11.

Saat pulang ke rumah, Runa masih saja tak percaya bahwa di tubuhnya sekarang akan tumbuh seorang manusia. Saking tak percayanya Runa sampai mengecek lagi lewat test pack menemukan hasilnya memang positif sesuai hasil tes rumah sakit.

Runa tertawa kecil di antara tangisannya.

Ia terharu sekaligus takut. Rindu sekaligus sedih. Tapi ... setelah sekian lama ... Runa melihat harapan justru di depan keputusasaan.

Seharusnya ia merasa lebih tersiksa lagi karena anak ini bisa saja dilukai oleh Dayan. Seharusnya ia merasa semakin menderita karena anak ini akan memaksanya berjuang padahal Runa putus asa.

Tapi Runa merasa ia justru melihat harapan. Sebuah harapan yang besar dari masa depannya.

"Aku bersumpah kamu akan lahir dan melihat dunia sudah baik-baik saja, Kecil." Runa mengusap-usap perutnya. "Aku bersumpah kamu tidak akan menangis sepertiku di masa depan."

Runa memasukkan semua bukti-bukti kehamilannya itu ke dalam laci, bersama sebuah buku harian yang ia miliki sejak bersama Dayan. Setelah memastikan laci itu terkunci, Runa beranjak keluar. Pintu kamarnya tidak terkunci sebab Dayan tidak ada.

Wanita itu pergi ke dapur, membuat sarapan sekaligus makan siang. Ia takut jika makan siang di kantor maka kondisinya akan diketahui. Runa akan berpura-pura sambil menunggu celah kapan ia benar-benar bisa kabur.

Walau sebenarnya tak nafsu makan, Runa memaksakan dirinya makan sampai batas. Lalu beranjak, minta diantar ke butik untuk kembali bekerja.

"Selamat pagi."

"Selamat pagi, Mbak."

"Selamat pagi, Bu."

Runa tersenyum kecil pada karyawannya. Hal yang seharusnya normal tapi ternyata membuat mereka terkejut. Amanda bahkan tak percaya pagi-pagi begini mereka melihat bos mereka yang biasanya bermuka datar sekarang malah tersenyum.

Serius itu bos mereka?

"Kebahagiaan melihat Mbak Karuna pagi-pagi sudah tersenyum." Amanda mengekori Runa sambil cengengesan. "Ada angin apa, Mbak? Atau jangan-jangan tebakan saya kemarin benar, yah? Mbak Runa sedang—"

"Kalian mau saya traktir sarapan enak?"

Amanda membulatkan mata. "Mau dong, Mbak!" jawabnya semangat.

"Kalau begitu jangan berisik." Runa meletakkan tangan di bibirnya sebagai isyarat. "Jangan berisik, Amanda. Jangan."

"Oke, Mbak! Saya sangat pandai menjaga rahasia, tenang saja!"

Runa pun mentraktir mereka makan sesuai janjinya sementara ia mendekam di kantor, mengurus hal yang perlu ia perhatikan.

Tentu saja Runa tidak tahu bahwa Dayan masih mengawasinya bahkan saat di butik. Pria itu sedang bertanya-tanya apa gerangan alasan Runa terlihat berseri padahal biasanya cuma muram. Dayan tahu Runa sejak dulu memang bukan tipe yang gampang tersenyum apalagi riang. Dia adalah tipe wanita serius dan minim ekspresi.

Hal apa yang bisa membuat dia tersenyum seperti itu?

"Dia bertingkah aneh sejak pulang ke rumah sakit." Dayan bergumam mengamatinya. "Apa yang dia sembunyikan?"

Walau Dayan tidak peduli, tidak mau peduli lebih tepatnya, pria itu memutuskan mencari tahu.

"Putar rekaman CCTV dari awal dia pulang dari rumah sakit sampai dia pergi tadi."

Rekaman itupun langsung diputarkan oleh anak buahnya, Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Runa cuma meletakkan tasnya begitu saja, lalu ganti baju dan berbaring di kasurnya.

Tidak banyak yang terjadi. Wanita itu benar-benar cuma berbaring lalu tidur. Dayan menopang dagu sambil terus mengamati sampai akhirnya Runa beranjak.

Tapi ada yang aneh.

"Dia tidur?" Dayan mendekatkan wajahnya pada monitor untuk melihat lebih jelas. "Perbesar wajahnya," perintah Dayan karena merasa kurang bisa memastikan.

Dan benar. Dugaannya benar kalau ada yang aneh. Runa beranjak bukan untuk ke toilet atau untuk ke lemari, tapi dia beranjak ke depan pintu, berdiri diam seperti patung dengan mata terbuka kosong.

Runa terus berdiri di sana, sedikitpun tidak bergerak, sedikitpun tidak bergeser sampai dua jam berlalu. Baru setelah itu, seolah tidak terjadi apa-apa, Runa naik ke tempat tidurnya, kembali terpejam hingga pagi hari.

"Apa itu?" Dayan tercengang. "Kenapa dia berdiri di depan pintu?"

"Sleepwalking." Anak buah Dayan menyeletuk di belakang. "Mungkin semacam itu, Tuan."

"Apa?" Dayan merasa jantungnya tertusuk.

Jadi maksudnya, saking depresi dia, dalam tidurnya pun dia tak benar-benar tidur? Dia berdiri di depan pintu karena itu?

Dayan mengatup mulutnya dan beranjak dari sana. Langkahnya cepat menuju kamar Runa, memutuskan untuk mencari petunjuk apa pun yang bisa ia dapatkan tentang gangguan itu.

Bisa saja dia sudah tidur sambil berjalan sejak bersama Zion. Tidak berarti itu karena Dayan. Begitu Dayan berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Tapi keyakinan itu dipatahkan oleh sesuatu yang tak Dayan perkiraan.

"Test pack?" Dayan membelalak. "Kenapa ada test pack di sini?!" serunya murka walau sejujurnya tak tahu untuk siapa murka itu.

Dayan membongkar laci itu secara keseluruhan untuk mencari petunjuk dan akhirnya justru ditampar oleh kenyataan.

Runa hamil. Bukan hanya test pack, ada konfirmasi dari rumah sakit. Dia kemarin pergi bukan untuk memeriksa kepalanya tapi kehamilannya.

Dia hamil anaknya saat ... saat Dayan menyiksa dia?

"Apa yang aku lakukan?" gumam Dayan pada dirinya sendiri. "Apa yang sebenarnya kulakukan?"

Selama ini sebenarnya apa yang ia lakukan? Dayan pikir ia hanya membalaskan kemarahannya atas kematian Zion, adiknya tercinta walaupun dia brengsek dan menyebalkan, tapi Dayan justru menyiksa anaknya sendiri?

Saat penyesalan itu pelan-pelan menguasai hatinya, Dayan melihat sebuah buku yang ia tahu memang sering dipegang oleh Runa. Pikirnya itu buku gambar. Tempat Runa menaruh desain-desain baju yang dia pikirkan untuk butiknya. Tapi saat Dayan membukanya, itu terlalu mengerikan untuk disebut buku gambar.

Isinya hanya tulisan acak-acakan. Tidak teratur dan seperti coretan anak kecil.

Monster.

Monster.

Dayan.

Aku takut.

Monster.

Ibu, tolong.

Monster.

Monster.

Monster.

Aku takut.

Tolong.

Hentikan.

Hentikan.

Setiap lembarnya berisi kalimat sama yang berulang-ulang. Semakin kacau dan semakin amburadul sampai pada sebuah tulisan rapi.

[Aku hamil.]

Dayan menahan napas membaca kalimat panjang di bawah dua kata itu.

[Nak, Mama takut. Mama takut jika kamu lahir, suatu saat, kamu membenci Mama dan berkata 'seharusnya Mama jangan melahirkan aku'. Dunia sangat menakutkan bahkan bagi Mama. Kamu mungkin tidak akan menyukai rasanya hidup di neraka ini. Tapi Mama ingin egois sedikit. Mama ingin berbuat seenaknya, sekali saja.

Tolong jangan benci Mama saat kamu lahir nanti. Mama akan berusaha membuat surga hanya untuk kamu saja.

Mama tidak dicintai dan mungkin tidak tahu rasanya dicintai dengan benar. Tapi kamu akan selalu dicintai dengan cara yang paling benar.]

Dayan menutup matanya, tak ingin dilihat saat ia menangis di depan orang lain. Tapi pada akhirnya semua tahu bahwa Dayan sedang menangis ketika punggungnya naik turun akibat isakan.

Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya atas apa yang terjadi pada Runa dan anak di perut Runa itu.

*

Terpopuler

Comments

mbak akane

mbak akane

kmu menjadi monster dayan,,, 🙄🙄

2023-08-13

1

mbak akane

mbak akane

wow.. kayakx bkalan serius ni,,🤔

2023-08-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!