Dean baru saja sampai di rumah tepat tengah malam. Dia baru saja menutup pintu mobilnya dan berjalan menuju ke pintu utama rumah tersebut. Untung saja sebelumnya dia sudah membawa kunci cadangan sehingga tidak perlu membangunkan seisi rumah.
Setelah memasuki rumahnya, Dean pun berjalan menuju ke dapur. Rasa haus tiba-tiba menerpanya. Dia meminum beberapa teguk, lalu kembali melanjutkan langkahnya ke kamarnya.
Begitu memasuki kamar, dia melihat Resya yang sedang tidur pulas. Melihat sang istri tidur dengan wajah namanya seperti itu kan membuatnya sedikit tersenyum. Dia melangkah menuju ke kamar Mike yang bersebelahan dengan kamar mereka dan memiliki pintu penghubung.
Ternyata Mike juga sudah tidur dengan nyenyak. Dean mendekatinya dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya lagi. Mike memang seperti dirinya saat tidur. Suka menendang selimut hingga membuatnya kedinginan.
"Anak Ayah, apa kabar? Ayah rindu," ucapnya sambil mengusap kepala Mike dengan lembut.
Setelah bertemu dengan sang anak, Dean pun kembali ke kamar dan langsung lanjut mandi. Setelahnya, dia segera berganti baju dan merebahkan dirinya ke atas ranjang.
Dia memiringkan tubuhnya dan melihat wajah Resya lagi. 'Cantik sekali dia. Bahkan saat tidur pun wajahnya seperti bidadari,' batinnya dengan senyuman kecil.
Tangannya terulur dan mengusap kepala Resya dengan lembut. Dia memajukan tubuhnya dan mencium kening Resya. Hal yang selalu dilakukannya setiap Resya sudah tidur.
Resya yang merasakan sentuhan seseorang di kepalanya langsung membuka matanya. Dia sedikit terkejut karena di depannya tiba-tiba saja sudah ada sang suami.
"Kau sudah pulang?" tanyanya pelan, namun dengan ekspresi wajah datar.
"Ya, aku sudah pulang. Aku baru saja pulang dari rumah Satria."
"Aku senang kau menikmati akhir pekanmu dengan baik. Bersenang-senang dengan teman-temanmu." Resya tersenyum sedikit, lalu kembali berwajah datar.
"Ponselku mati, aku tidak sempat menghubungimu saat pergi."
"Yang penting kau bersenang-senang dengan teman-temanmu."
"Kau juga tidak melakukan apa-apa."
"Kau benar, aku memang tidak melakukan apa-apa. Mungkin tunggu seseorang menyadari bahwa menghargai usaha orang lain itu perlu." Resya bangkit dari tidurnya dan meminum air di atas meja.
"Aku selalu menghargai apapun yang kau lakukan."
"Termasuk membuang makanan yang aku kirim?"
"Apa?" Dean mengernyitkan dahinya menatap Resya dengan tatapan heran.
"Apa kau tahu? Aku seperti seorang j*l*ng yang menunggu pel*nggan di kamar hotel!" Resya pun menumpahkan segalanya saat ini. Dia menatap Dean dengan begitu tajam. Kecewa dengan Dean yang tak menghargai usahanya.
"Apa? Hotel? Menunggu? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti." Dean semakin kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh Resya.
"Jangan pura-pura tidak tahu! Kau sudah membuang makanan yang aku kirim beserta kartu ucapan itu. Sudah susah payah aku memesan hotel dan mendekorasi isinya. Tapi apa? Beberapa jam aku menunggu tapi kau tidak datang! Bahkan saat aku menelponmu pun ternyata ponselmu mati. Kau bersenang-senang dengan teman-temanmu sementara aku menunggu seperti orang bodoh! Hahaha! Pasti saat itu kau akan tertawa karena melihat diriku yang sangat bodoh!"
Bulir bening air mata Resya pun semakin mengalir deras karena semakin diungkit, maka rasanya semakin sakit.
Dean pun terkejut dengan penuturan Resya yang sangat mengejutkan ini.
"Apa? Tapi aku sama sekali tidak membuang makanan darimu. Aku memang membuang makanan, tapi dari orang yang tak ku kenal, makanya aku buang."
"Apa kau buta? Di sana ada kartu dariku!"
"Tidak, Resya, aku sama sekali tidak menemukan kartu tulisan itu. Lagipula, mengapa kamu memakai cara kuno seperti itu untuk memberitahuku? Seharusnya kau katakan saja dan aku pasti akan pergi. Apa semua hal harus dengan kejutan?"
"Apa? Kau bilang apa? Cara kuno? Kau yang kuno, Dean! Sudah susah payah aku memasak makanan itu karena kau ingin masakanku. Tapi apa? Kau malah bersenang-senang dan memakan masakan istri temanmu. Apa kau lebih menyukai masakannya daripada masakanku yang tidak enak?"
"Aku tidak tahu jika itu darimu, Resya. Kau memberikan makanan dengan cara yang salah. Wajar jika aku tidak memakannya."
"Sudahlah! Aku sangat menyesal karena memberitahukan hal ini! Harusnya aku pendam saja, toh, kau tidak pernah menghargai apapun yang aku lakukan! Katakan saja, Dean! Kau tidak mencintaiku lagi, kan?" Entah pemikiran dari mana itu. Tiba-tiba saja Resya merasa seperti tidak dicintai lagi.
"Apa yang kau katakan? Kau adalah istriku, mana mungkin aku tidak mencintaimu?" Dean menepis pemikiran aneh Resya yang tiba-tiba saja tercetus dalam perdebatan panjang ini.
"Sudahlah, aku lelah. Seharusnya aku tidak bangun dan mengajakmu berdebat. Kau sama sekali tidak mengerti, Dean. Aku….hanya ingin merayakan ulang tahun pernikahan kita tahun ini. Tapi, semua itu gagal karena aku yang salah. Ya, memang aku yang selalu salah. Kau tidak pernah salah, harusnya aku menyadari itu." Resya menurunkan volume suaranya dan menunduk sebentar. Dia pun mengangkat kepalanya dan menatap Dean dengan tatapan datarnya.
"Selamat ulang tahun pernikahan yang kelima, Dean. Senang menghabiskan lima tahun ini denganmu….meski dengan air mata."
Resya pun pergi meninggalkan Dean yang terbengong melihat sikapnya. Sepertinya dia akan tidur di kamar Mike karena malam ini, pertengkaran akan terus berlanjut jika mereka tetap berada dalam satu kamar.
"Apa maksudnya menghabiskan lima tahun dengan air mata? Apa dia menyesal menikah denganku?" gimana Dean yang tak habis pikir.
Resya yang sudah berada di kamar Mike hanya mengusap air matanya sambil melihat pantulan dirinya di depan cermin. Terlihat tubuhnya yang sedikit berisi sejak melahirkan. Tapi itu tidak membuatnya kehilangan kecantikannya. Dia tetap cantik dan menarik.
"Hahaha, lucu sekali. Bahkan dia tidak tahu apa itu maaf." Menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dengan air mata yang masih sesekali terjatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Yuli maelany
sudahlah lebih baik kalian istirahat dan bicarakan lagi saat hati dan pikiran kalian sudah tenang
2023-06-08
0