Memburu Nyawa

Sekelompok orang melakukan ronda pertama kali saling berdempetan takut ketika berkeliling.

"Sudahlah. Kita kembali ke pos ronda. Takut..!! " ucap Sugeng.

"Ahhh... " teriak Wawan membuat Sugeng dan lainnya menoleh.

Wawan menunjuk-nunjuk membuat Sugeng mengikuti arah pandangnya. Bayangan seorang wanita begitu jelas di tengah kabut.

"Hantu!! " teriak mereka serempak berbalik hendak berlari.

"Ehhh..!!! Kenapa lari!!! " teriak wanita tersebut.

Mereka berempat terhenti ketika mendengar balasan. Menoleh untuk melihat kebenaran.

"Loh!! Lestari? " ucap mereka terkejut dan bertanya-tanya.

"Iyaa.. Aku bawa pisang goreng sama kopi hitam," balas Lestari.

"Ngapain malam-malam keluar sendiri? " tanya Sugeng.

"Aku dari pos ronda tapi tak menemukan siapapun. Ternyata bertemu disini. Lebih baik kita kembali makan makanan ini dulu, " jawab Lestari.

Sugeng bertanya kepada kawannya apakah setuju. Mereka menganggukkan kepala. Bersama dengan Lestari kembali ke pos ronda. Kopi hitam panas dan pisang goreng hangat yang disajikan membuat Sugeng dan kawan-kawan tertarik.

"Silahkan! " ucap Lestari.

Sugeng yang pertama mengambil pisang goreng. Begitu lahap dirinya makan. Wawan begitu tergoda dengan kopi hitam. Ia menyeruput dengan nikmat.

"Saya balik dulu, " ucap Lestari.

"Hati-hati dijalan! " ucap Sugeng.

Lestari tersenyum beranjak berdiri berjalan pulang. Sugeng dan kawan-kawan begitu lahap menikmati makanan Lestari.

"Setelah ini kita keliling bagi tugas. Aku sama Wawan ke utara, kalian ke selatan, " ucap Sugeng.

"Siap komandan!" bals mereka serempak.

Tepat pukul 01.00 mereka berpisah. Kini Wawan dan Sugeng berjalan keliling desa.

"Malam ini dingin, " ucap Wawan.

"Sepertinya karena kabut, " balas Sugeng.

Wawan terhenyak seakan tersadar sesuatu. Matanya terbelalak menepuk-nepuk pundak Sugeng.

"Kita harus cepat kembali! " ucapnya panik.

"Kenapa? " tanya Sugeng.

"Apakah kau tak ingat kalau kampung kita selalu diselimuti kabut. Setelah kematian pak Yoto barulah kabut menghilang. Dan kini kabut tebal kembali datang. Kabut mati! " jawab Wawan.

Sugeng terkejut dirinya teringat. Mereka berdua saling pandang hendak berlari sebelum pandangan berubah gelap dengan tubuh ambruk seketika.

Pukul 06.00

Warga dikejutkan dengan kematian empat pemuda. Wawan dan Sugeng ditemukan tergeletak dengan sembilan lubang di tubuhnya mengeluarkan darah. Hal yang sama ditemukan pada tubuh dua orang berbeda. Pak Jito melihat hal tersebut dari dekat menyipitkan mata memikirkan apa yang terjadi.

"Aku yang akan berjaga malam ini. Kabut mati datang kembali. Siapa yang mempraktikkan ilmu hitam dikampung ini cepat mengaku atau aku binasakan! " ucap Pak Parno memberikan ancaman.

Seluruh warga dibuat diam. Tatapan Pak Parno begitu tajam. Semua orang mengetahui siapa Dia.

"Kita makamkan mereka, " ucap Pak Jito.

Semua warga bergotong-royong memakamkan empat pemuda desa yang masih perjaka. Setengah hari berlalu begitu cepat. Pak Jito menemui pak Parno yang bersantai di sudut halaman kediaman Sugeng.

"Pak Parno! " Panggil Pak Jito.

Pak Parno menoleh. Ia berjabat tangan dengan Pak Jito.

"Masalah teror ini saya serahkan kepada bapak. Bolehkah saya menemui pewaris keluarga Tuan Soemarmo? " tanya pak Jito.

"Tidak masalah. Tuan Muda berada di rumah. Maaf tidak bisa menemani karena saya perlu menyiapkan beberapa hal untuk nanti malam, " jawab Pak Parno.

"Saya mengerti, " balas Pak Jito pergi.

Suara ketukan membuat Guruh membuka pintu. Dia melihat pria paruh baya tersenyum kepadanya.

"Dengan Guruh? " ucapnya bertanya.

"Iya.. Saya sendiri. Ada yang bisa dibantu? " balas Guruh sopan.

"Saya Jito Kasun disini. Bolehkah berbicara? " ucap pak Jito.

