David mengangguk membenarkan seraya menarik kedua sudut bibirnya, dia lantas tersenyum. "Betul betul betul," sahutnya dengan menirukan kartun bocah TK yang kepalanya botak dan tentunya tak punya rambut sama sekali.
Keysa mendongak menatap wajah David yang tengah memasang wajah polos tak berdosa. "Kagak mirip Ipin sama sekali lo," semprotnya seraya tertawa terbahak-bahak. Hal tersebut tentu berhasil membuat Nindhi dan Daffa ikut tertawa terbahak-bahak. Lucu sekali.
"Biarin, wlee," David menyahut seraya menjulurkan lidahnya, meledek.
Detik berikutnya mereka berempat terbahak-bahak. Membuat banyak pasang mata yang tengah berada dikantin menoleh kearah empat orang yang masih tertawa terbahak-bahak. Tidak ada tandanya jika mereka akan menghentikan tawanya.
Tanpa mereka sadari dari tadi mereka sedang diperhatikan Darel Arsenio. Dia tengah duduk sendiri di ujung kantin. Darel memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sangat sesak. Ada rasa tak rela jika Keysa dekat dengan cowok selain dirinya. Sakit, sesak, dan perih bercampur jadi satu didalam hatinya.
Darel tidak tahu penyebabnya itu apa, tetapi yang pasti dadanya terasa sangat sesak karena dia melihat Keysa tertawa terbahak-bahak bersama cowok selain dirinya. Dan parahnya lagi cowok itu adalah kembarannya yaitu David Arsenio.
Kenapa cowok itu harus kembaran gue?
Kenapa bukan gue yang duduk di sebelah Keysa?
Harusnya gue yang duduk di sebelah Keysa, bukan kembaran gue.
Apakah gue cemburu kepada sama kembaran gue? Ah, entahlah gue pun nggak tahu.
Darel diam mematung. Tiba-tiba dia menjadi teringat akan lagu yang tadi malam sempat dia dengarkan lewat earphone. Kenapa lagu itu sangat mewakili perasaannya saat ini huh? Lagu itu berjudul 'Harusnya Aku'. Darel memejamkan matanya saat teringat akan lirik lagu itu.
'Ku tak bahagia, melihat kau bahagia dengannya
Aku terluka, tak bisa dapatkan kau sepenuhnya
Aku terluka, melihat kau bermesraan dengannya
'Ku tak bahagia, melihat kau bahagia
Harusnya aku yang di sana, dampingimu dan bukan dia
Harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia
Harusnya kau tahu bahwa cintaku lebih darinya
Harusnya yang kau pilih bukan dia
Tak lama kemudian Darel tersadar dari lamunannya. Dia mengacak rambutnya frustasi sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kantin yang kian semakin ramai. Darel sungguh menyesal karena telah pergi kekantin. Harusnya tadi dia tak menuruti ajakan sahabatnya.
Siapa lagi kalau bukan Daffa?
Keysa mengedarkan pandangan ke sekelilingnya tiba-tiba matanya terpaku pada Darel yang kini tengah berjalan berbalik arah untuk meninggalkan kantin. Dahi Keysa seketika berkerut, bingung.
Kenapa dia nggak ikut bergabung dimeja ini?
Kenapa dia pergi meninggalkan kantin?
Kenapa dia nggak nyapa gue sama sekali, huh?
Jujur saja, Keysa sebenarnya sangat sedih saat Darel tidak menyapanya. Keysa juga sebenarnya tidak berharap di sapa Darel, tetapi kenapa Keysa merasa jika sikap Darel tiba-tiba menjadi aneh? Atau mungkin hanya perasaannya saja? Ah, entahlah dia pun tak tahu akan hal tersebut.
Nindhi menggeplak lengan Keysa dengan pelan. "Lo lihat apaan sih, Key?" Nindhi bertanya dengan penasaran. Pasalnya sedari tadi Keysa hanya diam seraya menatap kursi yang letaknya diujung kantin, dimana tadi Darel sempat duduk disitu.
Sontak Keysa langsung menoleh kearah Nindhi. Dia kembali tersenyum tipis, dia berdeham pelan sebelum menjawab pertanyaan yang Nindhi lontarkan barusan. "Eum, itu Darel kenapa pergi ninggalin kantin ya?" Keysa bertanya dengan ragu-ragu.
"Paling juga pergi ke kelas untuk menggambar, kembaran gue kan suka banget tuh yang namanya menggambar," celutuk David, berikutnya dia kembali memasukan batagornya masih tersisa sedikit kedalam mulutnya.
Daffa mengangguk membenarkan. "Iya bener banget tuh," Daffa menyahut setuju. Keysa hanya ber-oh ria saja tanpa berniat untuk menjawab perkataan David dan Daffa barusan. Meski dia sedikit tak percaya dengan jawaban David barusan.
Terlihat Keysa kini sedang menaruh dua buku novel best seller terakhir di rak perpustakaan. Sedetik kemudian dia menghembuskan nafas lega. Bagaimana tidak? Sekarang tugasnya untuk menata buku di perpustakaan sudah selesai. Kontan dia tersenyum, tentunya karena dia saat ini sedang senang bukan main. Telapak tangan kanannya terangkat untuk menyeka keringat yang membasahi pelipisnya.
"Akhirnya selesai juga," Keysa berujar lirih.
Keysa memutar tubuhnya, dia kembali menyapu pandang keseluruh ruangan perpustakaan. Namun, matanya hanya melihat tiga orang saja. Terlihat dua cewek dan satu cowok, mereka tengah sibuk membaca dan menulis buku.
Yang pertama ada cewek berkuncir kuda, kedua ada cewek yang satunya lagi berkaca mata. Keduanya tengah sibuk membaca dan menulis. Dan yang terakhir ada cowok tampan yang kini tengah sibuk belajar matematika, namanya Agra Alvino, dia adalah salah satu teman kelasnya. Kutu buku adalah julukan yang diberikan oleh teman-temannya, dia juga salah satu most wanted dan dia juga sangat tampan setara dengan Darel, David, dan juga Daffa, tidak heran jika kaum hawa banyak yang menyukainya.
Seketika senyum manis Keysa pudar karena dia tidak melihat seorang dia yang sedari tadi dia cari, kenapa Keysa jadi memikirkan cowok itu secara berterus-menerus, huh? Entah kenapa Keysa menjadi teringat kejadian tadi saat dia berada di kantin bersama tiga orang temannya. Keysa masih bingung karena Darel tidak ikut gabung di meja yang dia tempati.
Harusnya Keysa senang karena dia tidak ada bukan?
Tetapi kenapa sekarang dirinya malah tampak gelisah?
Perasaannya sedikit ada yang mengganjal, namun dia tidak tahu itu.
Kenapa hari ini Darel tidak ke sini, ke perpustakaan, huh? Tanyanya dalam hati.
Keysa mencebikan bibir dengan lucu. Keysa menyibak rambut bergelombangnya ke belakang. "Ah, sudah lah kenapa gue jadi mikirin Darel terus sih?" Keysa bergumam pelan. Percuma saja dia mencari, toh dia tidak tahu keberadaan Darel—kemungkinan besar cowok itu sudah pulang.
Tangan kanan Keysa terulur untuk meraih tas ransel berwarna biru kesayangannya, lalu dipakainya tas itu di kedua bahunya. Dia melangkah santai menuju halte bis yang letaknya berada di depan sekolahannya, dia menatap sekeliling, terlihat sudah jarang siswa siswi yang lalu lalang karena bel pulang sudah berbunyi empat jam yang lalu.
Keysa menolehkan wajahnya ke arah lapangan basket yang terdengar sangat riuh, terlihat lapangan basket yang berukuran luas tersebut di penuhi oleh kelas dua belas yang sedang latihan. Semua cowok yang berada disana jelas tampan, mengingat bahwa kelas dua belas cowoknya memang berwajah tampan dan mempesona tentunya. Namun sayangnya Keysa tak tertarik pada mereka semua ataupun salah satu dari mereka.
Keysa melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, sesekali dia bersenandung kecil sambil menikmati semilir angin yang menyapu wajah cantiknya itu, rambutnya yang tergerai indah pun berterbangan kesana-kemari karena terkena angin. Panas matahari pun tak begitu menyengat—mengingat bahwasanya hari sudah mulai sore.
Begitu sudah sampai di halte, Keysa langsung dibangku panjang yang sudah tersedia. Sudah dua puluh empat menit dia menunggu, tetapi bis tidak kunjung datang, otomatis pikirannya langsung kacau balau. Jujur saja dia sangat lelah dan ingin tidur sekarang juga. Keysa melirik kearah jam tangan berwarna biru muda yang terpasang indah di pergelangan tanggannya, jam menununjukan pukul empat, dia menghembuskan nafasnya dengan kasar.
Apakah dia pulang harus jalan kaki? Atau memesan ojek online? Atau memesan taksi online saja? Ah entah lah, Keysa juga bingung sendiri.
Keysa belum beranjak dari duduknya, dia berniat untuk menunggu lima menit lagi. Sejenak Keysa terlihat memejamkan matanya saat merasakan panas matahari yang tidak begitu menyengat kulitnya. Telapak tangannya terangkat untuk mengipas-ngipaskan di depan wajahnya. Keysa berharap supaya gerah yang dia tengah rasakan cepat-cepat hilang.
Seorang cowok yang tengah menunggangi motor ninjanya yang berwarna biru tua itu tampak berhenti tepat didepan halte didepan Keysa. Cowok bertubuh jangkung itu turun dari motornya, detik berikutnya dia nampak melepaskan helm full face-nya yang tengah dia pakai. Terlihat wajahnya yang sangat tampan, rambutnya juga terlihat acak-acakan. Cowok tersebut mengenakan seragam olah raga kelas dua belas.
Dan jangan lupakan bahwa kaosnya sudah basah karena peluh yang membanjiri—mengingat bahwa dirinya habis olah raga, jadi ya wajar saja. Ya, dia salah satunya cowok yang tadi berada dilapangan untuk bermain basket bersama teman sekelasnya. Tak lama kemudian, suara deruman motor menggema—beberapa diantaranya mengenakan pakaian olah raga yang sama cowok tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments