Tes

Pagi-pagi, Tiara sudah datang ke kantor karena hari ini tes kedua akan dimulai. Dia tidak mau kehilangan kesempatan ini jika jalanan macet membuatnya harus terlambat.

"Masih ada waktu dua puluh menit lagi. Syukurlah aku tidak terlambat. Dean mana, ya? Ah, pasti dia sedang dalam perjalanan, atau bahkan tetap berada di rumah. Harusnya dia mengingat nasehatku untuk selalu datang pagi meskipun dia adalah seorang pimpinan. Karena seorang pimpinan itu kan cerminan untuk bawahannya." Tiara bermonolog sendiri tanpa lawan bicara yang ada di sekitarnya.

Dia pun masuk ke dalam kantor. Namun, dia melihat seorang cleaning service sedang mengepel area yang ingin diinjaknya.

"Maaf, Mbak, saya mau masuk, apakah boleh?" tanyanya dengan sopan.

"Boleh, Mbak, silakan, tapi hati-hati ya karena sebagian lantainya masih basah," sahut cleaning service itu sambil menyingkirkan pel-pelannya.

Tiara pun mengangguk dan berjalan agak berjinjit agar tidak mengotori lantai dengan telapak sepatunya.

Setelah masuk, dia pun langsung duduk di lobi. Membaca-baca lagi artikel tentang perusahaan ini untuk lebih memperdalam pengetahuannya jika seandainya dia diterima di perusahaan ini.

"Perusahaan ini mendapatkan banyak penghargaan, pasti Dean sudah bekerja dengan sangat baik sehingga bisa menghasilkan perusahaan yang berkelas seperti ini," ucapnya dengan bangga.

Namun, saat dia menggulir layar ponselnya, dia pun melihat potret keluar Dean. Ada istri dan anaknya yang sangat lucu.

"Astaga, lucu sekali, anaknya seperti jiplakan Dean, haha. Istrinya sangat cantik, wajar jika Dean jatuh cinta padanya. Semoga saja kalian selalu bahagia, ya," ucapnya sambil tersenyum senang. Baginya, melihat sahabatnya bahagia adalah hal yang sangat membahagiakan. Apalagi sahabatnya ini dulu terkenal sangat dingin dan ketus.

"Aduuuuuh, hati-hati, dong. Lihat sepatuku jadi basah karena pelmu," ucap seorang wanita dengan suara keras pada cleaning service.

"Maaf, Mbak, saya tidak sengaja mengotori sepatu Mbak."

"Tidak sengaja? Apa kau buta? Jelas sekali kau sudah melihatku datang dari luar, tapi kau terus mengepel lantai dan mengotori sepatuku. Pantas saja sampai sekarang kau masih jadi cleaning service. Orang sembrono sepertimu memang tidak pantas mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari ini!" Wanita itu semakin menjadi-jadi hingga menjadi pusat perhatian seisi loby.

"Hah? Itukan kandidat yang lolos? Nilam, kan? Kenapa dia kasar sekali," ucap Tiara dengan tatapan prihatin. Tak tega melihat jika ada orang yang dimarahi sedemikian rupa hanya karena jabatannya lebih rendah.

"Nilam, sudahlah, kau tidak boleh marah-marah seperti ini. Ini masih pagi, dan kau tidak boleh bersikap seperti ini meskipun cleaning service adalah pekerjaan yang menurutmu tidak bagus. Tanpanya, lantai di kantor ini akan kotor." Tiara mendatangi mereka dan mencoba untuk menenangkan salah satu kandidat yang merupakan rivalnya nanti.

"Huuhh, dasar tidak becus bekerja! Kalau aku jadi bosmu, sudah aku pecat kau sejak hari pertama bekerja," ucapnya sambil melangkah menuju sofa yang ada di loby kantor itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Tiara dengan tatapan penuh perhatian.

"Saya tidak apa-apa, Nona, saya memang kurang hati-hati dan tidak becus bekerja," tatapnya sedih.

"Jangan begitu, kau adalah orang yang juga memiliki peranan penting di perusahaan ini. Tanpamu para karyawan yang ada di sini tidak akan bisa menikmati ruangan yang bersih dan wangi. Jadi, jangan pernah merasa rendah diri."

"Terima kasih, Nona. Baru pertama kalinya ada orang yang berbicara seperti ini pada saya."

