Bab 15 Hari itu terjadi

Ica berjalan pelan didampingi Siska menuju ruang tamu, di sana sudah berkumpul keluarga inti Brama dan Ica.

Pernikahan dilaksanakan, tak ada tamu undangan, tak ada gedung mewah dan indah, tak ada gaun pengantin impian, sama sekali tak ada yang istimewa seperti harapan Ica dan mungkin harapan seluruh pengantin perempuan di seluruh dunia.

Begitupun hantaran-hantaran selayaknya sebuah pernikahan pada umumnya.

Hanya seonggok mahar pemberian Brama berupa satu set perhiasan emas yang terdiri dari anting, cincin gelang dan kalung dengan nilai nominal standar harga emas,

Lagi-lagi perih hatinya terasa berdenyut nyeri,

Bayang wajah Bayu dan masa lalunya membayang dipikirannya seperti tengah diputarkan film diotaknya, sejak awal masuk Smp, ketemu dan berkenalan hingga malam terakhir bertemu sebelum Bayu pamit pergi dan setelah itu, semua berubah menjadi mimpi buruk.

Ica belum bisa menerima kenyataan jika hari ini adalah hari pernikahannya dengan Brama.

Hatinya terus menolak namun untuk berontak sungguh ia tak punya nyali.

Acara selesai, tak ada raut bahagia sedikitpun di wajah Ica layaknya seorang pengantin, yang ada hanya gurat- gurat duka yang tergambar jelas.

Di tempat berbeda...

Di sepetak kamar sempit, seorang laki-laki patah hati tengah duduk termangu sendiri berteman sepi dan sebotol air mineral.

Ia tak henti memandang layar ponselnya yang menyala menampakkan sebuah potret gadis manis yang tengah tersenyum.

Hatinya terasa pedih, nyeri, ngilu bercampur jadi satu, semenjak keberangkatannya meninggalkan kota dan ia mendapatkan pesan itu, hatinya sudah hancur berantakan bahkan sejak hari itu juga, ia sudah seperti tak memiliki tujuan hidup lagi, jika saja ia tak mengingat Umi Hasanah, mungkin ia akan membiarkan dirinya hancur dan mungkin saja hal yang lebih buruk dari itu akan terjadi.

"Ca.. Apa kabar kamu sayang? Apa kamu sudah menikah? Apa kamu sedang mengingat Aku sekarang atau justru malah sekarang kamu sedang berbahagia Ca...? Aku rindu Ca...."

Gumam Bayu lirih, setetes air bening meluncur bebas.

"Bay, sudah bangun lu.. Gimana keadaan Lu, dah baikan??"

Bang Igo masuk ke kamar dengan menyodorkan nasi bungkus pada Bayu.

"Ya Bang, Aku sudah baikan, besok Aku kerja, maaf ya Bang hari ini Abang jadi kerja sendiri"

Jawab Bayu tak enak hati sebab hari ini tak masuk kerja dikarenakan pusing dan demam yang dialaminya.

"Ah, sudah lah, jangan dipikirin, itu Lu makan dulu, Gua udah makan disana tadi"

"Makasih Bang"

...****************...

Selepas magrib,

"Jam berapa besok kalian berangkat?"

Tanya Mami Lena, sesaat sebelum berpamitan pulang dari rumah Ica.

"Habis subuh Mi"

Ujar Brama yang tak ikut pulang, malam ini ia akan bermalam di rumah keluarga Ica.

"Ya sudah, Kami pulang ya... Kalian besok hati-hati"

Pamit Mami Lena pada Brama.

Dalam hitungan menit, mobil yang ditumpangi keluarga Brama berlalu meninggalkan kediaman Ica.

Ica masuk kedalam kamar, disusul Brama.

"Sayang, makasih ya mulai hari ini.. kamu dan Aku sah suami istri, dan kamu tau gak, Aku lega banget.. karena mulai saat ini, kamu utuh menjadi milik Aku"

Brama memeluk Ica, sementara Ica sendiri hanya diam tanpa suara begitupun saat Brama mengecup pipinya, Ica hanya memejamkan mata menahan segala rasa mencoba menerima takdir bahwa yang sedang berdiri dihadapannya sekarang dan berusaha mencumbuinya adalah suami yang tak pernah dicintainya.

"Ya Allah,, bagaimana Aku bisa melanjutkan hidupku di hari-hari kedepan, jika hati ini tak pernah ada cinta"

Batin Ica.

Ckkk....

Mulut Brama berdecit dan mengurungkan niatnya untuk mencumbu Ica lebih panas lagi, ketika suara pintu kamar diketuk.

"Ca... Bram... Kata Mama makan dulu, ditunggu di meja makan ya...."

Seru Siska dari luar kamar.

"Iya Kak.."

Jawab Ica sembari mendorong pelan tubuh Brama.

Brama mendengus kesal dan memutar bola mata jengkel.

"Bram, Aku mau ganti baju, apa bisa kamu keluar duluan?"

Ujar Ica yang membuat Brama ternganga.

"Loh...Ca, kamu kenapa? Aku Suamimu loh, dari ujung rambut sampai ujung kaki kamu Aku berhak penuh untuk menatap"

Jawab Brama dengan senyum genit dan perlahan mendekat.

Tubuh Ica meremang, degup jantungnya berdetak cepat, terlebih ketika ia menatap mata Brama yang menjelma bagai mata singa yang lapar.

"Ca...,, Aku bantu kamu melepas semuanya"

Brama mendekat, dan mulai menyentuh punggung Ica.

Brama mulai membuka satu persatu kancing kebaya yang Ica kenakan.

matanya tak berkedip melihat leher putih milik Ica.

Brama mendekatkan wajahnya dan membenamkannya pada leher Ica, sembari memejamkan mata, Brama menyesap lembut membuat Ica semakin bergidik ngeri.

"Bram..... Maaf.... Mama sudah menunggu Kita"

Ujar Ica dengan langkah mundur.

Brama tersenyum kecut melihat Ica kembali menutup bagian dadanya dengan kebayanya dan menjauh dari Brama.

"Kau tau Ca.... sikapmu semakin membuat Aku gemas!! Tapi kau benar juga, sekarang bukan waktu yang tepat!"

Brama kembali berjalan mendekat.

"Disini terlalu banyak gangguan!!"

Bisik Brama ditelinga Ica, lalu menggigit lembut telinga Ica.

Sungguh perlakuan yang membuat Ica berkeringat dingin.

Bersambung***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!