David menyengir kuda seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Iya iya, kagak usah ngegas juga kali!"
David menyodorkan sketchbook milik Darel. "Cewek cantik ini siapa sih? Bikin kepo aja, pacar lo ya?"
Darel menggeram marah. Detik berikutnya dia merebut sketchbook miliknya itu yang masih berada di tangan David. "What the ****?" Darel bertanya dengan suara beratnya. Pasalnya Darel sangat tidak suka jika barang-barangnya miliknya disentuh keluarganya apa lagi disentuh orang lain. Baginya, semua barang miliknya adalah privasi yang harus dia jaga.
"Selow bro selow!" David menyahut sambil tersenyum lebar. Tangan kanannya terangkat untuk membentuk tanda peace. Setelahnya dia segera berlari terbirit-birit, pergi meninggalkan kamar Darel untuk menghindari kembarannya yang tengah menahan amarah yang sudah sampai di ubun-ubun karenanya.
"Dasar kembaran laknat!" Darel memekik setelah mendengar bantingan pintu yang terdengar nyaring didalam kamarnya.
Ujung kaki David kini telah menyentuh pintu kamar milik Darel. Dia berdiri sesaat, namun sepasang matanya tak lepas dari muka pintu. Terlihat muka pintu milik kembarannya itu sangat bersih, tidak seperti pintu kamarnya yang ditempeli beraneka ragam jenis. Hanya saja pintu milik Darel diberi tanda, semuanya memakai huruf kapital.
DILARANG MASUK TANPA IZIN SANG PEMILIK.
David mendengus saat membaca kalimat itu. Padahal pagi tadi belum ada tanda itu di muka pintu kamar Darel. Namun sekarang? Mungkin Darel masih marah kepadanya? Biarlah, toh tadi David sudah meminta maaf dan merapihkan kamar Darel kembali. Entah kenapa kalau mengingat kejadian tadi sore dia ingin kembali tertawa terus menerus.
Tangan kanan David mengepal. Perlahan tapi pasti, David mengetuk pintu kembarannya berulang kali tetapi dari tadi kembarannya tidak menyahutinya. Jujur saja, David sungguh sudah sangat lelah berdiri di depan pintu kamar Darel. Kali ini David tidak mengetuk-etuk pintu milik Darel lagi tetapi dia menggedor-gedor pintu Darel dengan keras.
Hening.
Tidak ada jawaban dari Darel. David mengertakkan giginya karena kesal. "Woy, Rel! Lo benar-benar ya ga punya hati ya? gue udah capek banget nih, padahal dari tadi gue udah teriak-teriak sendiri kayak orang gila, sedangkan Lo nya malah diem aja, bukain pintunya kek," David mencibir, kesal. Pasalnya dia sudah berdiri di depan pintu kamar Darel sepuluh menit yang lalu. Tetapi tidak ada-ada tanda yang menunjukan Darel membuka pintu kamarnya.
Darel yang sedang fokus menggambar pun langsung meletakan pensilnya dengan kasar. Jujur saja, Darel sungguh sangat sudah tidak tahan lagi mendengar teriakan kembarannya itu yang suaranya melebihi toa. "****! Kembaran setan emang! berisik banget sih," Darel menyentakkan kepalanya kesal sebelum akhirnya beranjak dari duduknya.
Perlahan tapi pasti, Darel melangkahkan kakinya lebar menuju pintu kamarnya. Tangan kanannya terangkat untuk membuka kunci lalu dia meraih knop pintu dan ditarik ke belakang-membuat pintu itu terbuka serta menimbulkan suara decitan pintu.
Darel berkacak pinggang lalu menaikan dagunya seraya menatap tajam David. "Apa, hah? Lo emang pinter banget buat gue jadi badmood, tau nggak?" Darel bertanya dengan galaknya membuat David menyengir kuda kemudian.
"Ya ya ya, terserah Lo aja deh," David menyahut dengan suara yang terdengar malas. "Di suruh turun mamah, buat makan malam bersama," lanjutnya dengan kedua talapak tangannya kini dia masukan kedalam celana kolor miliknya. Tentu, pandangannya tak lepas dari wajah Darel yang terlihat lesu.
Darel tidak diam sejenak. Namun, dia tidak menghiraukan apa yang David katakan barusan. Yang pasti Darel sama sekali tidak menyahuti perkataan David. Sesaat kemudian, Darel segera melangkahkan kakinya lebar. Ya dia langsung melenggang pergi turun kebawah begitu saja. Meninggalkan David yang masih diam mematung ditempatnya.
David tersenyum kecut seraya menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya kearah punggung Darel kian menjauh. "Wah wah wah... bener-bener tuh anak, gue di sini sebenernya di anggap apaan, sih? Angin lalu gitu?" David bertanya kesal sebelum melangkahkan kakinya lebar untuk menyusul Darel yang barusan sudah pergi duluan menuju ruang makan.
David menarik kursi yang letaknya tepat disebelah Darel—lalu duduk dikursi yang telah dia tarik barusan. Sesaat David melirik sekilas Darel. Terlihat saudara kembarnya kini tengah duduk tenang di kursinya sendiri. "Lo lagi PMS ya?" David bertanya samar, saking samarnya hampir saja tidak terdengar. Sedetik kemudian David tertawa terbahak-bahak.
Darel menolehkan wajahnya kesamping kanannya, tepatnya kearah David yang sekarang masih tertawa terbahak-bahak. Kedua tangannya memegangi perutnya yang terasa sakit karena terlalu banyak tertawa. Kontan, dahi Darel berkerut sementara alisnya saling menyatu. Dia bingung karena David saudara kembarnya itu tertawa sendiri. Sebenarnya yang lucu apa, huh?
"Lo aneh, ketawa-ketawa sendiri kayak orang gila di jalanan aja," Darel berkomentar pedas.
David menghentikan tawanya. Dia diam, tidak bergeming. Dia diam karena masih mencerna perkataan yang dilontarkan Darel barusan. David berdecih pelan, dia benar-benar tidak habis pikir apa yang di katakan Darel barusan. "Aneh? Helo gue ini tampan bukan aneh, gue ketawa juga karna Lo, bege!" David menyahut tak terima.
"Hah?"
Nathania hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya pelan saat melihat kedua anak kembarnya yang sudah seperti tom and jerry saja. kemudian, dia tersenyum tipis. "Kalian sebenarnya kesini mau makan atau mau berantem, huh?" Nathania bertanya memastikan lalu dia memandang Darel dan David secara bergantian. "Kalau mau berantem silahkan diluar rumah aja," lanjutnya dengan santai.
Sontak mereka berdua langsung menolehkan wajahnya ke arah Nathania—mamah kesayangan mereka. "Makan, mah," mereka menyahut dengan kompak.
Hal tersebut berhasil membuat senyum Nathania bertambah lebar. Percayalah, walaupun kedua anaknya sering bertengkar tetapi keduanya sangatlah kompak. Nathania sangat suka melihat kekompakan kedua anak kembarnya itu. "Ini mama masakin khusus buat kalian berdua. Ada nasi goreng, beef steak, dan chicken katsu,"
Sontak Darel dan David langsung mengalihkan pandangannya. Mereka berdua kini tengah menatap beberapa makanan yang terlihat lezat di atas meja makan dengan wajah yang terlihat berbinar. Hal itu membuat cacing yang berada di dalam perut Darel dan David meronta-ronta karena sudah tidak sabar menerima jatah. Darel dan David menjilat bibir bagian atasnya, karena sudah tak sabar ingin memakan makanan kesukaannya.
Dari aromanya saja sudah tercium sangat lezat, apalagi rasanya?
"Makasih mamah Nathania sayang," ucap Darel dan David kompak sambil tersenyum ke arah Nathania. Nathania hanya tersenyum manis sebagai responnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Setelah itu tidak ada suara lagi, hanya terdengar suara piring yang beradu dengan sendok makan. Suasana benar-benar sangat hening. Saat makan mereka tidak ada yang berbicara. Setelah selesai makan malam, Darel dan David kompak mencium pipi Nathania, sebelum mereka kembali ke kamarnya masing-masing.
Saat Darel mau masuk kekamarnya, tiba-tiba saja David sudah berdiri di ambang pintu kamar Darel yang terbuka. David merentangkan kedua tangannya. Ya, sekarang dia tengah menghadang Darel. David memasang wajah polos seraya menyengir kuda. Hal itu membuat Darel lagi-lagi berdecak kesal.
"Keluar yuk, bosen nih di rumah mulu, ke club', atau ke café nih?" tawar David dengan suara beratnya seraya menaik turunkan ke dua alisnya menggoda.
Darel tidak bergeming. Dia masih tetap diam seraya menatap tajam ke arah kembarannya. Nafasnya terdengar memburu. "Minggir! Gue nggak mood pergi. Males banget, enakan juga rebahan." Darel menyahut dengan geram.
David memejamkan matanya sesaat sebelum membuka suaranya. "Sabar Dav, sabar. Lo harus ekstra sabar kalau menghadapi saudara kembar lo ini yang kagak bisa diajak kompromi sama sekali," David menyindir seraya mengusap-usap dadanya berulang kali dengan menggunakan telapak tangan kanannya.
Darel memicingkan matanya. "Ngomong apa lo barusan?" Darel bertanya seraya mengangkat dagunya sedikit.
David mengernyitkan dahinya karena bingung. "Sejak kapan lo jadi kepo kayak gini, huh?" David bertanya dengan penasaran.
"Sejak lahir," Darel menyahut cuek. Setelahnya dia melenggang pergi untuk masuk ke dalam kamarnya kembali. Meninggalkan David sendirian di depan pintu kamarnya.
Darel menutup pintu kamarnya dengan keras dan otomatis mengeluarkan bunyi gebrakan yang berhasil membuat David terperanjat kaget. David tertawa lebar saat mendengar perkataan Darel tadi. "Ada ada aja lo monyet!" pekiknya. Sedetik kemudian David melangkahkan kakinya lebar untuk menuju kamarnya sendiri. Mau tak mau dia harus pergi sendiri karena kembarannya pun tidak mau diajak pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments