Pertengkaran

Keesokan harinya.

Sepulang bekerja, Dean melihat Rasya yang sedang bermain dengan anak mereka. Resya sempat melihat suaminya baru memasuki pintu utama, namun dia tidak menghampiri dan menyambutnya.

"Sayang, kemarilah, lihat, Mike sedang makan dengan lahap," ucap Resya yang langsung membuat langkah Dean beralih ke mereka.

Dean mendatangi mereka dengan wajah lesu dan lelah. Namun, setelah melihat anaknya, seketika rasa lelah itu langsung menghilang begitu saja. Berganti jadi senyum kebahagiaan seorang ayah yang melihat anaknya semakin bertumbuh kembang.

"Hai, anak ayah, sekarang sudah lahap makannya, ya," ucap Dean sambil mengusap kepala Mike dengan lembut.

"Ayah mau?" tanyanya dengan wajah polos.

"Untukmu saja, Nak. Makan yang banyak dan jadilah anak yang kuat." Dean tersenyum kecil pada Mike. Bocah balita itu langsung menganggukkan kepalanya dan kembali melanjutkan makannya."

"Resya, ada yang mau aku bicarakan, bisa ke sana sebentar," tunjuk Dean pada sebuah sofa yang tak jauh dari mereka.

"Tentu saja." Resya mengangguk dan mengikuti langkah Dean pergi ke sofa tersebut. Tak lupa dia memerintahkan baby sitter untuk menjaga Mike dan menunggunya sampai selesai makan.

"Ada apa?" tanya Resya ketika mereka sudah duduk berdua.

"Begini, sepertinya aku akan...."

"Stop, Vina, bukan begitu caranya." Resya yang masih memperhatikan Mike terlihat cemas dan langsung mendatangi mereka. Dia meninggalkan Dean yang belum selesai bicara padanya.

"Bukan begitu caranya. Kau tidak boleh mengusap pipi Mike dengan tisu ini. Ini tisu yang kasar, kan sudah aku beritahu tisu mana yang harus digunakan." Resya lanjut menceramahi baby sitternya.

"Dia hanya melakukan kesalahan kecil, tidak harus marah seperti itu, kan?" ucap Dean sambil mendatanginya. Semakin lama, Dean semakin tidak suka dengan sikap Resya yang sangat over protektif pada sang anak sampai memarahi orang lain sedemikian rupa.

"Tapi dia memang harus selalu dan nasehati agar tidak sering melakukan kesalahan ini. Tisu yang kasar seperti ini bisa melukai pipi Mike."

"Aku rasa kekhawatiranmu ini sangat berlebihan. Mana ada aja sih yang bisa melukai pipi gembul seperti ini. Mike sudah berusia empat tahun, memangnya tisu apa yang bisa melukai pipinya?" Dean mengerutkan keningnya. Menunjukkan pada Resya bahwa dia juga bisa marah.

"Tapi kalau aku sudah bilang jika pipinya hanya boleh diusap dengan tisu ini, maka hanya tisu inilah yang boleh digunakan. Apa gunanya kita membayar dia mahal-mahal jika tidak melakukan pekerjaannya dengan benar?"

"Aku rasa sekarang kau sudah mulai membedakan kasta, ya? Jangan mentang-mentang kita bisa membayarnya, lantas kau bisa mengatai dia seenaknya? Jangan sombong, Resya."

"Aku tidak sombong. Kau yang terlalu menganggap sikapku berlebihan. Jika tidak suka, tidak perlu ikut campur. Yang kau tahu kan hanya bekerja saja. Soal anak kau jarang sekali mau tahu." Resya menatap Dean sengit. Baru kali ini dia meladeni pertengkaran kecil dengan suaminya.

"Aku bekerja juga untuk kalian. Apa kau mau aku tetap berada di rumah bersama kalian dan ongkang-ongkang kaki? Kau mau melihat suamimu ini malas-malasan di rumah?"

"Bukan begitu juga. Tapi setidaknya kau harus memiliki waktu untuk kami. Kau sama sekali tidak memperdulikan kami dan hanya sibuk dengan pekerjaanmu."

"Kau juga tidak memperdulikan aku karena sibuk dengan urusanmu. Kau melebih-lebihkan sesuatu yang tidak harusnya dilebihkan. Kau memprioritaskan anak kita, tapi kalau lupa jika kau punya suami yang harusnya kau urus! Bahkan di usia Mike yang sudah empat tahun pun kau masih menganggapnya seperti bayi. Kau ingin dia menjadi manja dan bergantung padamu?"

"Aku hanya ingin menjadi Ibu yang baik. Apa aku salah?"

"Kau sudah menjadi Ibu yang baik? Itu menurutmu? Lalu, apakah kau juga sudah menjadi istri yang baik? Bahkan aku lupa kapan terakhir kali kau memasak untukku."

"Jangan hanya bertanya padaku saja. Kau juga harus berkaca pada dirimu sendiri. Apakah kau juga sudah menjadi ayah dan suami yang baik?"

Pertengkaran yang semakin sengit itu membuat babysitter hanya diam dan menundukkan kepalanya. Memang sulit rasanya berada di tengah-tengah orang yang sedang bertengkar. Terlebih dia bukan siapa-siapa dan hanya orang kecil.

"Ayah, Bunda, jangan suala kelas," ucap Mike yang langsung membuat keduanya tersadar.

"Tidak, Sayang, Bunda dan ayah tidak sedang bersuara keras. Ayo, kita main." Resya beralih ke Mike dan membiarkan Dean yang masih kesal.

"Kau bilang bahwa kau sudah menjadi Ibu yang baik? Lantas bagaimana bisa kau memicu pertengkaran di depan anakmu sendiri?" Dean menatap sinis, lalu pergi ke kamarnya untuk menenangkan dirinya. Dia memilih berendam di dalam bathtub.

"Tidak ada salahnya memprioritaskan anak. Tapi, seharusnya dia juga ingat bahwa dia memiliki suami. Sudahlah, aku tidak perlu izin padanya untuk pergi ke villa Minggu depan. Toh, dia juga tidak akan ingat dan tidak akan merayakan apapun." Dean menghembuskan nafas panjang. Jarang-jarang dia bisa mengobrol berdua dengan Resya, tapi itu malah memicu pertengkaran yang seharusnya tidak terjadi.

Resya yang masih bersama Mike kembali memikirkan ucapan Dean tadi. Rasanya dia sangat menyesal karena bertengkar dengan suaminya tepat di depan anak mereka. Secara tidak langsung dia telah menunjukkan pengaruh buruk pada anak semata wayangnya itu.

Dia pun bergegas pergi ke dalam kamar dan bermaksud meminta maaf pada Dean. Sebenarnya Dia juga salah karena bersikap terlalu berlebihan. Memanjakan anak juga tidak terlalu baik untuk pertumbuhan sang anak yang nantinya akan bergantung padanya.

Namun, sesampainya di dalam kamar, dia melihat Dean yang sedang bersiap-siap hendak pergi.

"Mau kemana? Kan baru pulang?" tanya Resya dengan tatapan heran.

"Ada meeting penting. Aku akan pulang malam," sahut Dean tanpa menoleh.

"Bawa kunci cadangan jika harus pulang malam."

Ucapan Resya membuat tangan Dean yang sedang memasang dasi langsung berhenti. "Aku tidak akan pulang malam ini. Aku akan menginap di apartemen."

"Oh, ya sudah." Resya hanya mengatakan itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Dean yang berdecak kesal. "Bahkan dia tidak peduli pada dasiku. Dia juga tidak bertanya mengapa aku harus menginap di apartemen. Benar-benar menyebalkan!" gerutu Dean dalam hati.

Setelah selesai, dia pun pergi tanpa berpamitan lagi dengan Resya. Sedangkan Mike sudah tidur sehingga dia tidak bisa pamit padanya. Resya selalu berkata bahwa anak yang sedang tidur tidak boleh diganggu.

Resya menatap kepergian Dean dengan tatapan mata berkaca-kaca. Padahal tadi dia ingin berbaikan. Tapi sepertinya Dean sama sekali tidak berniat untuk berbaikan dengannya. Dengan helaan nafas panjang, dia pun kembali ke dalam rumah dan bermain dengan sosial medianya.

Terpopuler

Comments

Yuli maelany

Yuli maelany

emang susah yaa kalo sama-sama mempertahankan ego,gak ada yang mau ngalah,dan gak ada yang mau memulai pembicaraan....

2023-06-05

0

Enisensi Klara

Enisensi Klara

malahan bertengkar 🙈🙈

2023-06-05

0

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

tema novel ini adlh mis kokom 🤣🤭

2023-06-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!