"Pak RT, Pak RT" bapak-bapak yang membawa Rama dan Naina berteriak memanggil RT sekitar. Bahkan tangannya terus mengetuk pintu rumah.
"Pak, kami tidak salah apapun, ini tidak seperti yang kalian pikirkan, kalian salah paham," kata Naina membela diri. Ia sudah menangis sesenggukan atas apa yang menimpanya hari ini. Sungguh di luar dugaannya dan tidak pernah terbayang olehnya bakalan mengalami hal semacam ini.
"Aduh ini kenapa pada teriak di depan rumah saya, ada apa sih berisik banget?" ujar pak RT dari dalam sambil membuka pintu. "Ada apa, bapak-bapak? Tidak lihat ini masih pagi-pagi gini? Ganggu saja, mau apa?" tanya pak RT setelah membuka pintu. Pak RT mengerutkan keningnya memperhatikan dua anak muda yang ada di hadapannya.
"Pak, ada anak muda melakukan tindakan asusila di kebun. Kami melihat mereka tidur bareng sambil berpelukan," kata salah satu warga yang melihatnya.
"Bohong, Pak. Kejadiannya tidak seperti itu. Ini fitnah, kami hanya berlari dari begal, pak. Kami berteduh dan tidak sengaja ketiduran. Masalah bangun dalam posisi saling memeluk itu di luar kendali kami," seru Rama mencoba membela dan meyakinkan mereka semua, sedangkan Naina sudah menangis ketakutan dan ia tidak mau sampai di penjara. Semalam dirinya ketakutan sampai terus menempel pada Rama, malah di saat malam makin larut ia tidak ingat memeluk Rama. Mungkin itulah sebabnya pas bangun keduanya saling berpelukan.
"Ini bukan fitnah, kami melihat sendiri kalian sedang berduaan dia gubuk saung. Lalu apa namanya kalau bukan sedang berbuat zina?"
"Pak kami tidak melakukan apapun, kami hanya berteduh saja," lirih Naina bingung harus berkata apa lagi demi bisa membuat mereka percaya kalau dia dan Rama tidak melakukan apapun selain beristirahat. Mereka tidak mungkin pulang di saat hujan besar dan juga tidak bisa keluar kebun akibat gelap gulita.
"Halah, mana ada maling mau ngaku, kalau ngaku penjara pasti penuh. Mendingan kita hukum mereka berdua."
Rama dan Naina menggelengkan kepalanya.
"Betul itu pak, kita nikahkan saja mereka!"
"Tenang-tenang. Kalian semua duduk saja dulu kita bicarakan ini semua secara baik-baik." Pak RT mempersilahkan mereka masuk. Baik Naina maupun Rama sudah duduk saling berdampingan. Naina menunduk, tapi Rama berusaha bersikap tenang meski hatinya bertalu lebih kencang.
"Bagaimana bisa kalian ada di dalam kebun dan berduaan saling berpelukan? Pastinya kalian mau asusila 'kan?" tanya Pak RT. Rama mendongak menatap wajah mereka semua silih berganti.
"Semalam kami kena begal, lari ke kebun menyelamatkan diri. Kami kehujanan dan kaki tidak bisa keluar sebab gelap, kami terpaksa istirahat di saung itu menunggu esok hari. Kalua kalian tidak percaya bisa cari mobil pickup saya di sekitar sana, ini kuncinya masih saya pegang." Rama pun menjelaskan semuanya dari awal hingga mereka berakhir di kebun dengan harapan para warga percaya. Dia juga menunjukkan kunci mobil yang ia pegang demi menyelamatkan diri mereka. Rama yakin mobil pickupnya masih ada di sana.
"Tapi tetap saja mereka sudah berduaan dan kita tidak tahu apa yang mereka lakukan di sana. Bisa saja mereka sudah berbuat Zina."
"Astaghfirullah, Pak. Demi Allah kita tidak melakukan perbuat itu." Rama bingung harus menjelaskan bagaimana lagi agar mereka percaya jika dia dan Naina tidak melakukan apapun. Sekalipun ia nakal, masalah gituan tidak mungkin ia lakukan, prinsipnya adalah melindungi wanita dan tidak boleh merusaknya.
"Daripada jadi fitnah dan kita tidak tahu kejadiannya seperti apa, saya putuskan untuk menikahkan kalian berdua." Pak RT pun memberikan keputusan demi kebaikan bersama.
"Betul itu, kita nikahkan saja mereka."
"Tidak, aku tidak mau menikah!" Naina menolak seraya menatap Rama penuh permohonan agar Rama tidak mengikuti saran para warga. Tidak terbayang olehnya akan menikah muda dan ia tidak mau itu terjadi. Apa kata orangtuanya nanti jika ia sudah menikah tanpa ada wali yang sah. Sedangkan ia juga mempunyai kekasih, yang sebentar lagi akan bertunangan dengannya. Tidak mungkin ia mengkhianati kekasihnya. Cintanya hanya untuk Mario, bukan Rama pacar adiknya yang bahkan selisih lima tahun dengannya.
"Pak, kami akan melakukan apapun tapi tidak untuk menikah. Ini salah," ucap Rama terkejut atas keputusan para warga yang di luar dugaannya.
"Setuju atau tidak, suka ataupun tidak, ini demi kebaikan kalian juga. Bagaimana kalau nanti kamu hamil di luar nikah? Lebih baik kalian nikah dulu dan itu bisa menjaga kalian dari dosa. Pak, tolong panggilkan pak kyai kesini!" Pak RT meminta salah satu bapak-bapak memanggil orang berpengaruh di kampungnya.
"Baik, Pak."
"Pak jangan, kami tidak mungkin menikah aku sudah punya calon suami." Naina kekeh menolak, tapi Rama diam memejamkan mata meyakinkan segalanya. Ia sedang berpikir bagaimana bisa hidupnya berubah begini. Masalah datang tanpa di undang dan kini masalah itu menimpanya.
"Dan itu artinya kalian sudah berkhianat dari pasanganmu. Tidak ada toleransi lagi selain menikah! Kalau kalian mau keluar dari desa ini kalian harus menikah secara agama!" ketegasan pak RT sulit sekali di cegah. Baik Rama dan Naina tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dengan keadaan mereka. Sekalipun keduanya berusaha membela diri tapi para warga dan Pak RT tidak mendengarkan mereka. Segala macam cara dan pembelaan tidak bisa membuat para warga percaya kalau tidak terjadi apapun diantara mereka.
Tak lama kemudian pak kyai datang dengan beberapa orang lainnya. Rama dan Naina tidak bisa menolak setelah dipaksa dan mereka pasrah jika harus di nikahkan hari itu juga.
"Nak, maskawin apa yang akan kamu berikan?" tanya pak Kyai kepada Rama.
Rama mengambil dompetnya dari dalam saku celananya. Ia mengambil sebuah kalung berlian cantik dan menyimpannya ke atas meja. "Aku tidak memiliki apa-apa yang akan ku jadikan maskawin, tapi aku memiliki kalung ini yang akan menjadi maskawinnya. Ini kalung pemberian mama saya dan akan saya berikan kepada istri saya nanti." Lalu, Rama menatap Naina. Jika memang ini adalah takdirnya ia bisa apa? Seberapa keras pun ia berusaha menjauh tapi Tuhan malah terus mendekatkannya.
Naina kaget mendengar perkataan Rama, ia melihat kalung yang Rama serahkan ke pak kiyai, kalung pemberian mamanya Rama, lalu ia kembali mendongak dan mata mereka saling beradu pandang.
"Mungkin, ini adalah takdirku dan dan wanita yang ada di sampingku mungkin jodohku. Maka dari itu, aku akan memberikan barang berharga pemberian terakhir dari mama saya sebelum meninggal untuk wanita yang akan menjadi istri saya." Tak ada keraguan dalam berkata, tak ada rasa bersalah dalam berucap, tak ada niatan untuk menolak. Rama berpikir jika ini sudah jalan yang Allah tentukan untuknya. Tapi ia hanya bisa bicara dalam hati sambil menatap Naina. "Tapi bagaimana dengan Alina? Apa aku harus memutuskan hubunganku dengannya? Pernikahan bukanlah hal main-main dan aku tidak bisa mempermainkan pernikahan dan Alina."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments