Keesokan paginya, Ningsih terbangun saat mendengar suara berisik dari ponselnya, beberapa kali dia mencoba mematikan ponselnya tapi tak berhasil.
"Sum, tolong matiin alarm ponsel gw dong. Ngantuk banget gw, hoam..." pinta Ningsih dengan suara seraknya.
"Grookk!, groook! Nyam-nyam..." Sumiatun tampak terlelap dari tidurnya, sama sekali gak terbangun oleh suara berisik ponselnya si Ningsih.
"Dasar kebo!" sungut Ningsih gregetan liat Sumiatun tidur dengan nyenyaknya plus suara orkestranya miliknya yang khas, alias ngorok.
Saking keselnya Ningsih sama ponselnya yang gak mau berhenti berbunyi dia asal pencet aja, dan alangkah terkejutnya dia mendengar suara merdu sang mama, yang begitu cempreng menyapanya di pagi yang cerah itu, dan dia juga gak sengaja pencet tombol speakernya.
Sumiatun yang tidurnya ngorok sampai terlonjak kaget terbangun dari tidurnya, saking kencangnya mamanya Ningsih teriak, ngalahin suara ponsel itu sendiri.
"Ningsih Cornelia! Budeg banget eta kamu nyak, Mama teh dari tadi nelponin kamu gak diangkat-angkat! Masyaallah, masih idup maneh?" tanya mamanya Ningsih ngomong campur aduk dengan logat Sundanya.
"Ampun, Maaa... Ningsih capek banget, makanya kesiangan ini bangunnya, hoam..." jawab Ningsih sambil menguap.
"Paling gak itu Mama sama papa dikabarin atuh kalau sudah sampai, jangan bikin orang nungguin! Itu di Sumi kasih tau, abah eh salah! Babeh nya sama emaknya udah nungguin telponnya, suruh telpon nyak..." ujar mamanya Ningsih.
"Iya, Maa..." sahut Ningsih masih males-malesan di kasur.
"Sum, disuruh nelpon--" belum juga selesai Ningsih ngomong, si Sumiatun udah bangun duluan buru-buru nelpon babeh nya.
"Dasar, belum juga selesai ngomong.." ujarnya, melanjutkan tidurnya lagi.
"Assalamualaikum, Beh... Ini Sumi, Alhamdulillah sehat, Beh. Maaf baru ngabarin sekarang, kemarin pas sampe langsung beberesan, kecapekan dan langsung tidur, Beh... Maaf ya," ujar Sumiatun merasa bersalah dan tidak enak hati.
Setelah menelpon dan memberi kabar dirinya, Sumiatun langsung mandi dan bikin sarapan, dia masuk kedalam kamar dan melihat si Ningsih masih tidur dengan posisi tertelungkup, mulutnya mangap sampe ileran. Bantal baru seketika menjadi tak berguna.
Cekrek!
"Hihi, gw fotoin ah... Buat kenang-kenangan, hehe..." ujar Sumiatun diam-diam mengambil gambar aib si Ningsih.
"Gw kudu bangunin dia pakai apa ye biar bangun, aha! Pakai ini aja," setelah mikir sebentar Sumiatun langsung dapat ide buat ngerjain si Ningsih.
~~ Blackpink! Aye aye ~~
Dia menyetel lagu Kpop kencang-kencang buat ngagetin si Ningsih, biar tuh anak gak terlalu marah jika dikagetin kayak gitu, secara Sumiatun banguninnya pakai lagu favoritnya.
"Lah, kok gini jadinya?! Hahaha.." Sumiatun terkejut melihat respon si Ningsih.
Bukannya kaget dibangunin kenceng banget, malah si Ningsih joget sambil tidur. Sumiatun gak mau kehilangan momen ini, dia langsung merekamnya lewat ponselnya itu sambil cekikikan.
Ting, tong!
Ting, tong!
Ting, tong!
Terdengar suara pintu unit apartemen mereka dipencet belnya beberapa kali dari luar, Sumiatun langsung berlari dan menuju pintunya, dia mengintip dari layar monitor dan melihat seorang wanita muda tampak kesal didepan pintu.
"Siape ye? Kagak kenal gw, ah bukain aja dulu..." gumamnya penasaran.
Ceklek!
"Annyeong, i--" belum juga selesai menyapa Sumiatun menyapa tuh cewek langsung menempelkan stiker ke keningnya Sumiatun.
Setelah itu tuh cewek langsung masuk ke unit sebelah apartemennya, Sumiatun gak sempet balas dan marah udah ditinggal aja, kesel banget dia!
"Siapa, Sum?" tanya Ningsih udah ada aja di belakangnya.
"Loh? Hahaha!" Ningsih tertawa terbahak-bahak melihat kertas kuning nempel di keningnya Sumiatun.
"Apaan tuh?! Kok bisa ada di sana?!" tanya Ningsih setelah puas menertawakan si Sumiatun.
"Kagak tau! Tuh cewek sarap dari unit sebelah," jawab Sumiatun kesel.
"Ini tulisan hangul, Sum... Sini gw yang baca, lah? Haha, rasain lu! Kena tegur ama tetangga, haha... Makanya pagi-pagi jangan berisik, haha!" Ningsih tertawa lagi setelah membaca pesan si tetangga.
"Perasaan gw gak berisik tadi, dasar!" ucap Sumiatun masih kesel.
"Eh, gw kasih tau lagi biar lu faham. Ini apartemen, gak kedap suara juga Sum... Suara langkah kaki kita aja kedengaran sampai ke unit dibawah kita, apalagi suara berisik tadi, budeg kali itu tetangga, hehe...
Makanya kalau didalam kita juga pakai sandal anti berisik, hehe.. Kalau jalan biar gak kedengaran sama tetangga kita di unit bawah, makanya meskipun kita udah didalam tetap jaga sikap demi kedamaian dan ketenangan bersama.." ucap Ningsih menjelaskan lagi tentang kehidupan di apartemen itu.
"Ah, ribet amat hidupnya!" ucap Sumiatun gak ngerti juga.
Akhirnya dengan kesabaran dan ketekunan penuh, Ningsih kembali menjelaskan kultur dan budaya hidup di Korea agar sahabatnya itu bisa beradaptasi dengan baik, agar tak mengalami hal tak mengenakkan lagi seperti tadi.
"Oh, begitu yah..." ucap Sumiatun sambil manggut-manggut.
"Snip, kok bau gosong yak? Lu masak, Sum?" tanya Ningsih lagi.
"Astaghfirullah, gw lupa lagi manasin rendang!" teriak Sumiatun panik.
Dan alhasil rendangnya sudah jadi arang, tak berbentuk lagi. Keduanya hanya tertawa saja melihat bentukan rendangnya, akhirnya mereka hanya sarapan roti isi selai aja.
"Ning, buruan mandi! Yuk, nyari makan diluar. Gw lagi malas masak akibat insiden rendang tadi, semangat gw buat masak jadi menurun.." ucap Sumiatun.
"Udah, biar gw aja yang masak. Kan bahan masakan juga masih ada," ujar Ningsih lagi sambil maskeran.
"Kagak, lu kalau masak bisa sore baru jadinya!" sahut Sumiatun protes.
"Tapi jadi kan..." bela Ningsih.
"Jadi sih jadi, tapi keburu tepar aing.." ujar Sumiatun.
Setelah menunggu Ningsih mandi dan berdandan akhirnya mereka keluar juga dari apartemen mereka untuk mencari makan diluar, Sumiatun dan Ningsih tinggal di salah satu apartemen mewah dan bergengsi di kawasan Seoul.
Tepatnya di Sam House 2 Seochon apartement di distrik Jongno - Gu, Seoul. Mereka memilih mencari sarapan di kawasan Myeongdong, karena di sana sangat terkenal dengan berbagai jenis makanan street food nya Korea.
Sebelum menuju kawasan Myeongdong, mereka sempat melewati Istana Changdeokjung yang jaraknya hanya sekitar 2,8 Km saja dari apartemen mereka, di sana merupakan kawasan wisata dan hiburan, tak jarang para turis lokal maupun internasional sedang berburu kuliner atau sekedar berbelanja dan melihat-lihat saja.
"Wah! Keren banget, Ning! Kita gak usah jauh-jauh nyari makanan ataupun berbelanja, disini semuanya lengkap," ucap Sumiatun speechless.
"Daebak, kalau kata orang sini, daebak!" sahut Ningsih tak kalah hebohnya.
"Kalau dari kampus deket gak sih?" tanya Sumiatun.
"Deket, kita kuliahnya di Universitas Hangang. Dari sana juga banyak jalanan yang jual makanan-makanan street food kayak gini, murah dan enak!" ucap Ningsih lagi.
"Gw mau nyobain Teokpokki, Jajangmyeon, Kimbab, Odeng sama yang lainnya deh!" Sumiatun nampak seneng sekali.
Dia berharap jika suatu saat nanti pulang ke Indonesia dia juga pengen buka usaha street food kayak disini, tapi dengan menu Indonesian desert, harus bangga dong dengan produk buatan negeri sendiri!
Setelah kalap nyobain semua makanan, mereka pulang dengan perut kenyang dan itupun masih beli makanan buat di apartemennya.
Saat mereka menuju apartemen, di seberang jalan ada mobil sedan mewah sedang menunggu lalulintas yang padat di jalanan Seoul, dua orang didalam mobil itu tak sengaja melihat mereka berdua di sana.
"Hei, Seonho! Mereka berdua gadis Indonesia waktu itu bukan? Ternyata mereka tinggal di kawasan ini, hem..." tuan muda tampan itu lalu tersenyum smirk.
"Kenapa? Kita tak punya waktu untuk bermain-main, Seojun..." ucap Seonho hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus ke jalanan.
"Ah, kau terlalu serius dengan hidupmu! Santai lah sedikit, hidup juga butuh hiburan.." ucap Seojun lagi.
Keduanya dalam perjalanan menuju kantor, karena mereka harus menyerahkan hasil investigasi saat menyidak perusahaan mereka di Indonesia, dan syukurnya semua baik-baik saja. Setelah menyelesaikan tugas sulit itu, mereka harus kembali kesibukannya lagi, yaitu belajar di kampus.
Yah, Seojun salah satu pewaris termuda di keluarganya juga di kalangan kaum konglomerat di Korea. Di usianya yang masih muda, dia sudah diberikan beban dan amanat untuk memikul tanggung jawab terhadap salah satu perusahaan yang mereka miliki, salah satunya di Indonesia.
"Aku lelah, Seonho... Dari kecil kita sudah dibebani tanggung jawab besar, mau sampai kapan seperti ini? Aku juga ingin menikmati hidupku, masa mudaku! Apa kau tak bosan dengan hidupmu yang datar-datar saja itu?" tanya Seojun lagi, menumpahkan kegelisahannya.
"Aku sudah terbiasa.." jawab Seonho, datar.
"Ck, bukan hanya hidupmu yang datar dan membosankan, dirimu juga lama-lama membosankan! Lihat ekspresi itu, apa kau tak memiliki emosi, hah?! Coba tersenyum sedikit?" tanya Seojun kesal.
Seonho memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih dan rapi itu, hanya menarik lurus bibirnya untuk memperlihatkan giginya, itu yang dilihat Seojun. Dia kesal sekali, punya teman satu tapi hidupnya lempeng-lempeng aja.
Kim Seonho, merupakan anak dari sahabat baik ayahnya Park Seojun. Karena salah satu kebaikan ayahnya Seonho di masa lalu, maka ayahnya Seojun merawatnya sejak kecil, dari situlah mereka bersahabat.
Seonho sangat berterima kasih dengan kebaikan ketua Park, karena dia sudah membawanya dari sebuah kemiskinan, tanpa ketua Park, mungkin dia dan keluarganya masih hidup digaris kemiskinan.
Dia bekerja tanpa pamrih, dia tak pernah mengeluh sedikitpun, hanya itu satu-satunya cara dia bisa membalas kebaikan keluarga itu, meskipun begitu persahabatannya dengan Seojun benar-benar terjalin dengan baik tanpa embel-embel balas budi.
...----------------...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
wkwkwkwk 🤣🤣🤣🤣 sesuai imajinasi ku
2023-06-10
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🥑⃟🇩ᵉʷᶦbunga🌀🖌
busyet itu si mamah siga author nya saja
berisik wkwkwkwk
2023-06-10
1