"Silahkan... " balas Guruh mempersilahkan.

Pak Jito hendak melangkah masuk namun ia urungkan. Guruh terheran dibuatnya.

"Saya hanya ingin berbincang santai. Tidak perlu sampai dipersilahkan masuk, " ucap Pak Jito.

Guruh tak ambil pusing. Dia mempersilahkan untuk duduk di halaman.

"Kedatangan saya kali ini adalah meminta bantuan kepada Anda sebagai perwakilan keluarga terhormat di kampung ini, " ucap pak Jito memulai pembicaraan.

"Apa yang bisa saya bantu? " tanya Guruh.

"Saya minta Anda membuka ruang pusaka, " jawab Pak Jito.

Tatapan Guruh seakan berubah. Penuh kecurigaan terhadap Pak Jito.

"Saya tidak bermaksud apapun. Hanya ingin kampung ini aman, " ucap Pak Jito meluruskan pernyataannya.

Guruh menghela nafas panjang. "Sebenarnya ruang pusaka terkunci dan tak bisa dibuka semenjak aku kecil"

Pak Jito tampak kecewa. Ia berusaha tetap tersenyum.

"Tuan Soemarmo memiliki koleksi keris hebat salah satunya adalah keris Lintang Kidul. Pusaka yang dapat menangkal ilmu hitam untuk dinetralkan di laut selatan, "ucap Pak Jito.

Guruh memiliki kerutan. Ia tak memberikan jawaban langsung.

" Tidak perlu aku turun tangan. Pak Parno mampu mengatasinya. Aku tak akan membiarkan orang lain mengacak-ngacak wilayahku. Ucapanku mutlak, "ucap Guruh tegas. Pak Jito menelan ludah menganggukkan kepala. Aura Guruh penuh wibawa.

" Kalau begitu saya undur diri, "ucap Pak Jito berpamitan.

Guruh mempersilahkan pergi. Pandangannya mendongak melihat langit. Kabut menghilang entah kemana perginya.

" Begitu tragis kematian mereka. Apakah kakek yang melakukannya atau pak Parno sebab Dia tak pulang ke rumah semalaman, "gumamnya lirih.

Beranjak berdiri berjalan ke arah dapur melalui samping rumah. Samar-samar mendengar suara parutan. Mbok Sum tengah memarut beberapa singkong.

" Ada apa Pak Jito bertamu? "tanya Mbok Sum.

" Datang untuk meminta bantuan. Aku mengatakan bahwa pak Parno mampu mengatasinya, "jawab Guruh.

Mbok Sum menganggukkan kepala. Ia sesekali mencicipi singkong parut.

" Pak Jito pernah memiliki konflik dengan Tuan Soemarmo Sosrokartidjo pada saat dulu mencalonkan diri sebagai Kasun. Pak Jito lebih memilih meminta dukungan musuh Tuan Besar,"ucap Mbok Sum.

"Siapa namanya? " tanya Guruh.

"Basuki Leksono, " jawab Mbok Sum.

"Aku ingin mengetahui lebih lengkap siapa Dia, " ucap Guruh.

"Mbok tak tahu pasti siapa Dia. Tapi Tuan Besar begitu dendam kepadanya. Namun Basuki Leksono tampak menurunkan ego dan bahkan merendah ketika berhadapan dengan Nyonya, " balas Mbok Sum.

"Apakah cinta pertama? " batin Guruh.

"Pak Jito datang meminta bantuan dan membahas pusaka keris Lintang Kidul, " ucap Guruh membuat Mbok Sum memiliki ekspresi terkejut. Namun ia buru-buru mengubahnya.

"Salah satu pusaka kesayangan Tuan Besar. Mbok pernah melihat sekali seumur hidup, " ucap Mbok Sum.

"Apakah Mbok tahu ruang pusaka berada? " tanya Guruh.

Mbok Sum mengernyitkan dahi bingung ketika mendengarnya.

"Bukankah Tuan Muda tahu dimana letaknya? " ucap Mbok Sum kembali bertanya.

Guruh menepuk dahinya dan tersenyum lebar.

"Aku lupa, " ucapnya cengengesan.

Mbok Sum hanya geleng-geleng kepala melihatnya.

"Mbok tidak mengetahuinya bahkan Pak Parno sendiri. Tuan Muda harus mengingat-ngingatnya sendiri. Hanya keluarga utama yang mengetahuinya, " ucap Mbok Sum.

Guruh menggangukkan kepala diam berpikir. Ingatan masa lalu memberikannya gambaran bahwa salah satu seorang abdi perempuan tewas ketika melindunginya.

"Aku mengingat berada di ruang pusaka bukan kamar dan tulang manusia itu ditemukan pada kamar. Apakah ingatanku bisa salah? Atau jangan-jangan ada sesuatu yang terlewatkan? " batinnya bingung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!