"Ih, kok gue nggak pernah tahu sih, Key? Kalau lo itu jadi baristi?" Nindhi bertanya seraya merengek yang terdengar sangat lucu ditelinga Keysa.
Keysa yang sedang memotong bakso besarnya pun langsung tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Lo kan nggak pernah nanya soal itu, Nin," Keysa menyahut tak mau kalah seraya memasukan potongan bakso yang barusan dia potong itu kedalam mulutnya.
Jari telunjuk Nindhi terangkat untuk mengetuk-ngetuk pipinya berulang-kali. Dia tidak bergeming setelahnya, sekarang dia terlihat tengah diam seraya berfikir keras. "Eum, iya juga sih," Nindhi akhirnya mengalah seraya mengerutkan bibirnya. Lucu sekali.
...*...
Daffa tersenyum ketika matanya menangkap sang pujaan hatinya yang tengah duduk disalah satu bangku kantin. Duduk membelakanginya seraya meminum es jeruknya yang tadi dia beli di kantin. Sontak dia langsung menghampirinya. "I'm back my darling," Daffa berujar samar seraya memeluk leher Nindhi dari belakang.
Kontan hal itu langsung membuat Nindhi yang tengah menyeruput es teh pun menjadi tersedak karena ulah Daffa. "Uhuk, uhuk."
Keysa mendongakan kepalanya untuk menatap Daffa yang masih setia memeluk Nindhi dari belakang. Keysa memutar bola matanya jengah. "Anjir, bucin banget sih lo Daf jadi orang," Keysa mencibir seraya memasuk bakso yang barusan sudah dia potong ke dalam mulutnya.
Daffa yang mendengar perkataan Keysa pun hanya terkekeh geli. Daffa tersenyum tipis setelahnya. "Gapapa dong, yang penting gue bucinnya sama Nindhi doang," sahut Daffa tak mau kalah.
"Dari pada lo nggak ada yang ngebucinin," lanjutnya meledek. Namun tentu saja Daffa hanya bercanda, sejujurnya sangat banyak yang ngebucini Keysa namun Keysa tak peduli sama sekali. Alasannya sangat sepele karena dia tak menyukai mereka semua.
Keysa mendelik. Dia kontan menelan baksonya yang sedari tadi dia kunyah, dia terlihat sedikit kesal dengan Daffa. Susah memang kalau bicara dengan orang yang sudah bucin. Batinnya dalam hati.
"Serah lo dah!" Keysa menyahut kesal. Detik berikutnya dia kembali menundukan kepalanya, kini dia menatap berbinar baksonya yang masih masih tersisa setengah di dalam mangkuk.
Daffa hanya terkekeh mendengar jawaban dari Keysa yang terdengar kelewat kesal.
Nindhi yang sedari tadi diam pun kini ingin membuka mulutnya gara-gara ulah Daffa yang sangat keterlaluan. Tidak seharusnya dia memeluk Nindhi dari belakang, bukan? Apalagi saat masih berada di area sekolah alias kantin. Nindhi mengerucutkan bibirnya dengan lucu. Sejujurnya dia sangat risih dipeluk dari belakang seperti ini.
"Ih, lepasin Daf!" Nindhi merengek seraya berusaha menyingkirkan kedua tangan Daffa yang mengalung dilehernya. Sayangnya, Daffa tidak kunjung melepaskannya dan tenaganya pun tak sebanding dengan cowok yang sangat menyebalkan yang kini berada dibelakangnya, terlihat dia sekarang tengah senyum-senyum sendiri seraya mengeratkan pelukannya itu.
Sedangkan Keysa? Dia hanya mendengus jengkel ketika melihat dua human yang tidak ada akhak.
Nindhi memejamkan matanya sejenak. Dia berusaha untuk merendam emosinya yang sudah mencapai di ubun-ubunnya. Sesungguhnya dia juga sedang berusaha untuk tidak memukul Daffa sekarang juga. Dia malu sungguh sangat malu, bagaimana tidak? Murid yang kini tengah berada dikantin semuanya tentunya sedang memusatkan perhatian ke arahnya.
Kenapa Daffa memeluknya saat berada di kantin, huh?
Apakah Daffa tidak melihat banyak pasang mata yang kini tengah menatapnya?
"Lepasin nggak? Kalo lo nggak mau lepasin gue—" Nindhi menjeda perkataannya sejenak, lantas dia kembali berpikir.
"Gue nggak bakal mau bicara sama lo lagi," ancamnya dengan suara yang terdengar jengkel.
Kontan Daffa langsung membelalakan matanya ketika mendengar perkataan Nindhi barusan. Sejujurnya dia sudah tahu bahwa ancaman Nindhi itu tidak pernah main-main, bahkan beberapa hari yang lalu pernah salah satu ancaman pernah terjadi karena kelakuan Daffa membuat Nindhi harus mengusap dada berulangkali karenanya, tentu saja Daffa tidak mau jika kejadian itu terulang lagi.
Daffa cemberut. "Jangan dong sayang... Masa kamu tega sama aku?"
"Nih aku udah lepasin," lanjutnya terpaksa. Namun disisi lain dia juga merasa sedikit kesal karena sesungguhnya dia belum puas memeluk Nindhi dari belakang.
Refleks, Keysa dan David tertawa terbahak-bahak saat mendengar jawaban Daffa barusan. Keduanya kini tengah bingung, kenapa Daffa seolah takut sekali dengan ancaman yang dilontarkan dari mulut Nindhi tadi? Padahal Nindhi tadi hanya bercanda saja supaya Daffa bisa melepaskan pelukannya. Namun, tidak dengan Daffa yang menganggapnya serius.
Alis tebal Daffa seketika menyatu, dia bingung ketika mendengar dehaman seorang cowok. Dia baru sadar jika sedari tadi yang duduk di sini bukan Keysa dan Nindhi saja, tetapi ada satu cowok tampan yang ikut bergabung. dia duduk disebelahnya Keysa. Wajah itu... terasa sangat asing baginya. Tentu saja, karena sebelumnya dia tak pernah melihatnya.
Daffa berjalan menuju kursi yang letaknya tepat sebelah Nindhi dia langsung duduk. Namun matanya tidak lepas dari cowok yang tengah asyik menyeruput jus jeruknya. Dia memperhatikannya dengan sorot yang terlihat bertanya-tanya. "Eh, lo siapa? Kok gue kayak nggak pernah lihat lo si?" Daffa bertanya dengan menyipitkan matanya menyelidik.
Jujur saja, Daffa tengah penasaran—Ah, ralat, tepatnya sangat penasaran.
David hanya menyengir kuda sesaat. Dia kontan kembali menaruh gelas yang berisi jus jeruknya yang masih tersisa setengah itu di meja—tepatnya disamping piring batagornya. Tatapannya kembali beralih ke arah Daffa yang masih saja menatapnya seraya menyipitkan matanya. Dia tersenyum tipis seraya mengulurkan tangan kanannya.
"Kenalin gue David Arsenio," David yang sedari diam akhirnya ikut membuka suara juga.
Daffa tersenyum mendengarnya. Tentu saja dia tak menolak, melainkan dia menerima jabat tanggan dari David. Daffa tahu jika ada murid baru di sekolahnya. Daffa baru sadar jika David lah yang disebut murid baru itu. Tadi pagi dia sempat mendengar gosip murid baru, tetapi Daffa tidak begitu tertarik dan langsung menghiraukan dan mengabaikan hal itu begitu saja.
"Gue Ardaffa Pratama," Daffa menyahut seraya tersenyum manis dan mereka pun saling berjabat tangan untuk sesaat.
Daffa baru sadar jika ada yang terasa mengganjal dibenaknya. Tapi apa? Daffa kembali diam mematung. Pikirannya kembali berkelana. kini dia sedang berpikir keras. Sedetik kemudian Daffa membelalakan matanya, sementara mulutnya sedikit menganga—tentunya dia sekarang tengah terkejut.
"Eh, tunggu tunggu! Nama belakang lo siapa tadi? Arsenio? Kok marga lo sama kayak sahabat gue sih?"
David tidak jadi memasukan batagor itu ke dalam mulutnya, dia kembali menaruh garpunya di atas piringnya lagi. David kembali menatap wajah Daffa yang seolah tengah terkejut. "Emang sahabat lo namanya siapa?" David bertanya dengan wajah yang sangat terlihat penasaran. Tentunya, karena yang mempunyai marga Arsenio hanya dirinya dan saudara kembar laknatnya.
Daffa berdeham sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang di lontarkan David barusan. Jika dia menyebut nama sahabatnya, apakah David mengenalinya? Tetapi, dia juga tidak yakin bahwa David akan mengenalinya. "Namanya Darel Arsenio," Daffa menyahut dengan santai.
Keysa dan Nindhi saling bertukar pandang, lalu menoleh kearah Daffa secara bersamaan. "Eh, bener juga lo, Daf,"
"Gue baru sadar," lanjutnya seraya memasukan kembali batagornya. Sedangkan Keysa dia mengangguk setuju. Bagaimana bisa dia tidak sadar akan hal itu?
"Kok gue baru sadar sih?" Keysa juga ikut menimpali.
Sontak David langsung tertawa terbahak-bahak saat mendengar jawaban dari Daffa tadi. Menurut David pertanyaan konyol dari Daffa itu sangat berhasil membuatnya tertawa terbahak-bahak seperti saat ini. Bukankah David dan Darel bersaudara? Tidak salah kan jika marganya sama?
Refleks ketiga orang itu mengerutkan dahinya bingung.
Kenapa David malah terbahak-bahak seperti itu? Apakah perkataan Daffa tadi sangat lucu sehingga membuatnya tertawa terbahak-bahak seperti itu, huh?
"Eh, lo kok malah ketawa si? Perasaan nggak ada yang lucu deh," Daffa berprotes seraya menyeruput es teh milik Nindhi—pujaan hatinya.
David menghentikan tawanya. Kini dia menatap ketiganya secara bergantian. "Marga gue emang sama seperti Darel, orang dia kembaran gue kok," David menyahut santai seraya mengendikan bahunya acuh.
Mereka bertiga pun langsung cengo di buatnya. Sungguh, mereka bertiga benar-benar tidak tahu jika Darel itu punya kembaran.
Hah? apa? Kembaran? Ga salah denger nih gue? Kok enggak ada mirip-miripnya sih? Keysa bertanya dalam hati.
Daffa meraih garpu yang berada dipiring batagor Nindhi, lalu dia menusuk salah satu batagor yang masih tersisa setengah. "Hah? Kembaran? Kok nggak mirip sama sekali sih?" Daffa bertanya seraya memasukan batagor milik Nindhi ke dalam mulutnya. Pertanyaan Daffa itu sudah mewakili pertanyaan Keysa tadi didalam hati—seolah mereka tidak puas dengan jawaban dari David barusan.
Nindhi melirik David sekilas seraya menautkan kedua alisnya "Kembar fraternal, maybe?" Nindhi ikut menimpali dengan benar, lalu menyeruput es tehnya kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments