Di sisi lain ruangan Runa, yaitu kamar tidur Dayan, pria itu tengah sibuk menenggak air. Ya, dia berbohong mengenai pekerjaannya banyak jadi besok saja dia mengeluarkan Runa. Pria itu dari tadi hanya sibuk mengamati Runa dari layar yang terhubung ke kamera pengawas.
"Tuan Muda, undangan pesta pernikahan Narendra sudah tiba."
"Berikan."
Dayan menerima secarik undangan mewah berwarna hitam kelam dengan simbol mawar emas di tengahnya. Pesta pernikahan Narendra adalah salah satu pesta paling ditunggu oleh kelompok elitis. Selain karena mereka dibiarkan memasuki kediaman Narendra yang sulit dimasuki, juga karena mereka bisa menemui banyak orang-orang yang sulit ditemui di hari biasa.
Tentu saja, Dayan juga menantikan. Ada seseorang yang sangat ingin ia temui di sana.
"Dan akan bagus mempermainkan Runa di sini." Dayan menyeringai. "Persiapkan gaun yang mewah untuk istriku."
Sambil menunggu hari datangnya pesta, Dayan terus melampiaskan amarahnya pada Runa. Pria itu tidak akan berhenti dan sedikitpun tidak berniat berhenti. Kebenciannya pada Runa menguat setiap kali Dayan mengingat kematian Zion.
Entah sudah berapa kali Zion memberitahu Dayan betapa dia mencintai Runa dan rela melakukan apa saja demi Runa. Tapi di hari kematian Zion, Runa sedikitpun tidak bersedih, tidak menangis, melainkan tampak sangat lega.
Seolah-olah dia terbebas dari neraka.
Maka dari itu Dayan tidak sudi mewujudkannya. Neraka yang dia takuti itu, Dayan akan pastikan dia merasainya setiap detik.
Lalu pada hari pesta pernikahan Narendra, Dayan memboyong Runa ke Papua, tempat pesta diadakan. Runa hanya terpaku melihat begitu megah dan mewahnya Kastel Bintang, tempat yang selama ini hanya Runa dengar dari berbagai pelanggannya di butik.
Dayan menggenggam tangan Runa masuk, membaur dengan tamu di pesta.
Saat Dayan melihat seorang gadis berambut ungu tua tengah berdansa dengan seorang pria taman, genggaman Dayan pada tangan Runa menguat.
"Argh." Runa sampai merintih akibat genggaman itu.
Dayan melepaskan tangan Runa, berlalu begitu saja meninggalkan wanita itu.
"Pria gila," umpat Runa menatap tangannya yang gemetar sakit akibat genggaman Dayan.
Ketika Runa mendongak, ternyata Dayan tengah mendekati seorang gadis bergaun hitam mawar dengan rambut ungu gelap. Dia terlihat sangat cantik sampai-sampai Runa percaya kalau orang menyebut dia bidadari.
Dayan mencium punggung tangan wanita itu, tersenyum manis padanya.
"Dia pasti Putri Narendra." Semua anak perempuan Narendra memang hanya bisa dilihat saat ada pesta pernikahan dari anak laki-laki mereka. "Dayan menyukai dia?"
Lalu sebenarnya untuk apa dia membawa Runa datang ke pesta ini?
Runa putuskan untuk membaur ke sisi wanita, bersosialisasi agar setidaknya ia tak hanya berdiri diam seperti patung.
Sementara di sisi lain sana, Dayan memfokuskan diri sejenak pada wanita yang dia cintai.
"Bukankah kamu berjanji padaku akan berdansa di pesta pernikahan adikmu tahun ini, Nona?"
Wanita itu justru tersenyum. "Aku suka mengingkari janji." Lalu dia melirik ke arah Runa. "Lagipula aku tidak mendengar ada rencana pernikahan. Nampaknya kamu bermain-main denganku, Dayan."
"Kamu jelas tahu dia siapa." Dayan terkekeh. "Peliharaan adik bodohku. Jika aku tidak memeliharanya menggantikan dia, maka siapa lagi yang bisa, Nona?"
"Lalu untuk apa kamu membawanya ke tempat ini? Mengajak dia berdansa di depanku?"
"Memperlihatkan padanya seperti apa neraka itu." Dayan menggenggam tangan sang Nona Narendra.
Lalu pria itu datang lebih dekat, tak peduli jika itu di depan semua orang, dia berbisik mesra di telinga wanita tersebut.
"Aku mainanmu, Nona. Perlihatkan pada wanita tidak tahu diri itu hukuman karena merebut mainanmu."
"Bilang saja kamu ingin aku membantumu." Tapi meski begitu sang Nona tersenyum kecil.
Dia mengambil minuman di dekat mereka dan mulai berjalan ke arah Runa. Lalu dengan senyum anggun serta kepastian air di gelas itu dia tumpahkan ke atas kepala Runa yang tengah berbicara.
Tenru saja semua orang terkesiap.
"Apa yang kamu lakukan?!" pekik Runa spontan.
Tapi perbuatannya justru mengundang reaksi lebih terkejut.
Dia pasti tamu baru, begitu pikir semua orang. Meneriaki seorang Narendra, apalagi anak perempuan Narendra, itu seperti sebuah dosa besar.
"Aku hanya berpikir ada serangga di sini," ucap sang Nona tanpa rasa bersalah. "Sepertinya memang benar ada serangga."
Runa mematung saat tatapannya bertemu dengan Dayan.
Astaga, apa dia benar-benar bertingkah kekanakan dengan membawa-bawa orang lain pada hal ini?
"Namaku Hestia," kata sang Nona Narendra lagi. "Akan kuberitahu satu hal dasar padamu, Orang Udik. Memakai gaun hitam di pernikahan Narendra itu berarti hinaan bagi kami."
Runa spontan menunduk melihat gaunnya. Memang warna hitam persis seperti semua warna yang dipakai Narendra. Sedangkan tamu-tamu lain justru memakai pakaian berwarna putih.
Tapi gaun ini bukan Runa yang memilih. Ia hanya terpaksa memakainya sebab Dayan menyiapkan ini.
"Itu salahku." Dayan yang tadi tersenyum dari kejauhan tiba-tiba sudah datang, seolah melindungi Runa. "Itu salahku, Nona. Istriku berkata dia sangat menyukai warna hitam, karena itulah dia memaksa memakai gaun hitam."
Runa mengerjap tak percaya.
Orang gila ini apa dia sungguh-sungguh ingin bersandiwara cuma demi menyiksa Runa? Mempermalukannya? Apa di rumah, semua bentakan, cengkraman, cekikan dan bisikan iblis itu tidak cukup?!
"Runa, minta maaflah pada Nona Hestia." Dayan menoleh dan menatap Runa seperti dia sangat kecewa atas tindakan ceroboh istrinya. "Cepat, Runa, minta maaf. Aku tahu kamu sangat suka mencari perhatian tapi tindakanmu kali ini sangat memalukan. Minta maaf."
Semua orang menatap Runa.
Saat ia menyebut semua orang, itu benar-benar semua orang, termasuk perdana menteri yang hadir dalam pesta tersebut.
Rasa malu yang ia tanggung seperti dihujat oleh satu negara. Bahkan mungkin lebih sebab Runa juga melihat beberapa tamu asing yang nampaknya juga sangat penting.
Dan Dayan justru sangat ingin mempermalukannya di sini. Di tempat ini.
"Maaf." Runa mencengkram kuat-kuat gaunnya saat menunduk. "Maaf."
"Kuterima maafmu." Hestia mengangkat tangan dan dua orang pelayan langsung datang. "Beri dia pakaian ganti. Apa pun selain warna keluarga kami."
"Baik, Nona."
Begitu Runa pergi, Dayan tertawa canggung seolah dia sangat minta maaf atas sikap istrinya.
Tapi begitu perhatian teralihkan dari mereka, Dayan diam-diam berbisik, "Kamu memang favoritku, Nona."
"Lain kali selesaikan masalahmu sendiri." Hestia berlalu meninggalkannya.
Meski Dayan buru-buru menyusul.
"Kalau begitu, bagaimana jika bermain lebih jauh?"
"Apa itu?" Hestia melirik tertarik.
Apalagi ketika Dayan menoleh ke luar jendela.
Kastel Bintang berdiri di pegunungan terdingin di negara ini, Jayawijaya. Tentu saja selain dari kastel megah ini, tidak ada satupun bangunan di sekitarnya dan hanya ada hutan di sepanjang gunung.
"Mungkin dia akan senang bermain di sana, Nona," kata Dayan dengan senyum penuh arti. "Malam ini, boleh kami menginap?"
Hestia cuma tertawa tak peduli. Dia justru menantikan bagaimana Dayan menyiksa istrinya yang dia anggap bersalah atas kematian adiknya.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
mbak akane
dayan manipulatif bgt!!!
2023-08-08
0
mbak akane
kok keinget lisa yak.... 🤔
2023-08-08
0
mbak akane
sifat dayan d pembuka an bkn pgen
2023-08-08
0