Bab 14 Selangkah lagi

Waktu berjalan terasa begitu sangat cepat,

Pameran berakhir, dan itu artinya semakin dekat pula hari yang paling tak ingin ia lalui.

Ica menghembuskan nafas lega, Pameran sukses dan semua berjalan sesuai rencana awal. Pak Leo sangat puas dan ia berencana akan merayakan kesuksesan acara yang baru saja selesai di selenggarakan dengan mentraktir semua karyawan kantor makan siang bersama.

Semua berbahagia penuh suka cita, kecuali Ica.

Dipikirannya hanyalah tentang waktu yang berjalan 3 kali lebih cepat, hatinya gusar mengingat waktu kebebasannya hanya tinggal menghitung hari.

Ica berjalan pelan menuju ruang Pak Leo.

Tok... Tok... Tok...

"Iya, silahkan masuk !"

Ica segera membuka pintu ruangan Pak Leo.

"Ica, silahkan duduk ada apa?"

Tanya Pak Leo sedikit bingung.

"Ini Pak, Saya mau mengajukan surat pengunduran diri Saya"

Ica menyerahkan sebuah berkas yang berisi surat pengunduran dirinya.

"Ternyata Kamu serius Ca, jujur Saya sangat merasa kehilangan kamu, bahkan mungkin kantor inipun sama."

Ujar Pak Leo menerima surat yang diajukan Ica.

"Maafkan Saya Pak sudah buat Bapak dan Kantor ini kecewa, Saya terpaksa resign dikarenakan minggu Nanti Saya akan menikah dan ikut Suami ke luar Kota"

Jawab Ica tanpa menyebut bahwa Brama lah yang akan menjadi calon Suaminya.

Pak Leo termangu sesaat, sebelum akhirnya mengangguk menyetujui pengunduran diri Ica.

"Apa boleh buat Ca, kalau itu yang menjadi alasan kamu keluar, Saya doakan kebahagian selalu menyertai Kamu ya"

"Terimakasih Pak, maaf juga kalo Saya tidak menyebar undangan untuk semua orang kantor, karena pernikahan Saya hanya dihadiri keluarga inti saja"

"Tidak apa-apa Ca... Mudah-mudahan acaranya lancar ya.."

"Sekali lagi terimakasih banyak Pak, Saya permisi"

Setelah keluar dari ruang Pak Leo, Ica segera membereskan barang-barangnya dan bergegas untuk pulang.

"Ibu...."

Suara Nindy yang bergetar dari ambang pintu ruang kerja Ica membuat Ica menoleh.

Nindy berjalan Pelan mendekati Ica, dan Ica menyambut Nindy dengan pelukan hangat.

"Ibu, jangan lupakan Saya ya..."

Seketika suasana berubah haru, air mata Nindy mengalir bebas, begitupun dengan Rudy yang turut menyeka sudut matanya.

"Semoga Ibu bahagia, dan cepat diberi momongan ya Bu..."

Ica menyambut uluran tangan Rudy.

Bersama-sama mereka mengantar Ica menuju taxi yang sudah di pesan.

"Semoga lancar ya Bu..."

"Makasih ya Nin, Rud, kalian harus tetap semangat... Maaf ya, Saya tidak mengundang teman-teman semua"

"Iya Bu, padahal kita mau banget datang liat Ibu sama Mas Bayu jadi pengantin"

Glek!!

Ucapan Nindy seketika membuat Ica menelan ludah.

Senyum getir terlihat di wajah Ica,

"Cuma nikah biasa Nin, gak ada pesta soalnya buru-buru mau pindah keluar kota"

"Iya Bu, semoga suatu hari kita bisa jumpa dan cerita-cerita lagi ya Bu.."

Ica melambaikan tangan pada 2 bawahannya yang paling baik.

...****************...

Malam sebelum pernikahan,

Ica menatap foto Bayu pada layar ponselnya.

"Apa kabar kamu Bayu...? Bahagiakah Kamu dengan pilihan orang tuamu?"

Gumam Ica lirih, kemudian mengetikan sebuah pesan pada nomor Bayu.

"Apa kabar? Besok Aku akan menikah dengan orang yang tidak pernah ada dihatiku, bahkan didalam mimpi sekalipun"

Tak lama berselang,

Drrrtttt..

Pesan masuk,

"Maaf Ca, Aku minta tolong, jangan hubungi Aku lagi, hargai Istriku. Aku disini baik-baik saja bahkan Bahagia, selamat juga buat pernikahan kamu"

Seketika air mata Ica mengalir, dadanya terasa begitu ngilu, untuk pertama kali dalam 10 tahun hubungannya ia mendapat pesan ketus dari Bayu.

Ia merasa seperti bukan sedang berbalas pesan dengan Bayu yang ia kenal.

Ica menatap dan meraba kebaya pengantinnya, hatinya nyeri dan terluka hebat, impiannya patah bersama leburnya harapan membangun masa depan bersama Bayu.

Ica memejamkan matanya yang basah hingga ia terlelap dalam duka.

Pagi tiba,

Hari yang menakutkan dan sungguh tak ingin ia lalui akhirnya datang.

Ica duduk menghadap cermin pasrah membiarkan wajah sayunya di poles penata rias.

Ica tak peduli secantik atau sejelek apa hasilnya nanti, yang ia pikirkan hanyalah waktu yang semakin menyempit.

"Gimana Mbak, sudah siap??"

Tanya Siska kepada penata rias ketika masuk ke kamar Ica diikuti Cika

"Ante cantik banget,, cika pengen jadi pengantin kecil, tapi kok gak jadi"

Cika cemberut dengan melipat tangan di dada.

"Maaf ya sayang.... Ante gak bisa nepatin janji, tapi... Cika jangan ngambek ya sama Ante"

Ica membelai kepala Cika.

Meski masih sedikit Manyun, Cika mengangguk dan tersenyum kecut.

"Kamu yang sabar ya Ca, Kakak doain kebahagian akan selalu menyertai kamu setelah ini"

Sementara Ica tak menjawab sepatah katapun.

Raut wajahnya cukup mewakili kesedihan yang tengah ia rasakan.

Bersambung***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!