Dayan meninggalkan Runa begitu saja menuju kamarnya. Pikiran Dayan mau tak mau tertuju pada perkataan wanita itu.
Tidak, Dayan bukanlah pria tanpa hati nurani. Kalau saja ia benar berhati dingin, memangnya Dayan mau repot-repot merasa sedih atas kematian adiknya yang menyebalkan? Ia bisa berpura-pura tidak tahu tentang Zion, berpura-pura dia bukan adiknya karena memang Zion juga sudah membuang keluarga mereka demi Runa.
Dayan punya hati. Tapi ia membenci Runa yang membuatnya kehilangan Zion.
"Kasihan padamu juga tidak mengembalikan adikku, sialan." Dayan memandangi air berjatuhan dari kepalanya, mengalir ke saluran pembuangan. "Lalu kamu memintaku kasihan? Pada wanita yang tidak peduli pada perjuangan Zion? Jangan mimpi."
Dayan akan menepikan hati nuraninya. Persetan dengan rasa kemanusiaan. Memangnya itu juga manusiawi saat wanita yang sudah diberi segalanya malah terisak-isak lega di hari kematian kekasihnya?
Runa itu manipulatif. Dia cuma menunggu Dayan kasihan agar meringankan dosanya.
Tidak akan. Bagaimanapun, tidak akan.
*
Runa duduk di samping pintu sampai akhirnya Dayan datang, mau membukakan pintu.
Berbeda dari biasanya, pria itu cuma membuka lalu pergi tanpa berbalik lagi. Runa bergegas keluar karena jika pintu tertutup lagi, otomatis akan terkunci dan ia harus menunggu Dayan lagi.
Runa berjalan menuju dapur, berhati-hati tak bersuara agar Dayan tak menjadikan alasan 'terganggu' untuk menyiksanya lagi.
Dan persis seperti kata Runa, Dayan memang diam-diam mengawasinya. Pria itu menatap tangan Runa yang kurus, memegangi gelas kaca air minum. Rasa benci Dayan justru semakin menguat ketika melihat betapa menyedihkan dia.
Sialan! Berhenti bertingkah seakan-akan dialah yang paling terluka!
Dia pikir Zion tidak? Dia pikir Zion tidak menderita sepertinya?
"Argh!"
Runa terlonjak kaget hingga gelas di tangannya jatuh. Dia menoleh dan sudah mengira Dayan akan datang mencekiknya, tapi ternyata Dayan beranjak pergi, keluar dari rumah tergesa-gesa.
Suara mobilnya terdengar meninggalkan rumah hingga mau tak mau Runa lega.
Entah apa yang membuat dia marah, tapi semoga dia melampiaskannya di luar saja dan bukan pada Runa lagi.
Sementara itu, Dayan yang pergi memutuskan untuk mendatangi Hestia tanpa izin. Biasanya seseorang cuma boleh diundang langsung oleh anggota keluarga Narendra atau memiliki keperluan bisnis penting boleh memasuki lingkungan mereka, tapi Dayan tak peduli.
Ia merasa harus bertemu Hestia sekarang, untuk melampiaskan semua rasa frustasinya.
Walau butuh setengah jam menunggu, Dayan diperbolehkan untuk masuk.
"Kamu harus berterima kasih karena aku sangat baik hati," ucap Hestia sesaat setelah dia muncul.
Dayan langsung berdiri, merengkuh tubuh wanita yang dicintainya itu.
"Nona." Dayan melirih putus asa. "Peluk aku, Nona. Aku terluka."
Hestia terkekeh geli. Tangannya bergerak mengelus-elus kepala Dayan, duduk di kursi sementara Dayan berlutut di depannya, membaringkan kepala di oangkuan Hestia.
"Padahal istrimu yang seharusnya terluka sekarang, jadi kenapa kamu yang merengek, hm?"
"Jadi sekarang kamu juga melihat dia sebagai korban, Nona?"
Dayan mencengkram kuat gaun Hestia tapi bukan karena marah padanya, melainkan karena Dayan merasa sangat terluka hanya dengan mengingat Runa.
"Kamu juga menganggap Zion adalah penjahat sedangkan wanita itu korban?"
"Aku tidak peduli siapa penjahat dan siapa korbannya, Dayan." Hestia tertawa kecil. "Tapi pada kenyataannya istrimu itu harus menanggung kemarahanmu. Padahal kudengar Zion juga tidak memperlakukan dia sangat baik."
"Memang kalian wanita pernah melihat kebaikan pria?" Dayan mendongak. Lembut meraih wajah Hestia tapi menciumnya kasar. "Kalian cuma meminta diperjuangkan dan tidak mau melakukan hal sama. Lalu berteriak menunjuk kami sebagai penjahat."
Hestia tersenyum angkuh. "Kamu sedang mengajakku berdebat?"
"Perdebatan apa yang membuatku bisa menang darimu, Nona? Kamu selalu menang sejak aku mencintaimu."
Hestia memegang dagu Dayan, mengamati wajahnya. "Aku penasaran apa cintamu padaku itu akan bertahan lama atau tidak."
"Pertanyaan bodoh." Dayan tertawa. "Memangnya seseorang bisa membuatku berpaling dari wanita secantik dan semenarik dirimu?"
*
Runa hanya terdiam cemas menunggu kepulangan Dayan. Bukannya ia berharap dia cepat pulang karena khawatir, tapi Runa juga merasa tak nyaman berada di luar kamar.
Lebih dari lima orang pria, dalam rumah, mengawasinya nyaris tanpa berkedip. Mereka terus melihatnya seolah-olah takut Runa bunuh diri di tempat menggigit ludahnya sendiri. Meskipun dalam kamar itu menyiksa, di luar kamar bukannya sebuah surga.
Sangat lama rasanya Runa menunggu, sampai terdengar suara mobil datang. Pikirnya itu Dayan, tapi ternyata itu seseorang yang lain.
"Nyonya Karuna?" Dia pria berpakaian rapi, berwajah profesional dengan kacamata hingga kesannya sangat serius. "Ada surat untuk Nyonya dari Nona Hestia."
"Eh?"
"Surat dari Nona Hestia Narendra." Pria itu mengulurkan suratnya, tak peduli jika Runa kebingungan.
Mau tak mau Runa membukanya, jelas saja gugup mengingat Hestia itu adalah komplotan Dayan. Tapi isi suratnya membuat Runa tertegun.
[Kalau ingin terbebas dari Dayan, bersikap baiklah padanya sekalipun dia menakutkan. Dia membencimu bukan karena dia pria kejam, tapi karena dia merasa berat kehilangan adiknya.
Tentu saja, aku tidak minta memakluminya. Hanya bersikap baiklah sampai kamu bisa melarikan diri.]
"Ini ...."
"Tolong jangan salah paham, Nyonya." Pria pengantar surat itu berucap tenang. "Nona Hestia sedikitpun tidak mendukung Tuan Dayan. Tentu saja, beliau juga tidak mendukung Anda. Tapi Anda bisa menganggap ini sebagai bantuan kecil dari sesama wanita."
Bagaimana bisa Runa percaya pada omongan orang yang menyiramnya di pesta? Bagaimana jika ini juga bagian dari permainan Dayan? Bagaimana kalau Runa mengikutinya lalu tahu-tahu Dayan sudah ada di sana, tersenyum sambil berkata 'nikmati nerakamu, istri bodohku'?
"Nona Hestia berkata jika Anda tidak percaya maka itu terserah Anda." Pria itu berbalik pergi. "Tapi sebagai bentuk kebaikan, Nona membebaskan Anda bergerak."
Runa tidak mengerti apa yang dia maksudkan awalnya. Baru Runa mengerti ketika tiba-tiba semua pria berbadan besar dan menakutkan itu mundur, berhenti mengawasinya.
Padahal Dayan menyuruh mereka mengawasi Runa.
Runa beranjak hati-hati sambil mengamati mereka. Bahkan pelayan dan penjaga di lantai atas juga tidak melihat Runa seolah-olah mereka sudah diperintahkan untuk berbalik badan.
Runa berdiri di depan kamarnya, melihat pintu kamar itu terbuka padahal ia sudah menunggu sangat lama agar Dayan pulang dan membiarkannya masuk ke kamar.
"AC juga menyala." Runa bergumam merasakan hawa sejuk ruangan yang tidak pengap lagi. "Tapi maksudnya apa? Kenapa dia bersikap baik?"
Ini jelas bukan sikap baik. Tapi kalau ini jebakan Dayan juga, buat apa? Padahal dia sangat suka menyiksa Runa.
"Bersikap baik sampai bisa pergi." Runa kembali membaca surat di tangannya. "Apa tidak masalah berharap sekali lagi?"
Runa tidak mau terluka oleh harapannya lagi tapi ia juga sangat lelah terluka oleh pria lagi.
Kalau bersikap baik sambil menunggu kesempatan adalah cara untuk kabur, maka ia akan melakukannya.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
mbak akane
jdi hesti tu gak sepenuhnya pihak dayan...🤔
2023-08-11
0
mbak akane
karna does exist yan...
2023-08-11
0
mbak akane
terlepas dri alasamx dayan emg syg bangettt sm zion tapiiiiii🙄
2023-08-11
0