Bab 10 Bagai pecundang

Ia terus memperhatikan layar ponselnya yang sejak tadi hilang sinyal, hatinya sudah tidak sabar ingin menelpon Ica, ingin sekali ia mendengar suara manja kekasihnya itu.

"Ca, kamu lagi apa sekarang? masih sibuk kah kamu dengan pekerjaanmu, Aku rindu Ca...sungguh Aku rindu kamu..."

Batin Bayu.

Menjelang siang, ketika mobil mulai memasuki kawasan parkir ruko 3 lantai tempat dimana Bayu akan menjalani hari-harinya beberapa minggu kedepan.

Dengan cepat, Bayu melompat turun dari mobil dan sedikit menjauh segera ia membuka ponselnya dan senyumnya seketika terkembang ketika menatap sinyal ponselnya yang sudah stabil.

"Sayang... Angkat ... Aku rindu.."

Bisik bayu sendiri sembari menempelkan ponsel pada telinganya.

Namun hingga 7 kali ia mencoba menelpon Ica, tetap tak ada jawaban.

Bayu terdiam menghela nafas,

"Ca.. masih sibuk kah? mungkinkah kamu masih meeting hingga sesiang ini??"

Bayu melangkah gontai, menuju ruko untuk masuk meletakkan ranselnya.

Namun langkahnya terhenti, ketika sebuah getaran pada ponselnya yang menandakan pesan masuk.

Buru-buru Bayu memeriksanya.

Senyumnya merekah, ketika tau pesan tersebut datang dari Ica kekasihnya.

"Bay, maafkan Aku... Sengaja tak mengangkat telpon kamu. Sebenarnya semalam Aku ingin bicara serius, tapi hati ini tak tega. Bay, sebenarnya, seminggu yang lalu keluarga Brama datang melamarku. Aku tak bisa menolak, orang tuaku sepakat menjodohkanku.

Aku harap kamu mengerti untuk tidak menghubungiku lagi, Aku ingin menjaga perasaan Brama dan keluarganya.

Maafkan Aku mengecewakanmu"

Seketika senyum di wajah Bayu luruh, hatinya terasa remuk, semua seperti mimpi buruk baginya.

Sungguh hal yang tidak pernah terbayang sebelumnya bahwa hari ini ia akan mendapat pesan menyakitkan itu dari perempuan kesayangannya.

Bahkan semalam, semua masih baik- baik saja, mereka menghabiskan waktu bersama dengan sangat manis.

"Gak... Gak mungkin, ini pasti tidak benar... Ica pasti sedang ngerjain Aku, Ica sedang mengajakku bercanda!"

Gumamnya tak percaya.

Dengan cepat, Bayu segera menelpon Ica, tapi sia-sia berulang kali telponnya dirijek.

Tak sampai disitu, Bayu juga mengiriman pesan,

"Ica sayang.., ulang tahunku masih lama Ca, ngerjainnya jangan secepat ini, Aku syok loh..."

Tak ada balasan.

"Sayang, ini kamu lagi bercandakan?? udahin donk, please... Aku ketakutan!!"

Lagi, tak ada balasan.

"Ica, kamu tau... Aku sudah hampir gila!!

Ini gak benarkan?? kamu gak sungguhankan??"

Hening....

"Ica... sayang... tolong, jangan main-main... Aku yakin ini kamu lagi ngerjain Aku!!"

Drrtttt....

Sebuah pesan balasan masuk.

"Maafkan Aku Bay, Aku tidak sedang bercanda ini kenyataan yang sebenarnya terjadi, Aku harap kamu ngerti dan lupakan Aku"

Tubuh Bayu lemas seketika ia terduduk di tangga ruko.

"Ya Allah, ada apa ini?? mengapa terjdi begitu cepat"

Batinnya sembari meremas rambutnya.

Jarinya kembali mengirimkan pesan pada Ica.

"Gak mungkin ca, ini gak benar.. kita harus ketemu, kamu harus cerita, kita harus ngomong... Besok Aku pulang, Aku akan temui kamu dan keluargamu, bahkan jika itu belum cukup Aku juga akan temui keluarga Brama"

Bayu beranjak secepat kilat menaiki anak tangga menemui Bang Igo.

"Bang.... Bang, Aku bisa minta tolong Bang, Aku mau pamit besok Aku izin pulang!"

Ujarnya tergesa-gesa dengan nafas pendek.

"Lah... Lu kenapa? ada apa?? coba ngomong yang bener!"

Tanya Bang Igo heran.

