalamnya tumpah di atas lantai.
"Tuan, mobil anda sudah siap," ucap seorang pelayan.
Vincent tidak mau banyak membuang waktu. Ia segera pergi menuju mobilnya dan pergi kesuatu tempat.
Dubai. Tempat di mana gedung pencakar langit tertinggi berada. Vincent akan menemui seseorang di gedung itu. Ia ingin membicarakan hal yang penting untuk kelanjutan bisnisnya.
Setibanya ia di gedung itu. Vincent langsung menuju ruangan dimana orang yang akan ia temui berada. Di belakang Vincent, ada dua orang yang dengan sigap mengawalnya.
Vincent masuk ke sebuah ruangan yang besar dan bergaya elegan itu. Ia duduk di atas sofa yang empuk dengan bertumpuk kaki.
"Apa kabar, Vincent?" tanya seorang lelaki dari belakang.
"Jangan tanya seperti itu, kau tau keadaanku saat ini," jawab Vincent.
Lelaki itu menyeringai.
"Apa anak buahmu sudah melacaknya?" tanya Lelaki itu.
"Sudah, namun mereka menambah keamanannya sehingga kami sangat kesulitan untuk melacak pencuri itu," jawab Vincent dengan sedikit emosi.
"Jika SIO tau, mereka akan memburu pencuri itu juga, dan kau akan kalah," ucap lelaki itu sambil meminum air sodanya.
"Tidak akan kubiarkan itu terjadi." Vincent mengepalkan tangannya, "Aku meminta bantuanmu dalam hal ini. Aku akan kalah jika menghadapi SIO dan pencuri itu sendiri, jadi bantu aku."
"Kau memohon padaku?" ledek lelaki itu.
Vincent menggeram menahan amarahnya, "Ya!" ucap Vincent dengan sangat terpaksa.
"Apa yang akan aku dapatkan jika membantumu?" tanya lelaki itu.
"Kau akan kuberikan bonus yang lebih besar," jawab Vincent.
"Lima puluh persen," nego lelaki itu.
"Empat puluh persen," balas Vincent.
Lelaki itu menatap Vincent seraya berpikir.
"Baiklah," ucap lelaki itu.
***
"Aku mengantuk, aku akan tidur," ucap Nakyung sambil menguap. Ia segera pergi ke tempat tidurnya lalu berbaring dan tertidur.
"Ini jam tiga sore, aneh, kalau mau dari tadi siang tidur," komen Stella.
Tidak ada balasan dari Nakyung. Mau ini siang atau pun sore, ia tak perduli. Ia mengantuk, dan hanya ingin tidur saat ini.
"Aku akan menonton film saja diponselku," ucap Alesha.
Stella bergegas mendekati Alesha, "Aku ingin ikut menonton."
Alesha bergeser sedikit kesisi kasurnya untuk memberikan Stella ruang untuk duduk dan ikut menonton film bersamanya.
***
Sementara itu, hari semakin gelap, Jacob pergi kesebuah tempat di tebing jurang. Suara ombak di bawah sana saling bergemuruh, membuat percikan dan hembusan angin terasa lebih kencang. Di sana juga, sudah ada sebuah meja dan dua bangku. Di atas meja itu sudah dihiasi oleh taburan bunga mawar dan juga satu buah vas bunga kecil.
Jacob tersenyum memandang matahari senja. Disini lah tempat ia akan menyatakan cintanya.
"Jacob!" panggil Danish.
"Kau tampan," puji Jacob.
"Aku ingin berterima kasih padamu. Kau memang sahabat terbaik kami." Danish memeluk Jacob.
"Semoga kau bahagia," balas Jacob.
Danish tersenyum lebar. Mengangguk.
"Aku akan segera kembali," ucap Jacob lalu pergi. Ia berjalan menuju ruang para mentor, tepatnya ruang Laras.
Tok... Tok... Tok....
Jacob mengetuk pintu.
" Masuk!" sahut Laras dari dalam.
Jacob melangkah masuk.
"Haii, Jack, ada apa?" tanya Laras, menatap sahabatnya itu.
Jacob tersenyum pada Laras yang hanya memakai celana jeans dan baju kemeja.
"Ayo ikut aku," ucap Jacob.
"Kemana?" tanya Laras.
"Taman, aku butuh bantuanmu, " jawab Jacob.
Laras mengangguk.
Mereka lantas pergi menuju sebuah taman terpencil dan jauh dari gedung mentor.
Jacob mengambil sebuah kain panjang lalu menutupi kedua mata Laras dengan kain itu.
"Jack, apa yang kau lakukan?" tanya Laras, panik.
"Jangan panik, tenang saja, aku tidak akan menyakitimu," jawab Jacob, "Ikuti aku." Jacob menggiring Laras untuk berjalan.
Sebentar, Laras masih tidak tahu apa yang kawannya itu lakukan? Sebenarnya ada apa dengan Jacob? Kenapa matanya harus ditutupi kain seperti ini?
Sekitar beberapa meter dari Jacob dan Laras. Maudy dan Merina sedang berjalan berdua. Mereka baru saja menyelesaikan tugas yang Jacob beri.
"Hei, tunggu." Merina menarik tanya Maudy.
"Apa?" tanya Maudy.
"Lihat, Mr. Jacob, apa yang akan dia lakukan? Dan itu seperti Mrs. Laras," jawab Merina.
Mereka berdua memperhatikan Jacob yang sedang membimbing Laras berjalan.
"Ayo ikuti!" Maudy berjalan perlahan agar tidak ketahuan oleh Jacob. Merina menyusul.
Jacob menggiring Laras ke bukit dimana Danish berada. Tepat sebentar lagi, matahari akan terbenam. Maudy dan Merina juga sudah bersembunyi di balik pohon.
Setibanya di tempat tujuan, Jacob segera menyerahkan tangan Laras pada Danish, lalu setelah itu Jacob melangkah mundur, meninggalkan kedua sahabatnya tersebut.
Danish beralih ke belakang punggung Laras.
"Jacob!" panggil Laras.
Danish mengelus pelan rambut kekasihnya itu.
"Jacob!" panggil Laras lagi.
"Jangan buka matamu sebelum hitungan ketiga, atau aku akan melakukan hal tidak akan kau duga," Bisik Danish.
Deg!
Laras tercekat. Ia lantas mengangguk. Memperhitungkan situasi. Jika seseorang yang barusan bicara itu adalah musuhnya, ia tidak akan segan menghajar orang tersebut.
Sementara Danish, kini, ia membuka kain yang menutupi mata Laras itu perlahan dan segera beralih, kehadapan Laras. Ia mengambil sebuah kotak kecil berwarna merah.
"Itu seperti kotak yang tadi Bastian beri ke Mr. Jacob," bisik Maudy.
Merina mengangguk setuju.
Danish membukan kotak itu hingga menampakkan sebuah cincin emas putih yang sangat indah yang tadi Jacob titipkan pada Lucas, Mike, dan Tyson.
"Tiga. Buka matamu," ucap Danish.
Perlahan, Laras membuka matanya bertepatan dengan matahari yang sudah di ujung laut.
"Sosweet," bisik Merina yang terharu saat menyaksikan kejadian romantis di depannya itu.
Namun ternyata Jacob mendengar itu. Ia yang tadinya tersenyum ke arah temannya pun beralih dengan menatap bingung ke arah Merina dan Maudy. Bagaimana bisa kedua gadis itu ada di sini? Jacob segera mendekati Merina dan Maudy.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Jacob.
"Melihat pemandangan yang menyejukan hati," jawab Merina tanpa mengalihkan pandangannya dari Laras dan Danish.
Jacob menggeleng kan kepalanya, tak percaya kalau dia anak didiknya itu bisa ada di tempat ini.
"Danish?" Laras menatap bingung kearah Danish yang sedang tersenyum bahagia.
"Mau kah kau menikah denganku, Laras?" ucap Danish dengan penuh pengharapan.
Laras terkejut! Sungguh. Kedua bola matanya terbelalak kaget. Sebentar, bagaimana bisa? Apa yang harus ia katakan? Laras benar-benar tidak menduga ini.
Danish masih menatap mata Laras dengan binar penuh kebahagiaan dan harapan. Ia sangat yakin jika pacarnya itu akan menerima lamarannya.
Laras masih diam. Rasa haru memenuhi segala penjuru diri dan lubuk hatinya. Ia meneteskan air matanya saking tak kuasa atas dan tak menyangka dengan apa yang kekasihnya itu persembahkan. Sampai sejurus kemudian, ia mengangguk sembari menangis sesegukkan.
Mendapati itu, Danis tersenyum lebar. Ia bahagia, sangat amat bahagia, lamarannya telah diterima oleh Laras. Tak membuang waktu, ia segera memasukan cincin itu pada jari manis Laras.
Laras masih menangis sesegukkan. Tentu saja. Wanita mana coba yang tidak terharu dan bahagia saat dilamar oleh Sang Kekasih di waktu dan tempat yang seromantis itu?
Sesaat kemudian, Danish beranjak berdiri dan segera memeluk Laras dengan erat.
"Terima kasih," ucap Danish.
Maudy dan Merina juga meneteskan air matanya karna terharu.
"Tunggu.." Merina menghapus air matanya.
"Aku pikir Mrs. Laras adalah kekasih Mr. Jacob," ucap Merina.
Jacob terbelalak mendengar ucapan Merina.
"Kalian sangat dekat, seperti sepasang kekasih," lanjut Merina.
"Kau benar." Maudy menggangguk setuju sambil menghapus air matanya.
Hey! Jacob terkekeh. Lucu. Itu yang ada dipikirannya pertama kali saat mendengar ucapan Merina. Ia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Kami sangat dekat karna kami teman lama, dia rekan setimku saat masih pendidikan di WOSA," ucap Jacob.
"Aku terharu," ucap Maudy.
"Lalu bagaimana denganmu? Siapa kekasihmu?" tanya Merina.
Jacob terdiam. Ia menunduk sesaat lalu tersenyum. Di sini adalah tempat dimana tadinya Jacob akan melamar Yuna. Namun takdir berkata lain. Jacob sudah kehilangan Yuna sekarang dan selamanya.
"Aku tidak mempunyai kekasih saat ini," jawab Jacob.
"Kau terdahului oleh temanmu," ucap Merina.
Jacob hanya tersenyum mendengar itu. Entahlah, saat ini ia merasa miris dengan nasib tragis yang menimpa percintaan.
"Aku mencintaimu," ucap Danish sembari menatap penuh cinta kekasihnya, Laras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments
Lia halim
mr danish so sweet, beruntungnya lamarannya di terima🙌
2021-02-11
0
Dina (ig : dinaezyu)
hay thor
2021-01-08
0
Rumia_tingel
Cover nya bagus dan ceritanya menarik. semangat kak
2020-12-16
0