Rama memang sedang adu mulut dengan Papanya sampai ia lupa menghidupkan ponselnya.
Bruuum ... Bruuum ... Bruuuum ....
Suara motor ninja berwarna merah, warna kesukaan Rama begitu nyaring di telinga. Dengan rasa kesal yang Rama rasakan, Rama menyalakan kendaraan kesayangan dan membunyikannya sangat keras. Ingin sekali ia berteriak dan berkata, "Tuhan, apa salah kalau gue di lahirkan? Mengapa bokap gue tidak pernah bisa menghargai sedikit saja usaha yang gue lakukan?" begitu perkataan yang selalu ingin Rama tanyakan.
Kadang ia juga bingung apakah dirinya ini anak kandung atau hanya anak pungut? Setiap hari selalu saja di bandingkan oleh orangtuanya.
Buummm.. buummm.. buummm...
Rama semakin keras membunyikan motornya.
"Berisik!" Pekik seseorang mematikan kunci mesinnya mobilnya. Lalu, orang itu keluar mobil. "Lo itu bisa tidak sih jangan membunyikan motornya? Ini siang hari, Rama. Pusing gue denger motor lo ini, bukannya makin lembut suaranya malah makin bising. Lo gak mikir tetangga bakalan kebisingan gara-gara motor lo ini?" Gilang, anak pertama Restu mengomel karena merasa motor Rama berisik di siang bolong gini.
Rama mendelik jengah, "bukan urusan lo. Mending lo urus saja bokap lo itu! Gue pusing terus di ceramahin dia dan gue malas setiap hari harus dibandingkan dengan lo. Kayak kagak punya kerjaan lain selain bandingkan gue sama elo." Rama mendengus.
"Emang gue mau di bandingkan sama bocah macam lo? Gue juga ogah kali, Ram. Gue menang jauh dari segalanya daripada lo yang hanya anak ingusan saja," balas Gilang tersenyum sinis.
Rama pun menaiki motornya, ia memakai helm yang juga warnanya sama dengan motor kesayangan dia, si merah. "Ya, gue memang anak ingusan kemaren sore."
"Ada apalagi sih? Lo bertengkar dengan Papa? Sudah gue bilang turuti saja perkataan Papa. Belajar yang benar dan jangan buat onar!" Gilang lebih meredam emosi kala ia menyadari perkataannya yang barusan cukup keterlaluan pada adiknya.
Dia, Gilang Restu Al-kahfi Kakak yang seringkali menjadi bahan perbandingan dengan Rama dan sering di banggakan oleh papanya. Tidak adil bukan?
Rama menyalakan motornya dan mulai mengoper gigi motor. "Gue sudah belajar, tapi Papa tidak pernah melihat kesungguhan gue. GUE CAPEK TERUS BEGINI. mending gue jadi berandalan sekalian," ucap Rama langsung memajukan motornya.
Bruuuum ....
Dan Rama langsung menjalankan motornya meninggalkan pekarangan rumah.
*****
Pov Rama
Sepanjang motor membelah jalanan, aku terus memikirkan kejadian tadi. Ada rasa menyesal ketika aku melawan Papa. Tapi, rasa kesal karena terus di bandingkan pun masih aku rasakan. Papa tidak pernah tahu bagaimana rasanya dibanding-bandingkan.
Papa tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanku yang selalu saja diketahui bodoh. Aku akui jika aku memang bodoh, otaku tidak sepintar Gilang, kakakku. Otakku hanya di bawah rata-rata dan juga tidak secerdas keluargaku yang memang semuanya memiliki otak pintar. Dari kecil Gilang selalu unggul dalam segala hal, tapi tidak dalam kegiatan olah raga.
Tapi apa papaku sadar kalau aku selama ini selalu berusaha keras belajar agar mendapatkan nilai terbaik dan bisa membanggakan ayah? Tapi papaku tak sedikitpun menghargai itu, yang Papa inginkan adalah nilai sempurna, dan aku harus seperti Gilang. Ya Gilang, anak pertama dari pernikahan ayah dan mama.
Bicara soal Mama, Mama ku sudah tiada sejak aku mulai duduk di bangku sekolah menengah pertama. Pada hari itu, Mama akan melahirkan adikku dan Gilang. Namun, kendaraan yang di tumpangi Papa dan mama mengalami kecelakaan saat menuju rumah sakit. mobil mereka tertabrak oleh truk ugal-ugalan. Dari kecelakaan itu, mama dan calon adikku tidak terselamatkan.
Ramadhan Restu Al-kahfi, itu nama lengkap ku. Aku terkenal dengan kebandelan ku, ya bandel semacam bolos sekolah, sering membuat kerusuhan di sekolahnya, dan juga pernah ikut tawuran. Dan mengenai namaku yang awalan Ramadhan karena memang aku lahir di bulan Ramadhan tanggal 15 Ramadhan. Jadi, mamaku memilih nama itu. Restu sendiri nama ayahku, dan Al-kahfi adalah nama belakang ayahku dan sekaligus nama kakekku.
Di usia ku yang baru menginjak 19 tahun, aku baru mau masuk kelas 12. Sedangkan rekanku dulu sudah ada yang sudah masuk kuliah. Kenapa begitu? Karena aku sering berpindah-pindah tempat sekolah dan sering membuat ulah, sehingga aku sempat berhenti sekolah saat aku mau kelas 2 smp. Ini adalah sekolah ke 3 ku setelah di keluarkan dari sekolah.
Kadang aku sering bertanya kepada Allah dzat pemilik alam. Kenapa aku harus di lahirkan di tengah-tengah keluarga pintar semuanya? Kenapa hidupku begini dan seringkali mendapatkan perlakukan kurang mengenakkan. Dari kecil, aku dan Gilang selalu jadi bahan perbandingan oleh papa. Dan dari kecil, aku selalu di marahi ayah hanya karena masalah kecil.
Dan hari ini, hari kenaikan kelas untukku. Meskipun aku naik kelas dengan nilai C hampir semuanya, tapi papa merasa itu kekuranganku. Papa tidak terima itu semua dan malah menanyakan aku ini anak siapa. Jujur, hatiku sakit ketika papa bertanya seperti itu, seolah ayah mengatakan kalau aku ini bukan anak mereka.
Sebenarnya apa salah ku sehingga ayah begitu ingin yang sempurna? Apa mereka di luaran sana merasakan apa yang aku rasakan? Dibandingkan dengan siapa saja, ya, siapapun itu karena merasa mereka paling bagus versinya.
Apa mereka juga sering kesal dan sakit hati ketika kita di bandingkan? Lalu, apa salah jika otak kita tidak terlahir pintar? Apa salah kalau setiap anak memiliki kecerdasannya masing-masing dan tidak harus mengikuti setiap kemauan orangtuanya. Aku bertanya-tanya akan hal itu.
Jujur, ingin rasanya aku teriak dan bilang, "Tuhan, aku ini manusia biasa yang memiliki batas mampu menahan sabar. Kenapa takdir ini engkau memberikan padaku?" itu pertanyaan yang seringkali aku tanyakan dalam hatiku. Dan, bolehkan aku iri kepada mereka yang terlihat hidupnya baik-baik saja? Bolehkah aku juga menginginkan sebuah keluarga yang saling melengkapi tanpa harus ini harus gitu, gak boleh ini gak boleh gitu?
Sulit, sulit diungkapkan dan tidak bisa di jelaskan. Karena aku tidak ingin mendengar papa marah-marah lagi, lebih baik aku pergi ke rumah teman-teman ku. Di sinilah saat ini aku berada, jalanan yang ku lewati menuju rumah Deni. Aku pun menambahkan laju kendaraan ku dan meluncur bebas melewati setiap penghuni jalan. Pikiran yang kacau sedikit membuatku nekat menjalankan motor cukup kencang.
Ingin rasanya aku pergi menjauh dari dunia ini, tapi sayangnya tidak bisa karena gue belum siap mati. Di tambah, sekarang hidup gue sudah tidak lagi sendiri, ada istri yang mungkin akan menjadi tanggung jawabku meski istri rahasia. Sungguh kehidupan yang ku jalani terasa berbeda, penuh liku dan tantangan.
Pandangan ku mulai buram menahan emosi, dan hampir saja aku menabrak seekor kucing yang lewat di hadapan ku.
Ckiiit!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nah kan 19 tahun umurnya bukan 17..Mulai sekarang kamu harus berubah Rama,Ingat kamu sudah ada tanggungjawab sekarang,Walaupun pernikahan siri,Bukan kah kamu bilang ingin menikah sekali seumur hidup,Apa kamu udah ngasih nafkah ke Naina??
2024-01-16
0