Bab 11 Keinginan Mama

"Ica,, kamu kenapa?"

Tegur Siska begitu Ica baru saja tiba dan masuk tanpa salam kedalam rumah.

Ica hanya menggeleng, Siska yang penasaran membuntutinya hendak mencecar pertanyaan.

"Hey... Kamu kenapa? loh kok nangis?"

Tanya Siska lagi begitu sampai didalam kamar.

Cika yang melihat Tantenya menangis, segera berlari kekamar Mama Sarah.

"Nek.... Nek... Ante Ica nangis!!"

Serunya sembari menunjuk kamar Ica.

Hal itu tentu saja membuat Mama Sarah kaget dan dan bergegas menghampiri Ica dikamarnya.

Namun baru saja sampai depan pintu,

"Bayu Kak,... Bayu dijodohkan Orang tuanya, dan mereka akan segera menikah..."

Ica tersedu.

Mama sarah yang berdiri melipat tangan di dada murka mendengar penuturan Ica.

"Hah... Bayu ninggalin kamu?! Dia mutusin Kamu?! Berani-beraninya Dia melakukan itu sama Kamu!!"

Sontak hal itu membuat Ica dan Siska terperanjat.

"Kurang ajar sekali si Sales tak tau diuntung itu,, berani-beraninya Dia mempermainkan Kamu! Tapi... tunggu dulu, ini ada baiknya juga, mungkin Dia sadar kalau dia tak pantas bersaing dengan Brama!"

Mama sarah melangkah pelan menatap jendela seolah tengah berpikir sesuatu.

"Ma..Ica lagi sedih, kok Mama ngomong gitu?"

Protes Siska.

"Yang Mama katakan itu benar Siska!"

Sela Mam Sarah dengan cepat.

"Ehm... Kalau begitu, terima saja lamaran Brama, Biar SiBayu tau rasa!"

Sambung Mama Sarah lagi.

Ica masih tersedu di pelukan Siska, kepalanya terasa sangat pusing hingga ia tak terlalu menghiraukan ocehan Mama Sarah.

Sementara Mama Sarah dengan cepat meninggalkan Kamar Ica dan kembali dengan ponsel ditangan.

"Halo.. Bram, Tante sudah memutuskan, Tante setuju dengan niat yang kamu utarakan tempo hari, Tante memberi restu Kamu dan Ica menikah!"

Tanpa menanyakan perasaan Ica terlebih dahulu, Mama Sarah mengambil keputusan sepihak.

Ica yang tengah tergugu menahan sesak didada menatap Mama Sarah dengan tatapan bingung bercampur kesal.

"Serius Tan? wah.. surprise banget buat saya.. Oke Tante, Saya akan bicarakan ini pada orang tua Saya, secepatnya Saya kabari"

"Oke, tante tunggu ya"

Klik,

Mama Sarah menutup panggilan dan berjalan kearah Ica.

"Ica !! Mama minta kamu jangan menolak, kamu harus nurut, ini yang terbaik ini sudah menjadi takdir, bahwa Brama adalah jodoh kamu, Kamu harus tau itu!!"

Bentak Mama Sarah di hadapan Siska dan Papa Arif yang baru saja datang.

"Ma!! Mama gak bisa gitu, Ica yang akan menjalaninya Ma, bukan Mama!!

Mama gak berhak mengatur Ica harus menikah dengan siapa!"

Dengan berurai air mata, Ica berdiri menentang keinginan Mama Sarah.

"Iya, karena kamu yang akan menjalaninya, maka Mama berhak menentukan siapa yang akan menjadi pendampingmu! Brama yang terbaik buat kamu, paham kamu?"

" ini bukan yang terbaik untuk Ica Ma,, tapi untuk gengsi Mama!"

Jawab Ica sembari mengusap pipinya yang kini Basah berantakan.

"Stop Ca!! jangan jadi anak durhaka kamu, menentang orang tua! pokoknya kamu harus nurut sama Mama, Brama adalah pilihan yang tepat!"

Mama Sarah keluar meninggalkan Ica dan Siska serta Papa Arif yang hanya bisa terdiam.

"Kak, Aku gak mau nikah sama Brama"

peluk Ica pada Siska masih dalam tersedu sedan.

"Iya Ca, kakak paham.. Kakak pernah di posisi kamu, tapi coba kamu lihat kakak sekarang, Semua baik-baik saja, Kakak bahagia..sebaiknya kamu nurut ya sayang, percayalah ini tak seburuk yang kamu bayangkan"

Ica menggeleng, ia memejamkan matanya menahan sesak yang kini semakin bertambah.

"Kamu istirahat ya..."

Ica mengusap pundak adiknya dan berlalu menggalkan Ica sendiri.

Ica memandang selintas Papa Arif yang mematung, ada perasaan kecewa di hati Ica ketika Papa Arif tak mampu berbuat sesuatu untuk mencegah niat Mama Sarah, hal yang sama terjadi ketika pernikahan Siska beberapa tahun yang lalu.

Ica bertelungkup masih dalam isak tangisnya.

Sadar akan kekecewaan pada tatapan Ica, Papa Arif mendekati Ica, duduk di tepi tempat tidur, dan mengusap pundak Ica.

"Maafkan Papa Ca.. Papa tau kamu marah dan kecewa sama Papa tapi Papa tak bisa berbuat apa-apa, kita semua tau bagaimana sikap Mama kalau ia berkehendak, kamu yang sabar ya Ca... Papa paham bagaimana terlukanya kamu"

Ica beranjak, dan memeluk Papa Arif. Tangisnya semakin pecah ketika berada di dekapan Papa Arif.

"Papa tau yang kamu rasakan nak,, maafkan Papa"

Batin Papa Arif menyesal.

Bersambung***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!