"Aku mau pulang besok Bang, ada urusan mendadak dan Aku harus selesaikan secepatnya Bang"

"Segawat apa masalah lu Bay, sampe-sampe lu mau izin pulang? Mana bisa mendadak gini Bay, lagian lu kalo maksa pulang, bos bisa ngamuk,, kita gak ada pengganti, bisa-bisa lu di pecat! Emang lu mau?? lu gak sayang? gimana umi lu, gimana kuliah lu?? cari kerja susah bro!!"

Bang Igo mencoba menasehati panjang lebar.

Mendengar ucapan Bang Igo, Bayu menarik nafas dalam-dalam dan terduduk lemas.

Mendengar nasehat Bang Igo, Bayu tertunduk dan terduduk lemas. Rasa bimbang, bingung dan cemas bercampur jadi satu, kepalanya terasa begitu berat, memikirkan semua yang baru saja terjadi dihidupnya, dan kini ia seperti sedang berada di persimpangan.

Disatu sisi ia tak rela kehilangan Ica, yang pergi begitu saja untuk menikah dengan Brama namun disisi lain, nasihat Bang Igo benar, ia masih membutuhkan pekerjaan ini demi masa depan kuliah dan Uminya.

Jika Dia pulang, maka sudah pasti Dia akan mendapat sanksi dipecat, dan semuanya pasti akan berantakan, Bayu tak ingin semua itu terjadi.

Bayu bersandar di dinding, sembari meremas rambutnya sendiri.

Seketika ia merasa menjadi seorang pecundang sejati yang tak bisa berbuat apa-apa ketika dengan begitu saja kebahagiaan yang ia bangun bertahun-tahun dirampas dan hilang begitu saja.

Hatinya nyeri, pilu dan terasa sesak.

"Bodoh... Bodoh... Aku memang bodoh!!"

Berkali-kali Bayu memaki dirinya sendiri.

"Bagaimana bisa 10 tahun menjalin hubungan dan hari ini berakhir hanya lewat pesan chat!! Icaaa... Salahku cuma 1 Ca, kenapa Aku tak semapan Brama! Cuma itu!!!"

Jeritnya dalam hati.

"Andai saja Aku punya jabatan yang bisa Aku banggakan, mungkin keluargamu tak memandang Aku sebelah mata Ca, mungkin keluargamu menerimaku dengan suka cita!!"

Tiba-tiba saja ada rasa menyesal dan menyalahkan keadaan yang harus membuatnya berada jauh dibawah Brama.

...****************...

Diruang kerja Brama,

"Waduhh... gawat nih, gimana ya kalo si Sales itu beneran nekat dan besok pulang nemuin Ica?? Ah... Gak! gak boleh,, Ica gak boleh lagi ketemu si Sales, Aku harus bergerak cepat! Aku harus segera lamar Ica, gimanapun caranya!!!"

Gumam Brama cemas.

Sepulang dari kantor, Ica tak lagi bersemangat dan ceria seperti dulu, kini awan mendung tengah menggelayuti hati dan pikirannya hingga wajah manis itu tak lagi berseri seperti dulu.

Ia berjalan pelan meninggalkan gedung kantor menuju parkiran.

"Ca, besok Aku jemput jam 6 ya..."

Brama berbicara ketika berpapasan dengan Ica di halaman kantor, Ica hanya mengangguk pelan menanggapinya.

Tangannya tak lepas dari ponsel yang berkali-kali mencoba melakukan panggilan ke nomor Bayu tetapi tak ada hasil,

Bayu menolak panggilannya.

"Apa Aku datangi aja ya rumah Bayu terus ngomong 4 mata minta penjelasan, tapi.... gimana kalau Aku ketemu calon Istrinya?? Apa mungkin Aku sanggup??"

Batinnya.

"Ya Allah, Aku benar-benar pengecut, Bahkan untuk mengejar kebahagian ku sendiripun Aku gak bisa"

Keluh Ica dalam hati.

Ica menarik nafas dalam-dalam, ia segera memakai helm dan memacu sepeda motornya meninggalkan parkiran, bahkan tanpa memperdulikan sapaan Pak Daus yang semakin bingung dengan perubahan sikap Ica.

Sepanjang perjalanan pulang kerumah, Ica hanya memikirkan Bayu, bagaimana bisa hubungan yang dibinanya bertahun-tahun harus berhenti tanpa angin tanpa hujan tiba-tiba berakhir hanya dengan pesan singkat sungguh seperti tidak masuk akal.

Bersambung***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!