Karna terlalu asik berkeliling, aku sampai harus kembali sesore ini, cukup puas, aku membeli beberapa stok makanan untuk beberapa hari kedepan dan juga beberapa pakian. Begitu aku berhasil sampai di lantai apartemenku, seketika dahiku mengerut, saat mataku menangkap seorang pemuda yang sudah berdiri di depan pintu kamarku. Siapa lagi jika bukan pemuda kemarin yang sudah mengacaukan hari pertamaku, oke aku bersikap santai dengan sedikit angkuh aku nengacuhkannya, menekan password apartemenku, untuk membuka pintu.
"Sudah dua jam aku menunggumu."
Suara pemuda itu begitu dingin, dan sedikit kasar. Aku berusaha tetap tenang seolah tidak mendengar apapun. Aku melangkah kedalam kamarku dan pemuda tidak waras itu langsung menarikku secara paksa.
"Ahhh, apa yang kau lalukan?" tegasku.
"Aku bersikap begitu angkuh, sampai ucapanku saja kau abaikan."
Sumpah, dengan rahang yang mengeras ia menatapku dengan tajam, sepertinya ia kesal pada sikapku, aku pun sadar, jika sikapku keterlaluan. Tetapi jika mengingat kejadian semalam rasanya aku ingin mengutuknya.
"Aku tahu, aku akan mengambil dompet milikmu." ucapku dengan bibir yang mengerucut.
Dia melepaskan cengkramannya dariku, dengan cepat aku masuk kedalam dan dia mengekor di belakangku.
"Ke-kenapa kau masuk?"
Pemuda itu tersenyum picik, ia langsung terduduk soffa besar milikku dengan santai. Dengan cepat aku meraih dompet pemuda itu di atas nakas, dan langsung kau berikan padanya, agar ia cepat pergi dari hadapanku sekarang.
"Ini, sudah. Cepat sana pergi."
“Ambilkan aku minum, kau sangat tidak sopan mengusirku begitu saja."
Aku menelan salivaku, pemuda itu masih saja tidak menyadari Apa kesalahannya, dan bersikap seolah akulah yang sudah merugikannya.
"Berjanjilah, setelah ini kau akan keluar dari kamarku." ucapku padanya.
"Kenapa kau sangat buru-buru? oke baiklah. aku minta maaf karna sudah mengacaukan harimu kemarin, itu kesalahanku."
Aku terdiam, melipat tangan dan sama sekali tidak menatap ke arahnya.
"Tapi bersikap arogant, pada seseorang yang ingin meminta maaf itu juga kesalahan."
Deg...
Aku melirik ke arahnya dengan wajah datar, ucapannya memang benar, ya tuhan kenapa aku ini sangat bodoh.
"Maaf, aku hanya kesal." ucapku dengan suara terendah. Aku tertunduk dengan raut wajah penuh penyelasan, mengatakan hal itu padanya.
"Oke baiklah, tidak masalah, aku mengerti."
Aku tersenyum, kembali menatapnya dengan intens.
"Sekarang sudah impas, kau bisa pergi."
Ia kembali mengerutkan dahinya, ayolah, apa ucapanku salah? Ini pertama kalinya aku berada dalam satu ruangan berasama seorang pemuda, dan itu rasanya sangat tidak nyaman.
"Kau selalu mengusirku, apa kau takut padaku?"
Tiba-tiba saja ia memangkas jarak denganku, mataku membulat, aroma tubuhnya yang maskulin bahkan sampai tercium, mengetuk hidungku.
"Katakan, siapa namamu." ucapnya
Aku tenggelam dalam dua bola mata indahnya. Ya Tuhan, pemuda ini sangat tampan, mata kecoklatan, bibir tipis dengan bentuk yang sempurna, ditambah garisan halis tebal. Aku baru menyadarinya ternyata dia begitu sempurna.
"Sudah puas memandangku?" ucapnya.
Seketika lamunanku buyar, ia membuat aku tersentak dan langsung mendorongnya agar menciptakan jarak.
"Untuk apa kau ingin tahu namaku?"
Pemuda itu terkekeh, ia lagi-lagi melangkah mendekat kearahku.
"Kita jadikan hal ini lebih mudah, singkatnya ayo kita berteman." ucap pemuda tersebut.
Apa ini? Dalam sehari dua pemuda tampan mengajakku berkenalan. Apa wajahku sesempurna itu? Tidak ini seperti mimpi.
"Mmmm berikan aku waktu untuk berpikir."
Dia kembali terkekeh, setiap kali pemuda itu mendengar jawaban dari mulutku. Ia selalu tertawa kegelian, apa ada yang salah dari ucapanku?
"Aku ini mengajakmu berteman, bukan mengajakmu menikah."
Lucu sekali, aku mempermalukan diriku sendiri di hadapan seorang pemuda, keterlaluan. Aku tersenyum menyeringhai, dengan raut wajah memelas padanya tanpa menjawab satu patahkatapun.
"Bagaimana? Kau bersedia?"
"Ba-baik." jawabku dengan gugup.
"Katakan, siapa namamu?"
"Je-Jeny."
"Nama yang cantik, seperti orangnya."
Wajahku seketika merona, wanita manapun Akan bersikap sepertiku, jika dipuji oleh seorang pemuda tampan sepertinya. Aku terdiam sejenak dalam keadaan gugup.
"Apa ini? Kau tidak bertanya siapa Namaku?"
"Ba-baik, siapa namamu?" ucapku gugup. Dia kembali memangkas jarak, memdekatkan wajahnya pada wajahku, astaga jarak diantara kami sangatlah tipis, jika aku salah bergerak, maka wajah kami Akan langsung saling bersentuhan.
"A-apa yang kau lakukan?" ucapku.
Pemuda itu meraih daun telingaku, dan berbisik dengan suaranya yang sangat lembut, "Panggil aku Lucas."
Seketika tubuhku bergetar, aku bahkan bisa merasakan deruan nafasnya yang berhembus di sekitar leher dan daun telingaku, dan itu semakin membuatku tidak nyaman, Jantungku berdebar, aku merasa darahku mengalir dengan cepat di dalam tubuhku, siapa pria ini? Kenapa ia sangat berani padaku? Aku mendorong tubuhnya perlahan, "Baik Lucas aku rasa ini sudah cukup." ucapku dengan suara bergetar.
"Apa kau takut?"
Aku langsung menggelengkan kepala, tanpa mengalihkan padanganku menatap wajahnya, Sejujurnya aku sangat takut, terlebih aku dengan Lucas berada dalam satu ruangan. Dan kami hanya berdua. Pikiranku seketika mengembara, bagaimana jika dia penjahat? Bagaimana jika dia Akan merampokku? Bagaiamana jika semalam itu adalah taktik rencananya, dan dia Akan melumpuhkan aku pada saat aku lengah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Lisa Aulia
ya jelas takutlah baru juga kenal...udh berani dekat2...gimana otak nggak traveling...
2021-08-18
0
Shant
ceritanya bagus tp sngat d sayangkan yang ngevote nya sedikit...
2021-07-13
0
Atieh Natalia
lucas
2021-01-08
0