Selepas magrib,
"Umi, Bayu pamit sebentar ya.. mau keluar"
"Emang mau kemana? baru juga pulang.."
Tanya Umi Hasanah.
"Adalah Umi... biasa..."
Senyum Bayu sembari mencium tangan Uminya.
"Kamu hati-hati ya... jangan pulang larut malam,, oh ya... besok kamu jadi mau ajak Ica kesini?
Bayu tersentak mendengar pertanyaan dari Umi Hasanah,
"Eh... ehm,, Bayu pergi ya Umi,, jangan lupa kunci pintu,, Bayu bawa kunci cadangan"
Alih-alih menjawab pertanyaan Uminya, Bayu malah berjalan cepat sebelum Uminya bertanya lebih detil lagi.
"Bayu kenapa ya?! ditanya bukannya ngejawab malah ngeloyor pergi,, Apa mereka lagi marahan ya?"
gumam Umi Hasanah sendiri sembari berjalan masuk dan menutup pintu rumahnya.
Sampai di depan sebuah rumah orang tua Ica,
Bayu berdiri mematung, sejenak mengumpulkan keberanian dan hati yang kuat agar siap menerima setiap apapun yang akan ia temui dari dalam.
Mentalnya harus tiga kali lebih kuat, agar siap menerima dan menghadapi kemungkinan hinaan dan sindiran pedas dari Mama Sarah yang kerap ia terima seperti biasa.
Dengan mengucap Bismillah, Bayu melangkah, hatinya berdetak kencang, sembari mengetuk pintu rumah yang nampak sepi,, ia menghembuskan napas.
Satu hal yang membuat keyakinan Bayu bahwa penghuni rumah belum tidur adalah semua lampu dirumah tersebut masih menyala.
Tok... Tok... Tok...!
"Assalamualaikum..."
Tak menunggu lama,
"Walaikum salam"
Klek!
Pintu terbuka, seorang perempuan yang tak lain adalah Mama Sarah muncul dari balik pintu.
"Kamu?? ngapain kmu kesini??"
Sapanya dengan menunjukkan wajah tak ramah.
"Selamat malam Bu,"
Sapa Bayu mengulurkan tangan pada Mama Sarah,
Namun beberapa detik kemudian, Bayu kembali menarik lengannya karena tak mendapat respon dari Mama Sarah.
"Bayu ada perlu sama Ica Bu, apa Ica nya ada, Bayu mau bicara sebentar"
"Ngapain mau ketemu dan bicara sama Ica malam-malam gini? Mau kamu di cap sebagai penggoda istri orang?! Udah punya istri juga,, masih mau gangguin istri orang,, lebih baik sekarang kamu pulang!! urus istri kamu sendiri!! jangan temu-temuin Ica lagi!!"
ketus Mama Sarah panjang lebar membuat Bayu kaget dan terperangah tak mengerti dengan ocehan panjang Mama Sarah.
"Ehm... Maaf Bu,, tadi Ibu bilang Istri Bayu? maksudnya apa ya Bu?
Tanya Bayu sopan.
"Ahh... sudahlah!! Saya tidak punya banyak waktu untuk ngobrol sama kamu! silahkan pulang!! dan Ingat,, jangan pernah ganggu Ica,, dan jangan pernah datang kesini lagi,, sebab Ica sudah tidak tinggal disini lagi!!
Garr!!
Mama Sarah membanting pintu.
Bayu tersentak,
Kaget bukan kepalang,, namun satu hal yang membuatnya bingung saat ini adalah ucapan Mama Sarah yang menyebut istri Bayu terus terngiang ditelinganya dan menjadi tanda tanya besar dikepalanya.
"Istriku? maksudnya apa ya??
Bayu mengernyitkan dahi sembari memegang dagunya sendiri, lalu menggaruk dahinya dengan jari telunjuk.
Bayu melangkah meninggalkan teras rumah Mama Sarah, sekali lagi ia menoleh kearah pintu lalu menghela nafas, kemudian memacu sepeda motornya meninggalkan rumah Mama Sarah.
"Siapa yang datang barusan Ma?"
Tanya Papa Arif yang melihat Mama Sarah kembali masuk kamar.
"Itu,, si sales!!"
jutek Mama Sarah cuek.
Papa Arif mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh melihat tampang Mama Sarah yang tidak bersahabat.
\*\*\*\*\*\*\*
Ica terbangun dari tidurnya, sembari memegangi kepalanya yang ia rasa sudah sedikit membaik.
Ica melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tiga pagi.
"Astaga,, Aku tertidur cukup lama
Tiba-tiba Ica mengingat Brama yang pergi sejak pulang kerja tadi.
"Bram,, apa dia sudah pulang?"
Ica menyibak tirai jendelanya yang tembus ke garasi rumahnya untuk mengintip mobil milik Brama.
"Ternyata sudah pulang"
Sejenak Ica termangu, kemudian berjalan menuju kamar.
Begitu pintu terbuka, Ica menatap Brama yang sudah tertidur pulas di bawah selimut tebal milik mereka, entah jam berapa ia pulang.
Seketika hatinya berderit ngilu,
"Sebegitu tidak pedulinya Brama, hingga tak ada niat sedikitpun untuk mengajakku masuk ke dalam kamar,, tak tersentuh kah hatinya melihatku meringkuk di sofa menunggunya pulang?"
Batin Ica yang di iringi dengan rembesan air mata dari sudut matanya.
Niatnya untuk masuk kedalam kamar ia urungkan dan kembali ke sofa ruang tamu.
Duduk sendiri dengan hati yang perih hingga subuh datang.
Brama terbangun dan menghampiri Ica yang sudah rapi,
"Ca..."
Sapa Brama tanpa rasa bersalah lalu duduk di samping Ica.
"Jam berapa kamu pulang semalam?
Tanya Ica tanpa menatap Brama."
"Jam satu"
singkatnya.
"Ca... Aku...."
Brama mendekat lebih rapat,
Ica yang paham dengan gerak gerik Brama berusaha menghindar, namun sayang tangan kekar Brama lebih dulu menangkap lengan Ica dan menariknya, Ica tak bisa menghindar ketika dengan lincah Brama memainkan bibirnya pada tiap Senti tubuh Ica, bermula dari leher jenjangnya, rahang, pipi, dan berlabuh di bibir ranum miliknya.
Ica tak dapat berkutik, meski hatinya menolak perlakuan itu, namun sadar akan kewajiban seorang Istri membuat ia harus bisa ikhlas melayani laki-laki di hadapannya ini hingga puas bermain dengan tubuh molek miliknya, meskipun Ica tak pernah mendapatkan kepuasan yang sama seperti yang didapatkan Brama dari dirinya.
Semua itu karena penyakit Diabetes yang di derita Brama sejak remaja hingga membuat Brama harus ikhlas dengan pernyataan dokter yang mengatakan bahwa dampak dari penyakitnya adalah ejakulasi dini, atau bahkan bisa berkembang menjadi lebih buruk seperti impoten yang akan menyebabkan kemungkinan sulitnya untuk Brama mendapat keturunan.
Semua itu ia ketahui kala ia mendatangi dokter untuk berkonsultasi, beberapa hari setelah ia menikah, tentu saja hal itu ia rahasiakan dari Ica, selain malu Brama juga gengsi untuk mengakuinya.
Setelah puas bermain-main dengan tubuh Ica, Brama sudah tak kuasa lagi menahan hasratnya, segera ia menuntaskan permainannya, namun seperti biasa tak sampai satu menit, Brama sudah kalah dan terkulai tak berdaya bersandar pada sofa dengan mata terpejam.
Sementara Ica, dengan mata yang basah memunguti pakaiannya berjalan masuk ke kamar mandi dengan menyembunyikan luka dan membasuhnya dengan air mata.
Setelah puas menangis dan selesai mandi, Ica membuka pintu kamar mandi.
Ica tersentak, melihat Brama berdiri tepat di depan pintu kamar mandi.
"Bram,, Kamu mengagetkanku!!"
"Kenapa lama sekali didalam?"
Ica berlalu tanpa mengindahkan pertanyaan Brama.
"Ica!!!"
Bentak Brama yang kesal karena merasa Ica tak memperdulikan pertanyaannya.
Ica berhenti dan menoleh sekilas.
Brama mendekatinya dan memperhatikan wajah dan mata sembab Ica.
"Kamu habis menangis?"
Ica hanya menarik Napas.
"Ica,, Aku minta kamu jangan pernah cerita apa-apa tentang kondisiku pada siapapun, baik pada keluargamu maupun pada keluargaku,, kamu pahamkan?!"
Ica menatap Brama, kemudian memalingkan wajahnya.
"Kamu tenang saja, tak ada untungnya bagiku membuka aib suamiku sendiri, terlebih pada keluargamu, sebab mereka tak akan pernah percaya itu"
Mendengar itu, Brama menunduk malu.
Ica berlalu, hatinya berkecamuk segala rasa di dadanya berusaha ia telan sendiri tanpa tahu dimana semua ini akan berujung.
Bersambung***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments