Darel menarik kedua sudut bibirnya membentuk bulan sabit menciptakan senyuman manis yang berhasil membuat kaum hawa menjerit histeris saat melihatnya. Manis. Satu kata yang pas untuk wajah Darel saat ini. Sejujurnya Darel jarang tersenyum, mungkin hampir tidak pernah tersenyum. Wajar jika dirinya diberi prince cold.
Seandainya kaum hawa ada melihat senyuman manis Darel pasti mereka akan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Darel kembali melangkah menuju rak buku pelajaran. Darel kesini tentu saja bukan untuk mencari cewek, melainkan dia ingin mencari buku pelajaran. Darel kembali menghela nafas panjang. Dia sudah berusaha mencari buku yang tengah da cari.
Tetapi Darel tidak kunjung menemukannya juga.
"****!" Darel mengumpat seraya mengertakan giginya kesal.
Sherly meraih knop pintu perpustakaan lalu mendorongnya dengan pelan, dia mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru diruang perpustakaan itu. Sedetik kemudian dia tersenyum manis ketika melihat pacarnya. Sherly mengayunkan kakinya untuk menghampiri Darel yang sedang sibuk mencari buku sejarah.
Berikutnya Sherly meraih lengan kekar milik Darel dan bergelayut manja disana. Hal tersebut kontan berhasil membuat emosi Darel bertambah berkali lipat dari pada yang sebelumnya.
"Babe, kamu lagi nyari apa sih?" Sherly bertanya dengan antusias.
Darel segera menepis tangan Sherly dengan kasar. Dia tidak peduli, walau Sherly adalah pacarnya sekalipun. Toh, dia tidak akan pernah bisa mencintai pacarnya sendiri. Darel melirik Sherly sekilas sebelum dia kembali mencari buku sejarah. "Buku sejarah." Darel menyahut dengan cuek tanpa melihat wajah Sherly lagi.
Sherly tersenyum tipis seraya menatap wajah tampan milik Darel. Sherly tahu jika Darel yang nota bene nya—pacarnya sendiri itu tengah marah. Namun, tentu saja Sherly tidak tahu penyebab Darel marah. "Ya udah, aku bantu cariin ya?" Sherly bertanya dengan lembut.
"Nggak usah." Darel menolak dengan tegas.
Sherly menggeleng pelan. Senyumnya tidak pudar sama sekali dengan sikap Darel yang kelewat dingin itu. Ingat! Dia sudah biasa menghadapi sikap dingin Darel. Dia sangat mencintai Darel, tidak peduli bahwa faktanya Darel orangnya sangat dingin. "Aku nggak nerima penolakan, babe,"
Darel tidak bergeming. Ya, dia tidak menjawab perkataan Sherly sama sekali. Darel sungguh sangat malas meladeni cewek keras kepala seperti Sherly. Lebih baik Darel diam dari pada harus bertengkar atau berdebat dengan Sherly—cewek cantik nan keras kepala.
Sepasang mata Sherly seketika berbinar saat melihat buku sejarah—buka yang tengah Darel cari. "Akhirnya ketemu juga ini buku," Sherly berujar senang. Tangan kanan Sherly terulur untuk meraih buku sejarah yang tengah Darel cari saat ini.
Detik berikutnya, Sherly berlari kecil menghampiri Darel seraya menggenggam buku sejarah itu. "Babe, ini buku yang sedang kamu cari, kan?" Sherly bertanya memastikan seraya menyodorkan sebuah buku sejarah yang dia bawa.
Darel menoleh kearah Sherly. Dia menurunkan pandangannya untuk melihat buku yang sedang Sherly pegang. Kini, Darel tersenyum tipis lalu mengangguk membenarkan. Tangan kanannya terulur untuk menerima buku sejarah itu. "Thank,"
"Iya babe, ya udah, yuk kita pulang," pinta Sherly pelan seraya menautkan jari jemari lentiknya pada jari jemari Darel.
Darel menghiraukan perkataan Sherly barusan. Dia hanya menjawab dengan deheman. Kali ini dia tidak bisa menolak ajakan Sherly. Pacarnya sudah membantunya, tidak mungkin jika Darel menolak ajakan pacarnya barusan, bukan?
Mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan perpustakaan. Banyak sekali pasang mata yang tertuju pada pasangan yang diidolakan banyak kaum Adam dan kaum Hawa. Terlihat Darel dan Sherly tengah berjalan seraya bergandengan tangan—yang terlihat mesra. Ah, ralat! Tepatnya sangat mesra!
"Couple goals banget sih," puji salah satu siswi yang tengah berdiri bersandarkan tembok.
"Mau dong di gandeng bwang Darel." siswi lain berujar dengan suara yang terdengar menjijikan di telinga Darel.
"Cowoknya ganteng, ceweknya cantik, uwu cucok bingitz deh," siswi lain ikut menimpali.
"Ga cocok banget ewh." siswi lain yang tengah duduk di bangku depan kelas terlihat mencibir seraya menatap jijik Sherly.
"Haduh... Cantikan juga gue kemana-mana," siswi yang tengah berjalan berkomentar dengan sombong.
"Kok ceweknya genit banget sih, enek gue liatnya," siswi lainnya ikut mencibir tak suka.
Begitulah suara segerombolan para kaum hawa saat melihat Darel dan Sherly bergandengan tangan. Mereka ada yang takjub, kagum, senang, dan bahkan ada juga yang iri hati karena tidak berada di posisi Sherly saat ini.
Sherly kontan menatap tajam segerombolan para siswi yang sedang membicarakan dirinya dan pacarnya. "Apa lo semua liat-liat, itu mata minta di colok ya?" Sherly bertanya dengan sedikit meninggikan suaranya.
Semua siswi yang mendengar pertanyaan yang baru saja di lontarkan oleh Sherly hanya mengendikan bahu acuh. Sementara Darel? Dia hanya menghembuskan nafas kasar tanpa berniat bicara. Percuma saja dia berbicara. Tidak ada gunanya. Lebih baik dia diam saja dari pada ikut berbicara.
...*...
Tadi Darel habis nganterin Sherly pulang kerumahnya. Meski Sherly sempat merengek meminta Darel untuk membawanya main kerumahnya. Namun, tentu saja Darel menolak keras dan tidak memperbolehkannya—karena sejujurnya dia sangat lelah menghadapi pacarnya yang menurutnya super manja.
Kini, Darel memarkirkan motor ninja berwarna merah berani itu ke dalam garasi. Detik berikutnya dia melepas helm full facenya. Darel kembali tersenyum saat teringat kejadian tadi siang, entah kenapa dia menjadi penasaran dan ingin tahu lebih dalam pada cewek cantik yang kemarin menjadi target objek gambarnya.
Wajar nggak sih kalau orang yang sudah punya pacar malah memikirkan orang lain? Darel bertanya dalam hati.
Darel merapihkan rambutnya terlebih dahulu sebelum melangkahkan kakinya lebar untuk masuk ke dalam rumahnya. Kepala Darel terasa sangat pusing mengingat ocehan yang dilontarkan Sherly untuknya. Darel sudah tidak tahan lagi berpacaran dengan Sherly, sungguh. Dia ingin memutuskan Sherly, hanya saja belum waktunya.
"Eh, anak mama udah pulang ternyata," wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tersenyum lebar kearah Darel. Namanya Nathania, dia adalah mamah kandung Darel sendiri.
Darel tersenyum tipis saat mendengar perkataan mamahnya barusan. Sekarang Darel berjalan mendekat kearah Nathania yang tadinya sedang menonton televisi yang menayangkan acara gosip, seperti kebanyakan para wanita—Nathania sendiri menyukai acara gosip.
"Iya nih, Darel baru pulang, mah," Darel menyahut pelan lalu dia dengan sopannya meraih telapak tangan mamahnya untuk dikecup dengan sayang.
"Ya udah, istirahat gih, jangan lupa mandi dulu ya Sayang, kamu bau kecut tau," Nathania berujar seraya mengibas-ngibaskan telapak tangan didepan hidungnya. tersenyum lebar, memamerkan gigi gingsulnya.
Darel sedikit terkejut mendengar perkataan mamahnya barusan, lalu mengendus-ngendus baju seragamnya sendiri. "Mana ada bau mah? Ini yang ada sih bau wangi, mah." Darel berusaha mengelak.
Nathania sebetulnya hanya berbohong saja, tetapi kenapa anak laki-lakinya itu menganggap serius?
Nathania terkekeh pelan. Dia sangat suka menggoda anaknya yang tidak bisa di ajak bercanda itu. "Iya sayang... Anak mamah nggak bau kecut kok, mamah tadi cuma bercanda doang, Darel sayang," Nathania menjelaskan seraya mengacak-acak rambut Darel dengan sayang.
"Ya udah, Darel ke atas dulu ya, mah,"
Nathania yang di puji oleh anaknya sendiri pun menjadi tersipu malu. Nathania menangkup ke dua pipinya yang terasa memanas dengan ke dua telapak tangannya, alhasil sekarang pipinya sudah seperti kepiting rebus karena pujian yang di berikan Darel barusan.
Sebelum ke kamar, Darel lebih dulu mengecup pipi mamah kesayangannya. Darel kembali melangkahkan kakinya yang sempat tertunda tadi—sesekali mulutnya berkomat kamit namun tidak ada suara yang terdengar.
Saat ini Darel menaiki anak tangga dengan santai. jujur, Darel sangat gerah dan dia sudah berniat untuk tidur setelah mandi. Ujung kaki Darel kini sudah menyentuh pintu kamarnya. Dia, meraih knop pintu itu lalu didorong dengan pelan, seketika dia membelalakan matanya saat melihat kearah lantai kamar miliknya.
Matanya Darel sekarang melotot, sementara mulutnya sedikit menganga. Nafasnya memburu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. "Eh, tunggu dulu perasaan tadi pagi kamar gue masih rapih, kok sekarang jadi kayak kapal pecah sih, ini gimana ceritanya, huh?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments