Ica bangun lebih pagi, sebelum semua anggota keluarga terbangun termasuk Brama yang masih pulas dibawah selimut tebal.
sesaat Ica menoleh pada Brama, lalu menghela napas panjang.
"Huuffhh...Aku berharap ini hanyalah mimpi buruk, yang ketika bangun pagi ini semua akan baik-baik saja, tapi ternyata Aku salah,, ini kenyataan"
Batin Ica.
Setelah mandi dan rapi,
"Bram, bangun!"
Sentuh Ica pada punggung Brama.
Brama perlahan membuka matanya, senyumnya terkembang sembari mengusap kedua matanya.
"Aku tidak sedang bermimpikan?"
Ujarnya.
Ica menggeleng,,
"Andai saja kamu tau Bram,, bahwa Akulah yang berharap ini semua cuma mimpi,, bahkan ini adalah mimpi yang paling buruk dalam hidupku"
Batinnya.
Brama beranjak dan duduk di samping Ica di tepi tempat tidur, matanya berbinar menatap istri cantiknya yang sudah rapi, bahkan Brama tak segan menyusupkan tangannya di pinggang ramping Ica, hingga tubuhnya melekat erat,
"Sayang,, Aku seneng banget deh, karena mulai hari ini kita akan memulai hidup yang baru bersama-sama"
Rayunya.
Brama mendekatkan wajahnya pada Ica berniat mengecup pipinya, namun buru-buru Ica menghindar.
"Bram, ini sudah siang, lebih baik kamu segera mandi,"
Ica berdiri lalu memberikan handuk pada Brama.
Brama berdecit kecewa, menatap Ica yang berlalu meninggalkannya menuju dapur.
"Hadehhh... sampai kapan jual mahal terus!!"
gerutunya.
Tak lama berselang, Ica kembali dengan satu teko Coklat panas kemudian duduk di meja makan, menunggu semua anggota keluarga yang lainnya.
"Ante..."
Terdengar suara parau Cika, ia baru saja keluar kamar dan berjalan sempoyongan mendekati Ica.
Ica menoleh ke asal suara, lalu dengan reflek Ica mengangkat tubuh bocah imut itu keatas pangkuannya.
"Cika mau sarapan? Ante bikinin roti oles coklat ya,, mau??"
tanya Ica, lemah lembut.
Cika mengangguk, kemudian menguap lebar sembari menggaruk kepalanya lalu mengusap matanya.
"Cika masih ngantuk ya?? Kok udah bangun?"
Ica memberikan sepotong roti pada keponakan kesayangannya tersebut.
"Ante,, kemalin Ante kan janji mau ajak Cika jalan-jalan sama Om Bayu setelah selesai pamelan..."
Ica tersentak mendengarnya kemudian memeluk erat Cika.
Hatinya perih, untuk pertama kali dalam hidupnya tak menepati janji pada Cika.
"Kok gak jadi,, malah sekalang Ante mau pelgi Ama om Blama..."
sambung Cika.
Ica menelan ludah, sebelum menjawab pertanyaan yang jawabannya masih ia rangkai agar Cika paham tanpa menyakiti hatinya.
"Ehm... Cika,, Ante minta maaf ya...Ante ingkar janji,, Sebab Ante mau ikut Om Brama pergi,, tapi Cika tenang aja,, nanti kalau Om Brama gak sibuk,, Ante main deh ke rumah Cika,, terus kita jalan-jalan.. ya..."
Bujuk Ica.
Sejenak Cika terdiam, lalu..
"Sama Om Bayu ya...."
Jawabnya mantap.
Ica terbelalak dan nyaris tersedak coklat panas mendengar ucapan Cika.
Sedekat itu ternyata hati Cika pada Bayu.
"Ehmm... Eh,, Cika makan deh rotinya,, enakkk banget"
Ica mencoba mengalihkan pembicaraan, membuat Cika terdiam sesaat kemudian mulai menyuapkan roti ke mulut mungilnya.
Brama yang baru saja keluar dari kamar, menatap dan mendengar obrolan Ica dan Cika barusan, begitupun dengan Mama Sarah, Papa Arif dan Siska.
Mama Sarah yang takut Brama tersinggung berjalan menghampiri Brama.
"Kamu jangan ambil hati ocehan Cika ya Bram,, dia belum paham"
Brama tersenyum mengangguk.
Dalam 15 menit semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan.
"Kalian nanti hati-hati ya Bram"
Ujar Papa Arif.
"Ya Pa..."
Jawab Brama, sementara Ica hanya mengangguk.
"Kalian juga mau pulang hari ini Dik?"
tanya Papa Arif mengalihkan pandangannya kepada menantu pertamanya.
"Iya Pa, Besok Dika ada meeting pagi,,
"Oh.. begitu,, ehm... Padahal kakek masih rindu sama Cika"
"Papa sama Mama ikut aja ya.. dari pada dirumah kan sepi.. seminggu atau 2 Minggu menginap biar Cika juga senang"
Sambung Siska.
"Iya kek... Ikut Cika pulang ya...."
Rengek Cika manja.
"Wah... Sebenernya kakek pengen banget loh,, tapi sekarang kakek masih sibuk,, "
Jawab Papa Arif yang di usia senjanya masih sibuk dengan toko sembako miliknya.
Usai sarapan,
"Ma, Pa.. Ica pamit"
Ica mencium tangan kedua orang tuanya, namun kepada Papa Arif, Ica memeluk erat hingga tersedu sedan, air matanya tumpah seolah mewakili segala curahan hatinya yang tak bisa Ia ucapkan dengan mulutnya.
Papa Arif mengelus pundak Ica seolah paham akan isi hati putrinya.
"Ica, Papa tau ini berat buat kamu... Tapi Papa yakin, Ica mampu,, Ica kuat... Belajarlah untuk ikhlas Nak, perlahan-lahan kamu pasti terbiasa, ingat pesan Papa Nak, Brama sekarang adalah suami kamu,, kamu harus taat, patuh, jadilah istri yang baik,, jangan melawan atau membangkang,, layani ia selayaknya istri kepada suami"
Pesan Papa, semakin membuat hati Ica perih, air matanya semakin deras.
Papa Arif mengusap pipi Ica dan mengecup kepalanya.
"Sudah Ca, jangan menangis lagi... Pergilah...Brama sudah terlalu lama menunggu di mobil"
Ica menyeka sudut matanya dan melangkah meninggalkan Papa Arif dengan hati yang hancur berantakan.
Lambaian tangan Ica dan Brama, mengiringi gerak mobil yang mulai melaju meninggalkan kediaman Mama Sarah dan Papa Arif.
Ada pilu yang menyayat di dasar hati Papa Arif, ia hanya takut Ica tak dapat meraih kebahagiaannya, sebab ia tau Ica tak pernah menginginkan pernikahan ini, namun Papa Arif berharap agar Ica bisa mencontoh Siska yang lambat Laun bisa menerima Dika dan pada akhirnya kebahagian itu muncul dengan lahirnya Cika ditengah-tengah mereka.
Bersambung***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments