Pagi harinya, Dean yang sudah terbangun langsung pergi ke kamar mandi dan memakai pakaian kerjanya. Dia tak banyak bicara, hanya melihat ke kamar Mike yang masih tertidur pulas tanpa Resya di sana.
Setelah bersiap-siap, dia pun segera turun ke bawah untuk sarapan bersamanya. Sungguh hal yang sangat jarang terjadi karena kali ini Resya menemani Dean sarapan bersama. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia hanya melayani Dean dengan baik di meja makan. Mengambil porsi sarapan paginya beserta menu-menu lainnya.
Dean merasakan makanan yang hampir sama dengan makanan kemarin. Hanya saja, kali ini rasanya tidak terlalu buruk dan masih bisa masuk ke tenggorokannya meski tidak terlalu menikmati.
'Baguslah kalau mereka mau mendengarkan aku dan memperbaiki cinta rasa masakan ini. Tapi, aneh juga, mengapa setiap makan rasanya berbeda-beda? Apakah ada campur tangan orang lain? Atau.... apakah Resya yang memasaknya juga? Ah, tidak mungkin, mana mau dia memasak untukku,' batinnya sambil menghela nafas panjang.
Resya melirik Dean yang masih menikmati makanannya.
"Ku dengar kemarin kau marah-marah pada mereka karena makanannya tidak enak?"
"Itu sudah berlalu."
"Apa sekarang rasanya berbeda?"
"Lumayan, kali ini makanan itu bisa melewati tenggorokanku."
"Kau seharusnya menghargai usaha mereka yang sudah masak untukmu."
Dean menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan. "Ya, aku menyesal karena memarahi mereka kemarin."
"Kalau begitu, harusnya kau mengucapkan terima kasih pada mereka."
Dean menghentikan kunyah hanya lalu menatap para pelayan yang berada tak jauh darinya. "Terima kasih untuk makanan hari ini." Tersenyum kecil.
"Aneh, tidak biasanya kau selalu menuruti ucapanku." Resya menatap dengan curiga. Apakah dia merasa aneh dengan sikap Dean yang sekarang?
Dean hanya tersenyum tanpa mengatakan sepatah kata pun. Membuat Resya semakin curiga padanya.
"Kau sedang menyembunyikan sesuatu, ya?"
"Tidak. Aku tidak menyembunyikan apapun darimu. Tenang saja." Tersenyum lagi dan semakin membuat Resya merasa curiga.
"Kau yakin? Tapi, dilihat dari perubahan sikapmu yang sangat mencolok ini sepertinya kau memang menyembunyikan sesuatu."
"Sudahlah, jangan terlalu terbawa perasaan seperti ini. Aku tetaplah Dean dan tidak ada yang aku sembunyikan darimu. Harusnya kau senang karena sekarang aku tidak seperti kemarin. Aku sama sekali tidak terpancing perdebatan panas atau membuatmu marah. Itu bagus, bukan?"
"Oh, jadi maksudmu selama ini aku suka memancing perdebatan? Aku suka marah-marah?"
Dean mengusap wajahnya dengan pelan. Bahkan pagi ini dia tidak bisa sarapan dengan tenang. Tidak apa, ini baru bermulaan. Dia pasti bisa melewatinya. Ini adalah salah satu terapi untuk sabar.
"Ah, aku baru ingat kalau pagi ini akan ada meeting penting bersama klien. Aku harus pergi sekarang." Cepat-cepat Dean menghabiskan sarapan pagi itu dan memilih pergi ke kantor lebih pagi dari biasanya karena tidak ingin ribut dengan Resya hanya karena masalah sepele.
Resya yang merasa kesal dengan ucapan dia yang tadi hanya bisa mendengkus kesal. Entah mengapa, pagi ini Dean terlihat lebih dingin dari biasanya. Dia memang tidak marah atau mengajaknya berdebat, tapi tatapan dan senyumannya sangat dingin, bahkan seperti dipaksakan.
"Semoga saja kau tidak menyembunyikan apapun dariku, Dean. Kalau sampai itu terjadi, aku akan memberikan perhitungan padamu." Memicingkan mata ke sembarang arah, lalu mengapa sebelah tangannya dan meninju telapak tangan lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Yuli maelany
itulah kalo kamu bersikap tanpa komunikasi.....
2023-06-12
0