Tiara tersenyum sambil mengangguk. Cleaning service itu pun langsung pamit untuk kembali ke belakang.

"Huhh, untuk apa kau membela pekerja rendahan seperti tadi?" tanya Nilam yang masih kesal karena hal tadi.

"Dia bukan pekerja rendahan. Dibanding dia, kita berada jauh di bawahnya Karena dia sudah bekerja di perusahaan ini. Kita? Belum tentu di terima di sini, kan?" ucap Tiara mencoba mengingatkan Nilam.

Nilam hanya mendengkus kesal. Dia beberapa kali membersihkan sepatunya padahal sudah bersih dari tadi. Seperti rasa jijik yang tak berkesudahan.

Dan beberapa saat kemudian, tiba-tiba saja Nilam berdiri dan tersenyum ramah. Saat dilihat, ternyata Dean lewat. Dia pun juga ikut berdiri, namun dia tahu, jika Dean tidak akan menoleh ke arah kanan dan kiri. Jadi, dia cukup berdiri saja dan memasang tersenyum kecil meskipun senyuman itu tidak akan dibalas oleh Dean.

Setelah Dean hilang dari pandangan, mereka pun kembali duduk. Dan beberapa saat kemudian, datanglah Lila dengan gayanya yang nyentrik. Dia berjalan menemui dua kandidat yang juga merupakan rivalnya.

"Hai, kalian sudah lama?" tanya Lila sambil mendudukkan dirinya ke atas sofa.

"Baru saja, selamat datang," sahut Tiara dengan ramah. Namun, Nilam sama sekali tidak tersenyum karena masih kesal dengan kejadian tadi.

"Kau kenapa?" tanya Lila.

"Cleaning servis baru saja mengotori sepatuku."

"Biarkan saja, wajar, mereka kan pekerja rendahan."

Tiara tak bisa berkata-kata lagi. Rupanya Lila memiliki sifat yang hampir sama dengan Nilam. Mereka sama-sama memandang rendah seseorang dari pekerjaannya. Lebih tepatnya disebut dengan si pemandang kasta.

Seorang office boy pun datang dan memberikan mereka tiga cangkir teh. Meletakkannya di atas meja. Namun, karena kurang hati-hati, office boy itu tanpa sengaja menumpahkan salah satu teh hingga membuat meja basah. Tak hanya itu, cipratan teh yang jatuh ke lantai membuat kaki mereka sedikit basah dan lengket.

"Astaga! Kau ini bisa kerja tidak? Mengapa sampai menumpahkan teh dan mengotori sepatu kami?" Lila berdiri dan menatapnya dengan tajam.

"Maaf, Nona, saya benar-benar tidak sengaja." Office boy itu tampak ketakutan. Dia pun segera membersihkan meja lantai dengan serbet yang dibawanya. Melap bekas tumpahan teh dengan wajah panik.

"Dasar tidak becus! Kau ini hanya pekerja rendahan sudah berani melakukan kesalahan pada calon sekretaris seperti kami!" Kini Nilam yang gantian memarahi office boy tersebut.

"Hei, sudahlah, dia kan sudah minta maaf. Apa salahnya memaafkannya, lagi pula dia tidak sengaja."

"Kau membelanya? Lihat, di antara kita bertiga, kakimu lah yang terkena cipratan terbanyak." Nilam dan Lila menatap kaki Tiara yang belum dibersihkannya.

"Lantas, apakah memarahinya akan membuat noda ciptaan ini menghilang?"

"Tidak, tapi kan kita harus memberinya teguran agar dia lebih berhati-hati lagi."

"Aku rasa yang kalian lakukan bukanlah hanya sekedar menegur, tetapi juga menghakimi dirinya. Sudahlah, jangan membuat keributan lagi. Lihat, apa kalian tidak malu menjadi pusat perhatian orang-orang yang bekerja di sini?"

Nilam dan Lila pun kompak melihat ke sekeliling mereka. Ternyata benar, saat ini mereka menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di loby. Mereka pun duduk kembali beralih ke office boy yang sudah selesai membersihkan meja dan lantai.

"Pergi sana! Gara-gara kau, kami disangka dzolim!" desis Nilam diikuti tatapan tajam Lila.

Yuk, baca novel baruku.

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

sosial experimen, itu lumayan menunjukkan karakter seseorang,tapi terkadang ada orang yang pandai mengambil hati orang lain hanya untuk sekedar pencitraan....

2023-06-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!