Di tempat lain Anggun tengah bersiap untuk berangkat kerja.
Namun sebelum itu, Anggun menunggu bi Asri untuk menitipkan si kembar terlebih dulu.
“Kamu udah siap berangkat kerja, gun?” tanya bi Asri yang baru datang dari luar rumah.
“Udah, bi… Ini tinggal berangkat aja” ucap Anggun.
“Aku titip si kembar ya, bi” lanjut Anggun hendak berangkat ke tempat kerjaannya.
“Apa aku suruh Anggun aja ya buat kerja di kota. Gajinya kan lumayan gede di banding dia harus kerja di ladang dan harus angkat-angkat beban di sini. Biar dia juga bisa nabung buat masa depan anak-anaknya nanti” ucap Bi Asri dalam pikirannya saat tadi nerima tawaran pekerjaan dari sodaranya di kota.
Bi Asri pikir Anggun adalah seorang wanita pekerja keras dan mungkin dia tertarik apalagi pasti Anggun akan butuh uang untuk biaya masa depan kedua anaknya kelak. Terlebih bi Asri merasa kasihan jika Anggun harus terus bekerja di ladang dengan gaji yang tidak seberapa tapi pekerjaannya cukup berat dan menguras tenaga, apalagi Anggun seorang perempuan.
“Anggun… tunggu sebentar, nak” ucap bi Asri menghentikan langkah Anggun yang hendak keluar rumah.
“Iya bi, ada apa?” tanya Anggun sedikit penasaran.
“Begini, Gun. Bi Asri tadi dapet tawaran lagi dari yang kemarin. Katanya butuh jawaban cepat” ucap bi Asri bercerita lebih dulu.
“Dan setelah bibi pikir-pikir, kamu… mau gak kerja di kota?. Dari pada kamu kerja disini gaji gak seberapa. Bibi kasihan lihat kamu kalau harus terus kerja panas-panasan, angkat-angkat beban, apalagi kamu perempuan. Bibi gak tega lihat kamu tiap hari kerja seperti itu” lanjut bi Asri mengeluarkan isi hatinya.
“Setidaknya kamu nanti di sana tidak harus kerja seperti di sini. Gajinya juga lumayan besar di banding kamu terus-terusan kerja di sini. Yaa.. walaupun, pekerjaannya di sana jadi art” ucap bi Asri dengan kalimat terakhir yang takut menyinggung perasaan Anggun, karena merasa tidak enak harus memberi pekerjaan yang mungkin sebagian orang menganggapnya pekerjaan rendahan.
“Gimana, kamu mau tidak?” Lanjutnya kembali bertanya.
“Kalau saya sih mau-mau aja Bi kerja jadi apapun yang penting halal. Tapi anak-anak bagaimana, mereka masih kecil dan saya belum siap terpisah jauh dari si kembar” ucap Anggun pada bi Asri.
“Kalau masalah anak-anak, biar mereka tetap tinggal di sini bareng bibi” ucap bi Asri memberi solusi.
“Lumayan loh, Gun gajinya. Kamu bisa nabung buat masa depan anak-anakmu nanti. Yang penting kan kamu pergi bukan untuk ninggalin mereka selamanya. Kamu harus bisa terpisah untuk beberapa saat demi masa depan mereka juga” lanjut bi Asri memberi pengertian pada Anggun.
Bukan karena bi Asri ingin Anggun pergi dari kehidupannya tapi untuk masa depan si kembar tentu harus ada yang di korbankan. Entah itu waktu kebersamaan mereka yang harus hilang untuk sementara atau masa depan mereka yang tak tentu pasti.
Mendengar hal tersebut membuat Anggun berpikir kembali. Dia tidak bisa bekerja terus-terusan di ladang dan tinggal di kampung. Dengan dua anak yang masih kecil dan masa depannya masih panjang tentu akan membutuhkan biaya lebih banyak. Dan hal itu tidak bisa dengan hanya mengandalkan pekerjaannya saat ini.
“Baiklah kalau begitu, gimana baiknya aja menurut bibi. Yang penting bibi tidak merasa terbebani dengan menjaga si kembar nantinya” ucap Anggun setelah mempertimbangkannya, walaupun sebenarnya dia merasa berat jika harus terpisah lama dengan anak-anaknya tersebut.
“Bibi seneng dengarnya kalau seperti itu keputusan kamu” ucap bi Asri merasa senang dengan keputusan tersebut.
“Lalu.. kapan Anggun harus ke kota” tanya Anggun.
“Katanya sih bisa berangkat setelah dapat orang yang mau kerja jadi sopir sekaligus jadi asisten pribadi tuan mudanya” ucap Bi Asri memberitahu.
“Kalau aja anak bibi orangnya gak gengsian, udah bibi suruh tuh buat jadi sopir dari pada kerja di kantoran jadi karyawan biasa tapi gajinya lebih besar gaji sopir yang di tawarin sekarang” lanjut bi Asri curcol tentang anaknya.
“Memangnya mereka berani gaji berapa buat jadi sopir di tempat mereka, Bi?” tanya Anggun penasaran.
“Kalau menurut bibi si gede banget, Gun. Mereka berani gaji 15 juta”
“Apa Bi 15 juta?. Kok bisa sebesar itu?” pekik Anggun kaget dan merasa bahwa uang sebesar itu memang terbilang sangatlah besar di banding yang selama ini dia dapatkan.
“Iya… Mungkin karena selain jadi sopir juga harus siap 24 jam jagain tuannya yang lumpuh jika di perlukan. Itu sih yang di kasih tahu ke bibi” ucap Bi Asri menginformasikan.
“Kalau gajinya sebesar itu sih Anggun juga gak keberatan Bi jadi sopir sekaligus jadi asisten pribadinya” ucap Anggun sungguh-sungguh. Apalagi mengingat uang yang akan bisa dia tabung lebih banyak untuk masa depan anak-anaknya nanti.
“Kamu beneran Gun mau, kalau jadi sopir sekaligus jadi asisten pribadi” tanya Bi Asri ragu dengan pernyataan Anggun tersebut.
“Benaran, Bi. Udah biar Anggun aja yang kerja jadi sopir sekaligus asisten pribadi” ucap Anggun serius.
“Tapi mereka butuhnya laki-laki, Gun”
“Kalau masalah itu gampang, Bi. Nanti biar aku yang pikirin lagi” ucap Anggun sambil tersenyum memikirkan sesuatu.
Mendengar gaji yang cukup besar membuat Anggun tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut.
“Kami yakin Gun?” tanya bi Asri masih merasa ragu.
Meskipun bi Asri tahu kalau Anggun sudah bisa mengendarai mobil karena tuntutan pekerjaannya yang mengharuskan dia untuk mengantar barang-barang ke kota terdekat ataupun ke pasar.
Tapi berbeda dengan pekerjaan yang nantinya akan di lakukan di kota. Terlebih Bi Asri sudah mendengar kalau bosnya nanti sudah sering bergonta ganti sopir hanya karna hal-hal sepele.
“Ya udah bi aku selesaikan pekerjaanku di ladang dulu sekalian nanti pamit sama tuan” ucap Anggun sembari pergi meninggalkan bi Asri di tempat.
“Tu… tunggu dulu, Gun” ucap Bi Asri hendak memberitahu apa yang sudah di ketahuinya. Namun Anggun sudah pergi lebih dulu.
“Ya sudah lah nanti saja aku beritahu Anggun” ucap bi Asri saat melihat Anggun sudah cukup jauh dari tempatnya.
Tiba-tiba si kembar datang dan mengagetkan bi Asri yang sedang berbicara sendiri.
Dooorrr …. teriak anak-anak mengagetkan bi Asri.
“Hayoo loh … nenek bicala sendilian kaya olaaang .. “ ucap Juni sambil mengingat-ngingat di ujung kalimat nama orang yang sering dia dengar jika ada orang lain berbicara sendiri sering di sebut nama itu.
“Olang gila…” ucap Juna melanjutkan.
“Iya itu” ucap Juni membenarkan.
“Jadi kalian bilang nenek ini gila, begitu” ucap Bi Asri pada anak-anak.
“Heee… “ tawa Juni menggemaskan yang membuat bi Asri tidak jadi marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments