Pagi harinya, Anggun seperti biasa menyiapkan sarapan terlebih dahulu untuk anak-anaknya sebelum ia kembali bekerja.
“Pagi anak-anak” sapa Anggun pada kedua anaknya yang masih terlihat menguap dan mengantuk.
“Pagi bu..” ucap Juni sambil menghampiri dan memeluk kaki ibunya yang sedang memasak dengan wajah gemas khas balita.
“Pagi mi..” ucap Juna yang langsung duduk di kursi meja dengan wajah yang sama menggemaskannya.
Melihat kedua anaknya yang sudah bangun dengan wajah yang menggemaskan, membuat hari-hari Anggun terasa bahagia dengan senyuman tanpa beban.
“Juna sayang… bisa kah kamu memanggil ibu tidak dengan sebutan mami” pinta Anggun yang sudah sering di mintanya untuk tidak memanggilnya dengan sebutan tersebut.
Anggun merasa tidak nyaman dengan panggilan itu. Dia merasa tidak cocok dengan keseharian dan tempat dimana kini mereka tinggal.
Namun entah dari mana anak sulungnya itu suka sekali memanggilnya mami, berbeda dengan Juni yang lebih suka memanggil Ibunya dengan sebutan Ibu.
Entahlah siapa yang mengajari Juna memanggilnya mami pada ibunya tersebut.
*****
Di tempat lain, terlihat seorang pria dewasa tengah bersiap-siap untuk berangkat ke kantornya.
Pria tersebut nampak terlihat gagah dengan wajah yang terlihat mempesona dan berkarisma.
Namun sayangnya dia nampak memiliki kekurangan di balik wajahnya yang sempurnanya.
Hal itu yang sering membuatnya terlihat lemah dan tak berdaya.
“Pagi Leon sayang” ucap seorang wanita paru baya dari belakang punggungnya sambil mencium pipinya tanda sayang.
“Mah.. “ ucapnya datar merasa risih dengan perlakuan mamahnya yang terkadang terkesan menganggapnya masih anak kecil, pada hal dirinya sudah menjadi pria dewasa yang kini tengah menginjak umur 32 tahun.
Mereka ibu dan anak, bernama Leon Adinata dan ibunya yang bernama Murni Adinata.
Mereka tengah bersiap untuk sarapan pagi dan menunggu tuan besar Michael datang.
“Pagi, Pa” sapa nyonya Murni pada suaminya yang tengah hadir di meja sarapan.
Mereka pun memulai sarapan bersama dengan tanpa ada suara.
Prak…. tiba-tiba sesaat kemudian suara sendok yang di gunakan Leon terjatuh.
“Sayang …. Kamu gak pa pa, kan?” tanya nyonya Murni sambil segera melihat ke adaan putranya tersebut, merasa khawatir.
Pasalnya ke khawatirkan nya tersebut bukan tanpa sebab. Sudah beberapa bulan ini Leon harus berada di kursi roda. Itu lah yang membuat Leon terlihat lemah tak berdaya.
Bukan hanya itu beberapa minggu yang lalu Leon harus mengalami struk ringan, beruntung setruknya tidak berkepanjangan. Hal itulah yang membuat nyonya Murni terlihat khawatir dan berlebihan.
Tapi sayang kelumpuhan di kakinya masih tidak dapat di pulihkan.
“Mah… aku gak pa pa. Mamah gak perlu berlebihan seperti ini” ucap Leon sedikit kesal, tidak ingin di perlakukan sebagai seorang yang lemah.
“Leon… Mamah kamu itu khawatir sama kamu. Tidak sepantasnya kamu bernada seperti itu” ucap pak Michael pada anaknya, tidak suka melihat anaknya meninggikan suara pada istrinya tersebut yang tidak lain adalah ibu Leon sendiri.
“Udah, Pa.. Mamah ngerti. Papa jangan marah lagi sama Leon” ucap nyonya Murni pada suaminya.
“Tapi, Mah…. “ ucap Pak Michael tidak suka istrinya tersebut terus membela dan memanjakan putranya tersebut.
“Sudahlah… Leon sudah tidak nafsu makan lagi. Leon ke kantor sekarang” ucapnya sambil berlalu meninggalkan kedua orang tuanya yang masih berdebat.
Semenjak Leon mengalami kecelakaan dan mendapati kakinya lumpuh, dia lebih sensitif dan lebih sering tersinggung.
Dia tidak suka dan tidak terima siapapun yang menganggap dirinya lemah hanya karena dia lumpuh dan berada di atas kursi roda.
“Pak Dimaaaan …. “ teriak Leon memanggil sopir yang biasa mengantar dan membantunya bergerak.
“Kenapa lama sekali!!” ucap Leon dengan nada marahnya.
“Kebiasaan anak itu… teriak teriak tidak jelas” kesal Pak Michael dengan tingkah laku anaknya tersebut.
“Papa jangan ngomong kaya gitu dong, bagaiman pun juga dia putra kita, Pa” ucap nyonya Murni saat mendengar kekesalan suaminya tersebut.
Kemudian nyonya Murni segera menghampiri putra semata wayangnya itu.
“Sayang … kamu tenang dulu” ucap nyonya Murni mencoba menenangkan putranya.
“Pak Diman gak akan datang. Apa kamu lupa, kamu sendiri yang sudah memecatnya kemarin” lanjut nyonya Murni memberitahu.
“Apa?.. lagi?” Pekik tuan Michael mendengar penuturan istrinya tersebut saat sedang memberitahu putranya.
“Keterlaluan kamu Leon.. sudah berapa orang yang kamu pecat hanya karena sikap keras kepala dan egoismu itu?!” kesal tuan Michael setiap kali mendengar sopir atau asisten yang kembali di pecat oleh Leon.
Michael tahu, jika putranya lah yang terlalu sensitif dan keras kepala hingga setiap orang selalu salah di mata anaknya, tidak perduli ketidak sengajaan atau kesalahan kecil yang di buat selalu berujung dengan pemecatan.
“Tidak bisakah kamu menghargai orang lain yang membantu mu. Sampai kapan kamu akan terus bersikap seperti itu?” lanjut Michael meluapkan kekesalannya.
Sementara Leon hanya diam, tidak perduli dengan segala ucapan papanya tersebut.
“Papa tahu kamu itu lumpuh… tapi bukan berarti kamu bisa bersikap seenaknya pada orang lain. Setidaknya jangan biarkan hatimu juga lumpuh tak berperasaan” ucap Michael mengakhiri kekesalannya sambil berlalu meninggalkan putranya bersama sang istri.
Sementara Leon terlihat mengepalkan tangan dan matanya penuh dengan emosi setiap kali mendengar siapapun berkata bahwa dirinya lumpuh. Seolah kata lumpuh atau cacat seperti bom yang siap meledakkan perasaannya setiap saat.
“Sabar ya, sayang. Papa mu hanya sedang marah saja. Kamu jangan ambil hati ucapan papa mu itu” ucap mama Murni kembali mencoba menenangkan perasaan putranya tersebut.
“Sekarang kamu di antar Pak Asef dulu, ya. Biar Mama hari ini di rumah saja, sekalian mama cariin sopir baru buat kamu nanti” ucap mama Murni yang biasa setiap hari pergi dan berkumpul dengan teman-teman sosialita di antar sopir pribadinya, tapi hari ini mengalah demi putra tercintanya supaya anaknya tersebut dapat di antar jemput oleh pak Asef.
Hingga akhirnya Leon pun pergi ke kantor di antar dengan pak Asef, sopir pribadi mamanya. Membuat pak Asef harus selalu standby seharian di kantor Leon, mana kala di perlukan bantuannya.
Meskipun Leon memiliki banyak karyawan di perusahaannya dan pasti akan ada saja yang akan membantunya jika di perlukan, tapi mereka juga pasti memiliki pekerjaannya masing-masing. Berbeda jika Leon memiliki asisten pribadi di luar pekerjaan perusahaannya.
Sesampainya di kantor dan di tempat kebesarannya, Leon mulai melakukan pekerjaannya.
Meskipun secara fisik Leon terlihat lumpuh dan lemah tapi tidak dengan ke jeniusan otaknya dalam memimpin perusahaan yang kini telah di tampuknya.
Setelah papanya memberi kepercayaan pada Leon sebagai CEO di perusahaannya, beberapa minggu kemudian Leon mendapat kecelakaan hingga akhirnya membuat Leon harus rela berada di atas kursi roda sampai saat ini.
Awalnya papa Leon hendak menggantinya dengan pemilik saham lain di perusahaan tersebut setelah melihat apa yang terjadi pada anaknya itu.
Tapi Leon dapat meyakinkan papanya dan pemilik saham lain di perusahaan bahwa dirinya masih bisa melanjutkan ke pemimpinannya sebagai CEO walaupun dalam keadaan cacat sekalipun.
Dan hingga sampai saat ini Leon pun masih bisa mempertahankan kepemimpinannya tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
yenilie
ini maksudnya Leon suami anggun itu?? sekarang lumpuh??
2023-11-04
0