Hampir saja Rama menabrak seekor kucing. Untungnya ia masih bisa mengerem motornya sehingga Rama bisa menghindari kucing itu.
"Hampir saja aku menabrak makhluk Tuhan." Rama menghela nafas berat, ia mencari tempat istirahat dulu untuk meredakan emosinya yang dari tadi menguasai
Mungkin ini cara Tuhan menyelamatkan Rama dari bahaya menyetir ketika ia sedang melamun.
Rama membeli minuman dulu, duduk dulu, dan juga istirahat dulu di warung. Lalu ia mengambil ponselnya dari saku dan menyalakan ponselnya.
"Banyak banget panggilan dari Alina," paparnya ketika sudah menyalakan ponsel genggam miliknya. Namun, ada satu no yang tidak ia kenal.
"No siapa?" Lalu Rama me buka pesan yang di kirimkan dari orang itu.
( "Jika kamu sudah menyalakan ponsel kamu, tolong hubungi aku. Aku ingin bertemu kamu dan membicarakan sesuatu, ini penting. Dari Naina kakaknya Alina." )
Begitulah isi pesan dari no yang tidak di kenalnya.
"Jadi ini dari Kak Naina." Lalu Rama mengetik sesuatu.
( "Nanti gue hubungi lagi." ) Rama ingin bertemu dulu dengan teman-temannya. Hanya mereka yang bisa memahami keadaan dia saat ini.
*****
Rumah minimalis modern dengan cat warna abu dan putih, kini Rama sudah berada di depan rumah Deni.
Ting... tong....
Rama berdiri di depan pintu menunggu seseorang membuka pintunya. Dan tidak lama kemudian pintu pun terbuka. Nampak seorang wanita yang masih terlihat muda sedang dalam keadaan hamil membuka pintunya
"Assalamualaikum, siang, Tante. Deni nya ada?" tanya Rama tersenyum ramah kepada wanita yang sering kali ramah juga padanya. Dia juga tersenyum ramah.
"Eh, Nak Rama. Deni ada di dalam, biasa lagi main game. Katanya mau ke rumah kamu setelah selesai main. Mari masuk." Mamanya Deni mempersilahkan Rama masuk, dan Rama pun mengangguk sambil melangkah masuk setelah di persilahkan.
DENI PRATAMA, anak pertama dari pasangan Tante Jihan dan Om Arman. Deni adalah temanku dari SMP. Deni termasuk beruntung karena orang tuanya selalu mendukung apapun yang Deni lakukan. Dia tidak pernah mengalami semacam perbandingan karena Deni hanya anak pertama, dan adiknya pun belum lahir masih dalam kandungan.
"Kamu masuk saja ke kamarnya, ya."
"Baik, Tante." Dan Rama pun menaiki anak tangga berjalan menuju kamar Deni. Dia sudah sering banget keluar masuk rumah Deni.
*****
Ceklek.
Orang yang ada di dalam kamar menoleh ke arah pintu.
"Nah, kebetulan sekali orang yang kita bicarakan datang kemari. Panjang umurnya lo," ucap Deni yang sedang memegang stick game.
"Kita kira lo tidak akan datang kemari, Ram. Bagaimana keadaan bokap lo, gak ngomel-ngomel? Tapi gue gak yakin kalau dia gak ngomel tentang nilai lo yang banyak merah itu," timpal Heri kembali berfokus pada layar yang ada di hadapannya. Tangan Deni dan Heri begitu lincah memainkan stick game.
Rama masuk lalu menutup pintunya, lalu ia ikut duduk di dekat mereka. punggungnya ia sandarkan ke kasur, 1 kaki ditekuk, dan tangan kirinya berada di atas lutut.
"Seperti biasa, bokap gue marah-marah hanya karena nilai ku di bawah rata-rata. Mana bokap terus membandingkan gue dengan Gilang, sungguh menyebalkan. Malas dengar ocehan bokap ya jadinya gue kesini, deh."
"Lo yang sabar, Ram. Terkadang sulit bagi kita mengikuti kemauan orang tua. Tapi, kita juga tidak boleh terlalu marah sama orangtua meski terkadang tindakan mereka ada yang keterlaluan," ucap Heri menasehati Rama.
RIAN RIANTO, dia temanku yang paling benar, benar dalam kata perkataannya selalu dewasa. Heri juga teman ku sejak aku SMP. Aku Deni dan Rian satu frekuensi, suka main game, suka dengan dunia berbau otomotif, dan tentunya kami kompak. Ya, itu menurutku.
"Gue tahu lo sering banget dapat masalah dalam keluarga, tapi jangan merasa sendiri. Ada gue, ada Rian, ada orangtua gue yang juga bisa menjadi tempat lo mengadu selain kepada Allah. Kita akan selalu berusaha ada buat lo dalam setiap suka maupun duka." Kali ini Deni yang berkata, malah dia membiarkan permainannya di kalah kan oleh Rian hanya demi mencoba menghibur Rama yang sedang kesal sering di bandingkan.
Rama tentunya terharu bisa mengenal mereka berdua. Persahabatan mereka sudah terjalin cukup lama. Sudah tahu karakter masing-masing, dan juga sudah tahu kekurangan serta kelebihan masing-masing.
"Thanks Bro, kalian memang yang terbaik. Gue sayang kalian."
"Gue enggak, enak saja jeruk makan jeruk, ihhh, gak level lah, emangnya gue cowok apaan?" seru Deni bergidik ngeri.
"Siapa juga yang sayang sama lo, ogah." Balas Rama mencebik kesal.
"Lah, situ yang bilang barusan. Katanya sayang kita, tapi kita enggak," timpal Rian
"Ck." Rama mencebik.
Drrrtt ... drrrtt ....
Hp Rama bergetar, Rama pun menerima panggilan itu. "Iya halo, Bang."
"Halo, Ram. Sudah siap turun ke arena belum?" tanya orang yang ada di sebrang telpon.
"Siap dong, Bang. Tapi kapan lo akan melatih gue nya? Perasaan lo yang sibuk terus, deh. Mumpung ada waktu libur, nih."
"Hahaha, Sorry. Gue ada kesibukan pribadi, jadi jarang melatih anak-anak," timpal orang yang ada di sebrang telpon.
"Ok, Bang, tapi malam ini bisa gak? Gue lagi ingin tes adrenalin, nih." tanya Rama, Deni dan Heri mendengarkan. Mereka sudah tahu siapa yang sedang bicara dengan Rama
"Siap, Bos. Tapi nanti jangan lupa transferannya, ya."
"Ck, rupanya nelpon gue ada maunya Lo, Bang. Ok, siap, tenang soal itumah. Gue bakalan transfer di muka sesuai bayaran yang di janjikan."
"Ya elah, jangan di muka, masuk rekening saja. Di muka mah entar lo malah lempar muka gue pake duit."
"Hahaha, bisa aja lo, Bang. Malam ini gue kesana."
"Siap, Bos. Gue tunggu."
Dan sambungan teleponnya terputus.
"Jadi lo mau balapan?" tanya Deni.
"Jadi, malam ini mau latihan dan besok malam gue tanding," balas Rama sambil memasukkan telponnya kedalam saku celananya.
Orang yang tadi nelpon Rama adalah pelatih dia dan anak-anak. Mereka memiliki satu komunitas motor yang memang bergerak di bidang balapan. Tapi tenang saja, balapan yang Rama tekuni sudah ada label resmi. Jadi tidak akan di tangkap polisi ataupun bermasalah.
Akan tetapi, orangtuanya Rama tidaklah tahu jika Rama ikutan turnamen lomba balapan seusianya. Yang ayahnya tahu, Rama sering sekali balapan yang membuat resah orang-orang. Orangtuanya Rama tidak ingin tahu mengenai pasti apa yang di tekuni anaknya. Tapi tidak dengan orangtuanya Deni dan Rian orangtuanya mereka menyetujui serta mendukung Rama
"Kalian mau ikut?" tanya Rama.
"Pastinya lah, gue 'kan pendukung lo." balas Rian tentu akan menjadi pendukung sahabatnya.
"Tentu pasti, kita 'kan satu server. Dimana ada Rama, di situ Rian dan Deni berada."
"Gue pegang omongan lo," kata Rama.
"Sahabat selamanya," ucap mereka bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Biasanya di novel2 lain yg sudah ku baca,Anak yg slalu dibangga2 kan,Anak itulah nantinya yg bikin ulah dan bikin malu keluarga dan ortu,Dan anak yg di banding2 kan malah anak itulah yg akan membangga kan ortu dan kluarga..
2024-01-16
0