Kembali ke Masa Kini — Tervil
Ruang Audiensi Realm — Tervil, Hari yang Sama
Langit Tervil tampak seperti kaca abu-abu—sunyi, tak bersuara. Kilau dari langit-langit kaca markas Realm menciptakan bayangan simetris dari lingkaran sihir teknologi yang terukir sempurna di lantai ruangan audiensi.
Kara berdiri di depan cermin. Jubah hitam Realm melekat anggun di tubuhnya. Matanya bersinar perak, memantulkan dua tahun kehancuran, pembentukan, dan kelahiran ulang.
Bukan lagi bocah dari panti.
Kini, ia adalah Lucifer dari Realm. Pewaris kegelapan… dan harapan baru dunia.
****
Kara melangkah keluar dari kamarnya, jubah keagungan hitam yang menjuntai membalut tubuhnya seperti bayangan malam.
Langkahnya mantap menuruni anak tangga utama mansion Realm, setiap pijakan mencerminkan kewibawaan yang tak lagi bisa disangkal.
Eksekutif Realm berdiri melingkar, sunyi. Atmosfernya terasa seperti pengadilan agung. Tegang. Sakral.
Pintu utama terbuka perlahan.
Hyun Leonard melangkah masuk, didampingi dua anggota parlemen Realm. Tubuhnya tegap, jas resmi hitam dengan lencana Parlemen berkilau di dada. Rambut peraknya disisir rapi, sorot matanya tajam. Aura kebangsawanan menyelimutinya, berbeda dengan aura Kara yang seperti angin padang terbuka—liar, bebas, dan membakar dari dalam.
Kara mengangkat dagu sedikit. Tatapannya tajam, namun senyum tipis menghiasi wajahnya.
“Selamat datang, Matthew Hyunji Leonard.”
Hyun menghentikan langkahnya. “Kau memanggilku dengan nama lengkap..... Itu pertanda buruk.”
Kara tersenyum tipis. “Hanya formalitas. Aku menghormatimu... sebagaimana aku menghormati seekor serigala yang berdiri di ambang pintu sangkarku.”
“Kau berubah, Kara.” Hyun menghela nafas panjang.
“Tidak. Aku hanya... terlahir kembali.”
Hening.
Tanpa banyak basa-basi, Kara melangkah menghampiri.
GREP.
Hyun bangkit, menubruk Kara ke dalam pelukan erat. Bisikannya nyaris terdengar seperti doa yang ditahan terlalu lama:
"You miss me, Bunny?"
"Tidak," Kara mendesis pelan. "Lepaskan pelukanmu, bodoh."
Hyun tertawa kecil, pasrah melepaskan pelukan itu. Ia kembali duduk.
Kara duduk dengan tenang, lalu menepuk tangannya sekali. Seorang pelayan masuk membawa nampan berisi teh dan camilan. Setelah meletakkan di meja, pelayan itu membungkuk dan undur diri.
"Katakan saja tujuanmu datang ke tempatku," ucap Kara dingin.
Hyun menatap wajah sang adik. Wajah itu... begitu datar. Dingin. Tak menyisakan jejak kasih seperti yang dulu ia kenal.
"Kau terlalu berbeda sekarang, Kara."
"Semua orang berubah, Matthew. Tapi tidak semua orang mengkhianati darahnya sendiri."
Sebelum Hyun menjawab, seseorang datang dan langsung melingkarkan tangan di leher Kara. Hyena, sang pasangan yang setia.
"Baby," ucap Hyena manja.
"Hem," jawab Kara singkat.
"Boleh aku tetap di sini?"
"Tentu saja. Panggil William juga."
Hyena mengangguk dan pergi memanggil William.
"Bisakah kita bicara berdua saja?" pinta Hyun.
"Tidak. Bukankah kau di sini mewakili parlemen?"
"Benar, tapi—"
"Kita tak lagi saudara sejak dua tahun lalu, Matthew."
"Kau terlalu banyak berubah. Aku bahkan tak mengenalimu lagi."
"Yang berubah bukan hanya aku. Dunia juga berubah. Dan aku... hanya menyesuaikan diri."
Beberapa menit kemudian, Hyena kembali bersama William. Kara hanya melirik.
"Sekarang, jelaskan maksudmu datang ke Realm."
Hyun berkata, “Aku datang bukan untuk membuka luka lama.”
Kara menyela, “Lalu? Untuk apa? Menyampaikan salam dari Castor? Atau sekadar memastikan aku belum menyalakan api pemberontakan?”
Mata Kara mengabur sejenak. Kilatan masa lalu muncul—darah dari donor paksa, suara teriakan masa kecil, dan wajah ayah mereka yang tak pernah menunjukkan kasih.
“Hyun... pernahkah kau bertanya mengapa aku tidak membunuhmu saat punya kesempatan?” lirih Kara memulai percakapan lagi.
Hyun diam. Jantungnya berdetak lebih cepat, namun ia tetap tenang.
“Karena satu-satunya hal yang lebih buruk dari membunuh saudaramu sendiri... adalah menjadi sama seperti ayah kita.” lanjut Kara.
Hyun berkata sambil tersenyum getir. “Dan kau pikir... kau bukan dia?”
Kara menatap tajam Hyun dan berkata, “Aku bukan dia. Aku memilih takdirku. Kau? Kau masih perpanjangan tangannya—dibentuk, dikendalikan, dan dibungkam oleh nama keluarga.”
“Aku datang ke sini bukan sebagai Leonard. Aku datang untuk menawarkan aliansi.” sela Hyun.
Kara terkejut. “Aliansi?”
“Albgraham mengembangkan CAD-Soulbound—senjata sihir yang hanya bisa diaktifkan oleh satu orang. Dan nama itu muncul di laporan intel: Shankara Young Leonard. Lucifer. Kau.”
Hening. Tegang.
Seketika atmosfer ruangan berubah. Tegangan terasa seperti petir dalam botol kaca.
“Jadi ini... alasan sebenarnya. Kalian tak datang karena peduli. Kalian datang karena butuh. Karena takut.” ujar Kara berbisik dengan sinis.
Hyun menyela, “Kami tak ingin kau jatuh ke tangan Albgraham.”
Kalian tidak pernah memiliki aku, Hyun. Jadi bagaimana mungkin kalian bisa kehilangan aku?”
Hyun mengelak dan berkata lagi, “Aku ke sini karena Bridwraltrent mulai pecah. Albgraham Doherus kembali dari pengasingan. Dia membawa ideologi baru yang bisa menghancurkan Realm... dan seluruh sistem Theurgist.”
Kara menyandarkan punggungnya. “Lucifer tidak tertarik pada perang para tua bangka yang lapar kekuasaan.”
“Tapi kau tertarik pada kehancuran.” timpal Hyun.
“Tepat. Tapi kali ini... aku ingin menjadi saksi kehancuran itu, bukan korbannya.” tukas Kara.
Hyun menarik napas. "Kau tidak membaca pesan parlemen di terminal mobilmu, Ace?"
"Aku sibuk. Biasanya William yang menangani itu."
"Ini darurat. Parlemen membutuhkan bantuan Realm."
Kara mengangkat alis. "Tumben. Biasanya hanya email atau notifikasi."
"Ini genting. Albgraham Doherus kembali. Ia sedang membangun pasukan dan bersiap menyerang Insean."
"Lalu? Apa urusanku dengan dia dan Insean?"
"Kau tinggal di Bridwraltrent City. Kota ini adalah pusat peradaban, simbol harapan Insean setelah perang besar. Dan kaulah satu-satunya yang bisa menghentikannya."
Kara tertawa pelan. "Kau datang bukan karena peduli. Tapi karena takut."
Hyun menunduk. "Aku datang karena aku tahu... hanya kau yang bisa menghentikan Albgraham."
Kara memicingkan mata. "Apa keuntungannya bagiku?"
"Parlemen akan memberikan hak penuh Realm atas zona eksperimen. Kau juga akan diberi akses penuh ke seluruh jaringan CAD."
"Terlalu murah untuk taruhanku."
"Apa yang kau inginkan?"
Kara menatap lurus ke mata kakaknya. "Kesetiaanmu."
Hyun terdiam. "Kau gila."
"Aku tidak bicara sebagai Kakakmu. Tapi sebagai Lucifer. Pemimpin Realm."
Hening menegangkan.
"Berikan kesetiaanmu, Arthur, dan aku akan bantu parlemen."
Jubahnya menjuntai megah saat ia berjalan turun dari singgasana. Aura sihir mulai berpendar dari tubuhnya. Pola-pola CAD kompleks muncul samar di lantai, terhubung dengan langkahnya.
“Sampaikan pada parlemenmu... Realm bukan pion. Aku bukan alat. Jika kalian ingin bermain, maka kita akan bermain... di mejaku. Di aturanku.” ujar Kara dengan tegas.
Hyun membuka mulut, ingin berkata sesuatu—namun menutupnya lagi. Ada sesuatu di mata Kara yang membuatnya mundur satu langkah.
Dia bukan lagi Kakak kecil yang dibuang.
Ia adalah Raja di antara reruntuhan.
Di luar ruang audiensi, Hyena bersandar di dinding koridor marmer, menunggu.
Saat pintu terbuka dan Hyun melangkah keluar, Hyena menatapnya lama.
menunggu.
“Kau sudah lihat sendiri? Ia bukan bagian dari Leonard. Bukan lagi.” katanya.
Hyun menatap pintu tertutup sejenak. tatapannya rumit.
“Dia... jauh lebih kuat dari yang kupikirkan.”
“Dan dia lebih rusak dari yang kau bayangkan,” ucap Hyena pelan.
To Be Continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments