Runa tak ingin turun lagi ke pesta bahkan setelah berganti pakaian. Kini gaun putih yang ia pakai hanya Runa gunakan untuk duduk di kamar tamu istana Narendra, diam menunggu pesta selesai.
Udara sangat dingin di sini. Rasanya seperti salju turun dari langit, membekukan segalanya. Walau dingin, Runa diam, hanya menunduk.
Entah berapa lama waktu berlalu sampai Dayan datang.
"Semua orang menantikan undangan Narendra setiap tahunnya, tapi kamu justru duduk di sini sendirian," komentar dia, seolah-olah itu keputusan Runa sendiri. "Istriku ternyata sulit bergaul. Itu tidak baik, Sayang."
Runa mencengkram kuat gaunnya tanpa suara.
Dulu ayahnya adalah monster, kemudian Zion datang, bersikap seperti malaikat tapi pada akhirnya juga berubah jadi monster, lalu sekarang kakaknya.
Kenapa sebenarnya mereka sangat suka melakukan hal ini? Sebenarnya kepuasan apa yang dia dapatkan dari melakukan ini?
"Hah, kamu memasang wajah korban itu lagi." Dayan mencibir muak. "Kurang baik apa aku padamu, Runa? Aku bahkan memohon kita menginap di sini agar bulan madu kita dimulai."
Runa tersentak. Spontan wanita itu mendongak, menatap Dayan yang tersenyum. "Apa?" Bibir Runa bergumam tak sadar.
Bulan madu? Maksudnya dia mau menyentuh Runa?
Tidak. Runa tidak mau. Ia tidak mau melayani monster menakutkan ini.
"Ada apa denganmu? Kita suami istri, jadi tentu saja kita berbulan madu." Dayan berujar sok bingung. "Ah, kamu mengira aku tidak melakukannya karena aku sempat menunda itu? Tentu saja tidak, Istriku. Aku cuma ingin menyiapkan malam pertama terbaik untukmu, di sini."
Tepat setelah mengatakannya, Dayan melepaskan jas yang sejak tadi dia pakai.
Napas Runa berembus berat dan ketakutan saat kemeja Dayan menyusul tak lama setelah itu. Tubuh kekarnya mungkin terlihat indah di mata orang yang tidak tahu seperti apa sifat aslinya. Namun bagi Runa yang tahu, liat ototnya itu justru memberitahu seberapa keras dia akan memukul.
Dayan menatapnya. Detik itu juga Runa beranjak, berlari keluar dari kamar bahkan jika ia akan malu lagi, andai ada yang tahu.
Tapi Dayan yang melihat Runa berlari justru terkekeh kecil.
"Siapa juga yang bernafsu padamu, bodoh." Dayan mengacak-acak rambutnya dan tersenyum sinis. "Lari yang jauh, Karuna. Sejauh mungkin, kalau bisa."
Runa kehilangan akal sehatnya karena takut. Wanita itu berlari turun ke lantai satu yang ternyata sudah kosong melompong, meski banyak bekas-bekas pesta tadi.
Melihat tak ada orang lain, Runa lega bukan main. Kakinya pun melangkah keluar dari istana itu, tak peduli jika hawa dingin menusuk semakin parah.
Tentu saja Runa tidak tahu bahwa di pegunungan ini, suhu udara siang saja sudah sangat dingin. Suhu malam ini berapa di bawah sepuluh derajat, hampir seperti dinginnya wilayah bersalju.
Dengan bodohnya Runa justru menuju ke gerbang, berharap dia bisa pergi sejauh mungkin dari Dayan.
Di tempat lain, Hestia menyaksikan usaha Runa itu dengan senyum kecil.
"Nona, bukankah berbahaya membiarkan gerbang terbuka?" tanya pelayannya.
"Segera tutup setelah dia keluar. Itu salahnya karena dia berlari."
"Kamu di sini ternyata." Suara Dayan di belakang menarik perhatian Hestia. Wanita itu berpaling, lalu tersenyum singkat merasakan pelukan Dayan di tubuhnya.
"Wanita aneh itu kabur hanya karena aku membuka baju," ucap Dayan lirih. "Padahal siapa juga yang mau menyentuhnya? Terutama ketika aku bisa datang menyentuhmu."
"Kamu akan membiarkan dia mati?" gumam Hestia santai, seolah dia tidak peduli mau Runa mati sungguhan.
"Menurutmu, Nona?" Dayan menyeringai kecil.
"Aku tidak mengerti padamu." Hestia membiarkan Dayan menciumi tengkuknya. "Padahal Zion juga bukan pria berguna. Dia justru sangat tidak berguna. Untuk apa kamu balas dendam demi anak itu?"
"Adikku tetap adikku bahkan kalau dia tidak berguna."
Ketika Hestia berbalik, Dayan langsung mencium bibirnya, melupakan sejenak tentang Runa yang berlari keluar dari gerbang.
Sedangkan di sisi Runa, wanita itu ambruk begitu saja akibat rasa dingin. Gaun putihnya langsung ternoda oleh tanah dan napasnya semakin terasa sulit di antara gigil.
Runa merasa sangat bodoh. Ia merasa seperti dirinya cuma berputar-putar dalam permainan Dayan dan meski tahu itu, ia justru menari seperti keinginan pria itu.
Runa ingin menyerah, tapi dunia seolah tak mengizinkannya mati. Lalu kalau ia berjuang, sebenarnya apa yang sedang ia perjuangkan?
Dua kali berjuang demi hidupnya dengan dua monster berbeda, sekarang ia harus berjuang lagi yang ketiga kali?
"Kamu istri yang sangat merepotkan."
Di sisa-sisa kesadarannya, Runa bisa mendengar suara datar dari Dayan. Disusul tubuhnya terangkat dalam gendongan seseorang.
Rasa dingin telah masuk hingga ke tulang-tulang Runa. Ia berusaha keras mengatur napasnya yang tersekat, tapi samar-samar merasakan hangat dari tubuh Dayan yang membawanya.
"Aku membencimu," racau Runa. "Aku sangat membenci monster sepertimu."
Dayan yang mendengarnya tentu melirik Runa. Kata monster dari mulut wanita itu membuat dia tersenyum miring.
"Menyebutku monster tapi sedikitpun tidak menghargai adikku. Adikku yang jadi bodoh mencintaimu itu juga kamu sebut monster."
Runa sudah tak sadar.
"Kalau memang sesuka itu jadi korban di segala situasi," gumam Dayan, "akan kubuat kamu benar-benar merasakan rasanya jadi korban."
Malam ini hanya permulaan. Dayan masih punya seratus ribu cara untuk menyiksanya. Memastikan segalanya terasa menyakitkan bagi Runa sampai dia mungkin berharap dia tidak pernah bertingkah jadi korban.
Kematian Zion tidak akan Dayan buat sia-aia.
*
"Dia demam parah," kata dokter yang memeriksa Runa atas perintah Dayan. "Suhunya sangat tinggi. Reaksi yang cukup sering terjadi bagi orang baru di tempat ini. Kebanyakan mengalami demam karena suhu udara terlalu rendah."
Bagi orang yang terbiasa tentu saja suhu bukan masalah tapi karena Runa tidak, tubuhnya jadi tidak bisa menahan rasa dingin.
"Kakak Pertama memberi izin kalau kalian ingin menginap beberapa hari," timpal Hestia kemudian.
Dia tersenyum santai, menikmati apa pun yang tersaji di depan matanya.
"Tidak." Dayan mengerling. "Istriku sakit karena udara terlalu dingin jadi yah, kurasa kami harus pulang. Walaupun aku ingin menginap lama, Nona."
"Kalau begitu helikopter kami yang akan membawa kalian secara langsung." Hestia menoleh pada pelayannya. "Minta mereka bersiap."
"Kuharap kita bertemu secepatnya." Dayan meninggalkan sisi ranjang tempat Runa, mendekati Hestia.
Berbeda saat bersama istrinya, pria itu mengambil tangan Hestia lembut dan menciumnya penuh ketulusan.
"Kirimi aku surat, Nona-ku."
"Urus istrimu saja."
Hestia berbalik pergi, meninggalkan Dayan yang hanya tergelak kecil pada sikap angkuh itu.
Ya, Dayan memang menyukai Hestia yang bersikap semena-mena dan suka mempermainkan seseorang. Dayan menyukai wanita yang seperti itu dan selalu menyukainya sekalipun mustahil bagi mereka bersama.
Dayan tak peduli. Karena itulah ia memilih jalan menikahi Runa sekalipun sudah mencintai orang lain.
Pernikahannya cuma mainan, cuma sesuatu yang Dayan lakukan demi tujuannya sedangkan cinta yang ia miliki tak perlu status untuk dijaga.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
mbak akane
bener tuh!!!
2023-08-08
0
mbak akane
dayan brngsek😡
2023-08-08
0
mbak akane
runaaaaaa😭😭
2023-08-08
0