Guruh terbangun berada dikamarnya. Pintu terbuka menampilkan Mbok Sum tengah membawakan bubur hangat.
"Tuan sudah bangun. Mbok bawakan bubur buat makan, " ucapnya ramah.
Guruh sedikit pusing namun ia memaksakan diri untuk bangun.
"Apakah kabut telah hilang? " ucapnya langsung tanpa ragu.
"Kabut menghilang bahkan membuat para warga kebingungan dan merasa senang. Namun mereka juga terkejut karena mendengar kabar kematian, " balas Mbok Sum.
"Siapa yang meninggal? " tanya Guruh.
"Pak Yoto, " jawab Mbok Sum.
"Deggg...! "
Jantung Guruh seakan terhenti. Baru beberapa waktu lalu ia bersama dengan Pak Yoto mengecek rumah lama keluarganya. Seketika ia berdiri berniat untuk pergi namun dicegah oleh Mbok Sum.
"Makan dulu, " ucapnya tegas.
Guruh menghargai Mbok Sum dengan memakan bubur buatannya. Beberapa menit berlalu, ia bersiap untuk ke luar rumah. Jalan setapak dilewati dengan medan licin serta basah. Guruh dengan bekal perkataan Mbok Sum memutuskan untuk mengecek lokasi rumah Pak Yoto. Kerumunan warga memenuhi sebuah rumah sederhana. Guruh dari kejauhan telah menebak apa yang terjadi.
"Ini... " ucapnya tak bisa berkata-kata melihat jasad pak Yoto.
Kepala terpisah dengan tangan berdarah-darah. Bagian atas dan bawah tubuhnya seakan tak menyatu. Begitu mengenaskan ketika melihatnya. Guruh melihat seorang pria mendekati jasad Pak Yoto dan memimpin para warga untuk menguburkannya. Guruh diam menyingkir dari pandangan. Waktu berlalu begitu cepat dan orang yang sebelumnya ia lihat menghampirinya.
"Ada apa ya pak? " tanya Guruh.
Pria tersebut tersenyum ramah memberikan sesuatu kepada Guruh yang terbungkus oleh kain putih.
"Mutiara sakti milik ratu hutan larangan aku kembalikan kepadamu, " ucapnya lirih.
Guruh menerima dan segera menyembunyikannya.
"Siapa nama Anda dan mengapa bisa tahu ini adalah milik saya? " tanya Guruh.
"Maaf. Perkenalkan saya Heru, hanya warga biasa yang dikaruniai berkah oleh Tuhan, " jawabnya bersungguh-sungguh.
Guruh menganggukkan kepala mengerti. Ia hendak berbalik untuk pergi namun Heru mencegahnya.
"Jika ingin memecahkan semua masalah maka harus menghilangkan sampai ke akarnya, "
"Bagaimana caranya? " tanya Guruh.
"Kembali ke masa lalu namun dengan syarat harus membuka penuh mata batinmu dan menyambungkan kedua alam nyata dan tak nyata menjadi satu jalur waktu, " jawab Heru.
"Dimana aku bisa memulainya? " ucap Guruh.
"Rumah lama kediaman mu. Itu adalah portal alam nyata dan tak nyata dan tempat perjanjian darah dimulai. Resiko begitu besar namun tak mesti sekarang melakukannya. Carilah kepingan ingatan di kampung ini sesuai kata hatimu, " balas Heru.
"Aku mengerti. Dimana aku bisa menemukan tempat menenangkan diri? " tanya Guruh.
"Arah selatan dibalik ilalang terdapat sungai jernih, " jawab Heru berpamitan untuk pergi.
Guruh melihat punggung Heru dari kejauhan dan dirinya berbalik menuju sungai yang dimaksud. Tanpa ia sadari Heru berhenti dan menyunggingkan senyum misterius.
Guruh mendengar suara aliran air. Ia membelah ilalang tinggi dengan semangat hingga melihat sungai jernih mengalir pelan. Guratan senyum muncul. Ia duduk di atas batu merenungkan diri.
"Pak Yoto tewas apakah karena karma membantuku? "
Guruh mengeluarkan mutiara hijau menatapnya berharap ada keajaiban terjadi. Angin pelan berhembus menyejukkan diri. Suasana begitu hening.
"Aku tahu apa yang harus kau lakukan, " ucap seseorang.
Guruh berbalik melihat perempuan cantik berjalan kepadanya dan tanpa ragu duduk disamping dirinya.
"Siapa namamu? " tanya Guruh.
"Endang Lestari"
"Ohh... Apa maksud dari ucapanmu itu? " ucap Guruh.
"Kau harus mengikuti Pak Parno untuk mendapatkan petunjuk. Kutukan keluarga mu haruslah berakhir berkat nenekmu Nyai Maryam. Namun seseorang mempraktikkan ilmu hitam dan aku curiga para abdi keluarga mu lah yang mempraktikannya, " balas Lestari.
Guruh teringat akan suatu makanan yang selalu ada ketika hidangan tersaji.
"Singkong!" ucapnya tersadar.
"Nah! Itu adalah makanan pemanggilan iblis peliharaan kakekmu. Pak Parno patut dicurigai, " balas Lestari.
Guruh mengangguk setuju. Pandangannya tanpa sengaja melihat Pak Parno tengah membawa nampan melewati sungai. Lestari mengikuti bola mata Guruh.
"Kita ikuti Dia! " ucapnya bersemangat.
"Tunggu! " balas Guruh.
Lestari berhenti. Ia berbalik menanyakan apa maksud Guruh menghentikannya.
"Mengapa kau tiba-tiba datang dan membantuku? " tanya Guruh.
"Kakek, Nenek hingga Bapak dan Ibuku adalah abdi setia keluarga Soemarmo. Keluargamu memperlakukannya dengan baik. Aku ingin membalas budi, " jawab Lestari meraih lengan Guruh mengajaknya untuk buru-buru mengejar Pak Parno.
Mereka mengikuti dari belakang melihat pak Parno membawa sesajen sembari menggumamkan sesuatu di sepanjang perjalanan. Tanpa mengenakan alas kaki, ia mendaki dengan mudahnya.
"Sepertinya benar dugaanmu, " ucap Guruh.
Mereka berdua bertatapan sebelum melanjutkan perjalanan. Mereka bersembunyi di balik batu melihat Pak Parno tengah meletakkan sesaji di depan batu menancap berbentuk persegi panjang. Ia melakukan sujud tujuh kali membenturkan kepalanya hingga darah mengalir membasuh batu tersebut. Pak Parno membuka bungkusan kain jarik membuat keduanya terkejut melihat kepala kambing hitam. Diletakkannya kepala kambing di depan sesajen. Pak Parno melakukan ritual merapalkan mantra. Angin kencang datang begitu hebat disusul dengan bayangan hitam raksasa mengangkat lengan menusukkan cakarnya menembus tubuh Pak Parno.
"Crasshhhh... "
Guruh menoleh ke arah Lestari dimana ia tak henti-hentinya merapalkan mantra.
"Dia mati? " ucapnya lirih.
Guruh melihat darah menggenang meneteskan nya di atas kepala kambing. Api tiba-tiba menyala mengelilinginya. Perasaan tak enak dirasakan Guruh ketika melihat api menyala. Kedua mata dari kepala kambing terbuka membuat Guruh terhenyak. Segera ia meraih lengan Lestari membawanya pergi.
"Ayo kita pergi! Kegilaan ini harus diatasi di kemudian hari" ucap Guruh.
Lestari menolak pergi. Perasaan Guruh semakin tak enak. Ia berbalik ketika tak lagi mendengar ocehan Lestari. Betapa terkejutnya ketika tubuh Pak Parno kembali utuh. Layaknya mayat hidup ia menatap Guruh dan Lestari.
"Kabur!!! " teriak Lestari.
Guruh memegang lengan Lestari kabur tanpa tahu arah. Sesekali mereka menoleh ke belakang.
"Glubukk!!!.. "
Guruh berhenti melihat ke sampingnya dan sosok mengerikan menjulurkan lidah menatap dirinya. Tangan yang ia pegang berubah menjadi lengan busuk berlendir hijau. Bau gosong tercium darinya. Pocong hitam mengelilinginya.
"Lestari!.. Lestari!! " teriak Guruh memanggil.
Ia melepaskan diri dari cengkraman pocong namun tak bisa. Wajah mengerikan semakin dekat dengannya. Angin kencang menerbangkan pocong yang menindih tubuh Guruh membuat kesempatan untuk kabur. Dirinya berlari di hutan hingga bergelinding ketika tergelincir. Tubuhnya tak lagi bersih penuh akan lumpur. Suara tertawa menggema. Guruh seakan gila dibuatnya. Beberapa kali ia melihat pocong terbang dari pohon ke pohon begitupun dengan wanita berambut panjang tertawa di sepanjang ia berlari.
Pohon tumbang beberapa kali menghalangi jalan Guruh. Ia melihat seseorang berdiri di depan. Harapannya muncul.
"Pak!.. Pak... Tolong saya, " ucap Guruh menepuk-nepuk pundak lelaki tersebut.
Dengan panik ia menoleh ke sana ke mari takut pasukan pocong mengejar dirinya.
"Ada apa? " ucapnya menoleh.
"Saya di kejar.. " ucap Guruh terhenti ketika melihat dengan jelas wajah laki-laki didepannya itu. Pak Yoto dengan senyumannya mengarahkan golok kepada Guruh. Reflek mendorongnya begitu ia melakukannya, suara benda jatuh terdengar. Guruh lari ketakutan masuk ke dalam hutan lebih jauh menghindari kejaran Pak Yoto tanpa kepala mengacungkan golok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments