Guruh melihat asap membumbung tinggi. Dirinya berlari menghampiri. Melihat perkampungan kosong, Guruh bingung.
"Tak ada jejak kehidupan tapi mengapa ada asap? " gumamnya bingung.
Guruh berkeliling mencari orang yang berada di kampung. Mengikuti asap untuk mencari kehidupan. Beberapa rumah ia ketuk namun tak ada sahutan dari dalam. Kebingungan melanda. Rasa haus mendera membuat Guruh masuk ke dalam salah satu rumah mencari air minum. Melihat kendi air minum, ia meneguk langsung dari sumbernya. Dahaga menghilang seketika.
Guruh melanjutkan perjalanannya mencari sumber asap yang kian dekat. Melihat ujung atap rumah tinggi, ia tahu asalnya. Buru-buru berlari menghampiri rumah tersebut. Guruh ternganga ketika pintu terbuka lebar menampilkan pulahan mayat bertumpuk-tumpuk layaknya gunung. Darah menggenang di lantai begitupun dinding. Lampu pijar menyala di sudut-sudut rumah. Begitu gila jika dibayangkan. Seluruh warga terbunuh. Seseorang berdiri membelakangi tumpukan mayat tersebut menegak cairan di dalam mangkuk. Tubuh Guruh bergetar melihat warnanya. Orang tersebut berbalik mengusap cairan di sudut bibir dan tersenyum lebar.
"Pak Parno! " ucap Guruh
Suara geraman terdengar ke luar dari mulut Pak Parno.
"Kemarilah.. Aku tak akan membunuhmu, bantu aku membakar mereka, " ucapnya dengan suara besar.
Guruh diam. Pak Parno mengambil lampu pijar berjalan ke arah Guruh.
"Berhenti! "
Pak Parno menghentikan langkahnya. Guruh panik memikirkan sesuatu.
"Kau harus melakukannya atau bau busuk tercium. Bukankah kau tak suka? " ucap Pak Parno menghilang dan muncul di depan Guruh mencekiknya. Lidahnya terjulur menyapu wajah Guruh hingga berlumuran darah. Kesadaran Guruh Samar-samar buram. Keadaan akhir yang ia lihat hanyalah senyuman Pak Parno.
Hawa panas membangunkan Guruh. Dirinya meronta-ronta ketika tubuhnya terikat pada tubuh salah satu mayat.
"Tolong!!... Tolong...!! "
Teriakan pertolongan putus asa dari Guruh pertanda bahwa ia benar-benar pasrah. Tumpukan mayat menggunung dengan ia berada di puncak layaknya persembahan dengan api membakar bagian bawahnya. Beberapa sudut telah terbakar oleh api.
"Brengsek!!! "
Bau gosong tercium pekat ditambah bau amis membuat perpaduan campuran bau aneh. Kepala Guruh terasa pusing. Ikatan tali kuat membuatnya berpikir bahwa hari ini adalah kematiannya bersama dengan para mayat warga.
"Brakkkk...!!!"
Seseorang mendobrak pintu. Guruh menoleh melihat Lestari membawa balok kayu serta kain basah di punggungnya.
"Tolong aku! " terik Guruh.
Lestari merangkak menaiki tumpukan mayat tanpa rasa jijik sekalipun. Ia melepaskan tali yang mengikat Guruh.
"Kita terkepung. Seluruh kampung terbakar oleh api, " ucap Lestari.
"Masih ada harapan, " balas Guruh menggendong Lestari terjun dari atas berlari menerjang kobaran api.
Perkampungan terbakar dan asap tersebar kemana-mana. Keduanya bingung. Guruh melihat jalan setapak dan berlari mengikutinya berharap ke luar dari perkampungan.
"Asap membumbung tinggi di beberapa arah. Aku yakin Dia melakukan hal yang sama. Kita harus kembali, " ucap Lestari.
"Tidak. Aku menaruh kecurigaan kepada orang yang bernama Heru, " balas Guruh.
"Apakah kau tak menyesal jika mereka semua tewas? " tanya Lestari.
Guruh tak memberikan jawaban. Ia tetap fokus ke depan.
"Kita ke hutan larangan. Aku tahu harus menemui siapa, " ucapnya tegas.
Guruh mengikuti instingnya pergi ke wilayah hutan larangan. Pohon-pohon tinggi dan rimbun yang bahkan menutupi cahaya matahari membuat lingkungan sekitar menjadi lembab.
"Aku mendengar terdapat sebuah goa konon sebagai tempat pemujaan ratu hutan mati atau larangan, " ucap Lestari.
Guruh berhenti melihat sekitarnya. Lestari kebingungan.
"Apakah kau tahu ciri-ciri ratu hutan mati? " tanya Guruh.
"Konon berwajah cantik berambut panjang dengan kulit seputih susu dan sehalus giok, " jawab Lestari.
"Berbadan setengah ular? , " tanya Guruh.
Lestari mengrenyitkan dahinya mendengar pertanyaan Guruh. Suara ular berdesis terdengar samar-samar.
"Jangan-jangan! " ucap Lestari.
"Ratu hutan mati adalah ratu kawanan ular! " balas Guruh.
Ular-ular besar melilit pepohonan menjulurkan lidahnya kepada mereka berdua.
"Kita pergi!! " ucap Guruh.
Mereka berdua berlari menghindari kejaran kawanan ular. Beberapa kali ular berjatuhan dari atas menghadang perjalanan mereka.
"AAAA....!!!!"teriak Lestari.
Guruh menoleh melihat Lestari terkepung oleh anakan ular. Ia membawa dahan pohon memukul-mukulkan ke tanah menarik lengan Lestari membawanya pergi. Mereka berlari hingga sampai di depan sebuah goa. Beberapa ular yang mengejar tak berani untuk mendekat.
"Kita memasuki kawasan terlarang dari hutan mati. Tempat ratu berada, " ucap Lestari.
Perasaan Guruh mengatakan bahaya tersembunyi mengintai. Ia menoleh ke sana kemari mencari apa yang menyebabkan perasaannya tak enak. Dirinya teringat rambut panjang menjuntai pada saat berada di rumah lamanya.
"Bukan membantu melainkan perjanjian. Pak Yoto menukar nyawanya demi melindungi warga desa dari keganasan pak Parno, " batinnya menarik kesimpulan.
Guruh memimpin jalan memasuki goa bersama dengan Lestari. Udara lembab serta jalan licin menjadi medan esktrem. Dengan hati-hati mereka berjalan menuju tempat altar pemujaan ratu hutan mati. Suara ular berdesis terdengar di balik kegelapan terdengar jelas.
"Lihatlah! Di sana batu pemujaan terlihat jelas. Tapi kita tak membawa apapun. Apakah sang ratu memenuhi panggilan? " ucap Lestari.
"Darahku mampu memanggilnya, " balas Guruh.
Mereka sampai di altar. Batu tumpul berada di tengah-tengahnya. Guruh mengoleskan darah dari lukanya pada batu tersebut. Beberapa saat kemudian suara desisan ular terdengar begitu jelas dan menggema. Lestari menepuk-nepuk pundak Guruh memberikan isyarat untuk melihat ke atas. Guruh mengikuti dan betapa terkejutnya ketika melihat dua ular raksasa tengah saling melilit satu sama lain.
"Mereka tengah kawin, " ucap Guruh lirih.
Salah satu ular menjulurkan kepalanya menatap mereka berdua dari atas. Perlahan-lahan berubah dimana setengah badannya adalah manusia. Lidahnya menjulur mengusap sudut bibirnya.
"Darah yang begitu hangat dan manis. Ternyata darimu, " ucap ratu ular.
"Aku ingin membuat perjanjian denganmu, " balas Guruh.
Lestari terkejut menoleh tak percaya kepada Guruh.
"Apa yang kau lakukan!? "
Guruh mengabaikan teriakan Lestari. Ia menatap ratu ular dengan sungguh-sungguh.
"Apa yang kau minta? " tanya ratu ular.
"Menjaga warga desa dari serangan makhluk halus lainnya, " jawab Guruh.
Ratu ular turun dari langit-langit begitu dekat dengan Guruh. Mengulurkan lengan menyentuh wajah Guruh sembari tersenyum. Lidahnya menjulur ke luar sesekali.
"Apa imbalanku? " tanya ratu ular.
"Tidak ada, " jawab Guruh singkat.
Ratu ular terbelalak. Batu raksasa terbang mengarah kepada Guruh. Ratu ular menghancurkannya hanya dengan lambaian tangan.
"Jangan terburu-buru untuk marah. Anak ini begitu unik, "ucap ratu ular.
Ular hitam besar merubah wujudnya menjadi laki-laki gagah mengenakan mahkota berkalung emas. Dia adalah raja ular pasangan dari ratu ular. Guruh mengeluarkan mustika hijau memberikannya kepada ratu ular.
" Manik Bhumi? "ucap raja ular mendekat.
" Ternyata darahmu yang membangkitkan Dia dan Yoto menukarkan nyawanya sebagai jiwa kehidupan mu, "ucap ratu ular kepada raja ular.
Raja ular mengamati mustika hijau berkilau di tengah kegelapan. Ia meletakkan pada mahkota emas miliknya memancarkan kekuatan magis luar biasa.
" Baiklah. Aku akan melindungi mereka. Kembalilah ke kampungmu. Bawahan ku akan mengawal kalian, "ucap raja ular.
Guruh menganggukkan kepala mengajak Lestari pergi meninggalkan goa. Ratu ular menatap suaminya yang tengah terdiam.
" Kau ingin membantunya karena memiliki darah terkutuk? "
"Bukan. Pertarungan di masa lalu aku memang kalah, namun aku akan menang kali ini, " balas raja ular.
Mereka berdua berjalan ke luar goa diantar oleh beberapa ular. Raja dan ratu ular kembali saling melilit pilar batu mengungkapkan cinta terdalamnya melakukan penyatuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments