Ica sangat merasa sekali bahwa Bayu berbeda dari biasanya. pikiran-pikiran jahat mulai menghantuinya dan meracuni otaknya.
"Apa jangan-jangan ini memang sengaja Bayu lakuin ke aku?? Apa mungkin Bayu sengaja menghindar dengan berpura-pura keluar daerah cuma untuk menjauhiku, Apa ini alasan agar Bayu bisa menjauh dan berlahan melepaskan diri dari Aku??"
Batinnya.
Ica memejamkan mata, dan menarik nafas dalam-dalam.
"Hai... Selamat pagi...!!"
Brama dengan wajah sumringah memasuki ruang kerja Ica.
"Eh..Ehmm... Pagi Bram..."
Jawab Ica singkat dan sedikit kaget.
"Hei.... Kamu kenapa?? kok kayak gak semangat, lesu lemes gitu?? gara-gara Bayu ya???"
Tebak Brama.
"Hah... bisa aja kamu"
"Lagian... baru juga sehari,, bukannya semalam sudah isi amunisi stok cadangan rindu ya?? mustahil udah abiskan??"
Brama mendekatkan wajahnya pada Ica.
"Apaan sih.. garing tau gak!!"
"Ahh...sorry dech, Aku salah tebak ya... cerita donk..."
Brama merubah posisi dan duduk di depan Ica.
"Hemm... Bayu tiba-tiba berubah cuek"
Jawab Ica datar.
"Loh, kok bisa?? kalian semalam abis berantem?
Antusias Brama.
Ica hanya menggeleng pelan.
"Ya udah, sabar aja..mungkin Dia lagi sibuk, atau jangan-jangan Dia sengaja menghindar"
Celetuk Brama yang sontak mendapat sorot mata tajam dari Ica yang menandakan ketidaksukaannya pada ucapan Brama barusan.
"Upss... Aku salah ngomong ya?? Sorry Ca... ya udah,, Aku balik keruanganku ya...."
Brama meninggalkan ruangan Ica dengan perasaan senang, karena sedikit demi sedikit rencananya memisahkan Ica dan Bayu membuahkan hasil.
Sesampainya brama di ruangannya, Brama mengeluarkan sebuah ponsel dari laci meja kerjanya, dan tersenyum licik.
Brama memandang tajam kearah layar ponsel.
"Oke, sekarang kita lanjut babak selanjutnya...
Maaf Ica sayang..... Aku terpaksa ngelakuin ini, Aku gak mau Bayu yang menjadi pemenang!!"
Brama mengecup ponsel yang tengah dipegangnya.
Tanpa disadarinya, Nindy yang tengah melintas di depan pintu ruangannya mendengar jelas ucapan Brama, bahkan tak sengaja memergokinya tingkah anehnya yang tengah mencium ponsel.
"Babak selanjutnya?? pemenang?? Pak Brama kenapa ya?? Kok pake sebut-sebut nama Bayu, Bukannya Mas Bayu pacarnya Bu Ica?? Maksud Pak Brama apa ya?? wahh.. kayaknya ada yang gak beres nih!!"
Gumam Nindy kemudian berlalu.
Ica terhenyak dari lamunannya ketika ponselnya bergetar dua kali.
Sebuah pesan masuk.
"Ica, maaf mungkin ini sedikit mengejutkan namun ini harus kukatakan, besok adalah hari pernikahanku, Aku dijodohkan dengan gadis pilihan Ibuku. Sebenarnya semalam hal ini ingin Aku utarakan, tapi mulutku terkunci, hatiku tak tega untuk menyampaikannya secara langsung. Maafkan Aku Ica, Aku berbohong tentang keberangkatanku, semua hanya alasan agar kita tidak usah lagi bertemu, sekali lagi maafkan Aku"
Membaca pesan tersebut, seketika tubuh Ica lemas, hatinya hancur retak seribu, bahkan pepatah bagaikan disambar petir disiang bolong, tak cukup untuk menggambarkan perasaannya saat ini.
Sakit, pedih, perih dan rasa tak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya, bahkan ia harus berkali-kali membaca untuk memastikan yang ia baca benar adanya.
Pelupuk matanya tak mampu menahan bendungan duka yang terlanjur menggenangi dan tumpah ruah, menangis tanpa suara hingga menimbulkan sesak yang membuatnya harus terisak sendiri.
Disini, diruang lebar yang seolah-olah menjadi sempit sehingga menghimpitnya.
Ica tersedu, capnya sebagai perempuan kuat, mandiri dan ceria kini seolah luntur, saat ini ia bagai benteng tak berpondasi, dan ketika badai itu datang, semua hancur berantakan.
Ica mengusap air matanya, ia memandang ponselnya menekan panggilan pada kontak Bayu, berkali-kali namun tak ada jawaban, bahkan di panggilan terakhir nomor Bayu sudah tidak aktif lagi.
Ica meringis, menggigit bibirnya sembari memegangi dadanya yang terasa nyeri, ingin sekali saat ini ia berlari, mencari dan menemui Bayu, untuk bertanya dan meminta penjelasan, namun meeting penting pagi ini tak bisa membuatnya berkutik, yang akan dilakukan setengah jam lagi.
Ia harus profesional, besok adalah event besar hal itu tak boleh kacau hanya karena masalah pribadinya, bukankah ini adalah tanggung jawabnya sebagai penanggung jawab.
Ica berdiri, menarik nafas panjang dan menyeka air matanya, lalu kembali merapikan penampilannya.
Tok... Tok... Tok...
Selamat pagi Ibu Ica, ditunggu di ruang meeting ya..."
Nindy menatap penampilan Ica yang tak biasa, jelas sekali mata sembab dan wajah yang sedikit berantakan.
"Ibu, ibu baik-baik saja??"
Tanya Nindy berjalan mendekat.
Ica tersenyum dan mengangguk, ia segera meraih tas laptop dan beberapa map berkas diatas mejanya.
"Kamu bawakan ini dulu ya Nin, Aku mau ke toilet sebentar"
Ujar Ica menyerahkan barang-barangnya pada Nindy, kemudian meninggalkan Nindy yang penuh tanda tanya.
"Kok kayak habis nangis ya?? Apa ada hubungannya dengan tingkah Pak Bram tadi ya??! Ah,, tau ah..pusing..."
Ujar Nindy bicara sendiri.
10 menit berada di toilet, Ica sedikit lebih tenang, Ia memasuki ruang meeting dengan senyum, mengenyampingkan dulu masalahnya, meninggalkan cerita kesedihannya bahkan menyimpan rapat-rapat air matanya demi suksesnya event pameran akbar yang akan dilaksanakan besok.
Semua yang ada diruangan puas dengan penyampaian Ica, tepuk tangan menggema, pujian bertubi-tubi ia dapatkan termasuk dari Brama.
Meeting berakhir,
Saat semua masih berada di ruangan,
"Maaf semuanya jika tidak ada lagi yang perlu ditanyakan dan disampaikan saya permisi pamit keluar duluan"
Ica membungkukkan badan dan berlalu meninggalkan semua yang sedang terheran-heran dengan sikapnya yang tidak seperti biasanya termasuk Pak Leo.
"Bram, kenapa Ica? Sepertinya dia sedang ada masalah, tak biasanya Dia seperti ini?"
"Iya Pak, Saya rasa juga seperti itu"
Sementara Rudi dan Nindy hanya saling pandang.
Ica kembali memilih masuk toilet, didalam ia meluapkan semua perasaannya, perihnya, tangisnya tumpah dan isaknya terbaur bersama suara air dari kran yang sengaja dinyalakan.
Hatinya remuk redam,
Berkali-kali lagi ia mencoba menghubungi Bayu, namun tak bisa dihubungi, bahkan pesan yang ia kirimkan tak satupun yang terkirim.
...****************...
"Kira-kira, berapa jam lagi kita sampai Bang?"
Tanya nya pada Bang Igo, supir yang menjadi rekannya di luar daerah nanti.
"Tak lama lagi, mungkin kira-kira satu jam lagi Bay, kalau tiada ada macet"
Jawab Bang Igo setelah 3 jam melaju dengan kecepatan maksimal.
"Lu kenapa, Gua perhatiin sejak mobil baru berangkat tadi, muka Lu kecut amat? Cerita sama Gua Bay,,"
"Ah enggak Bang, Aku gak kenapa-kenapa"
Jawab Bayu memaksa senyum.
Ia terus memperhatikan layar ponselnya yang sejak tadi hilang sinyal, hatinya sudah tidak sabar ingin menelpon Ica, ingin sekali ia mendengar suara manja kekasihnya itu.
"Ca, kamu lagi apa sekarang? masih sibuk kah kamu dengan pekerjaanmu, Aku rindu Ca...sungguh Aku rindu kamu..."
Batin Bayu.
Bersambung***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments