"Kira-kira orangtuanya Rama bakalan ngelakuin apa ya sama Rama? Aku khawatir banget sama dia," lirih Alina terus memikirkan Rama sejak pulang dari sekolahnya.
"Semoga saja orangtuanya tidak berbuat hal yang membuat Rama sakit hati lagi. Tadi Mama sempat lihat wajah papanya Rama terlihat marah sekali, padahal menurut Mama Rama itu anaknya baik, mungkin karena kurang perhatian dari orangtuanya jadi sedikit nakal." Kania juga melihat bagaimana papanya Rama membentak Rama di hadapan semua orang, ia ikut sakit melihat Rama di perlakukan kurang baik.
"Aamiin, itu juga harapan Alina Mah. Kasihan Rama seperti tidak di sayangi oleh papanya."
"Kita doakan yang terbaik buat Rama, dan kamu juga dukung penuh apa yang Rama lakukan selama dia berada di jalan-Nya."
"Pastinya Mah, Alina pasti akan mendukung semua yang Rama lakukan."
"Oh iya, kapan kamu akan belajar masak? Kamu harus bisa loh, baik bikin kue, masak makanan dan juga minimal pandai nasi gorenglah. Kan nanti kamu sendiri yang bakalan menikmati hasilnya jika nanti bisa, terus kalau punya suami juga harus pandai masak."
"Mah, Alina malas ah masak, ini bukan hal yang ingin Alina pelajari. Alina juga tahu kalau perempuan harus bisa masak, tapi tidak usah di paksakan juga kan?"
"Tapi sampai kapan kamu tidak mau belajar? Bukannya kamu sering memberikan makanan buat Rama? Nanti kalau Rama tahu kalau makanan itu bukan buatan kamu bagaimana?"
Alina yang tadinya fokus ke ponsel menoleh ke samping. "Mama tahu darimana kalau aku suka ngasih makanan ke Rama? Tahu darimana juga kalau masakan itu buatan kak Naina?" setahunya ia tidak pernah bilang apapun selain Naina yang tahu.
"Mama suka lihat kamu di dapur bersama kakak kamu. Naina masak dan kamu suka minta buat Rama, dan mama juga tahu kalau masakan itu kamu akui buatan kamu. Kamu anak mama jadi Mama bisa menebak apa yang kamu lakukan sayang."
Alina menggeser letak duduknya menjadi menghadap mamanya. "Mah, jangan beritahu soal ini sama Rama ya, aku tidak ingin bikin Rama kecewa."
"Kalau kamu tidak ingin bikin Rama kecewa, kamu belajar masak ya?"
Alina diam berpikir, sebenarnya ia paling malas berkutat di dapur, tapi demi Rama Alina menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku akan belajar dari Mama dan kak Naina demi Rama. Aku tidak ingin membuat Rama kecewa jika nanti ia tahu kalau aku bukanlah orang yang memasakkan dia makanan."
"Nah gitu dong, ini namanya anak mama dan papa. Belajar adalah cara terbaik daripada menyuruh orang tapi mengaku-ngaku milik kamu."
"Iya Mah, maaf jika aku salah." Alina mulai memikirkan konsekuensi yang akan terjadi di masa yang akan datang jika ia terus menerus berbohong.
"Tidak apa sayang, karena manusia tempatnya salah." Kania senang jika anaknya mau berubah. Dia mengusap kepala Alina.
"Ada apa ini? Kok aku gak di ajakin sih?" seru Naina baru pulang kuliah dan langsung duduk di samping Kania.
"Kak, mulai hari ini aku mau belajar masak sama kakak dan juga Mama. Tolong ajari aku ya?" Alina terlihat antusias untuk belajar masak.
"Wih, dapat ilham dari mana kamu ingin belajar masak? Biasanya juga suka tidak mau tuh jika di suruh." Ada yang berbeda dari Alina, mulai ingin belajar hal yang baru. Dia yang biasanya paling ogah jika di ajak masak kini mendadak mau belajar.
"Aku mau masakin Rama, Kak. Jadi aku tidak mau Rama kecewa saat nanti ia tahu kalau aku bukan orang yang bikin makanannya. Sedangkan aku suka bilang kalau makanan itu buatan aku, padahal buatan Kakak."
Naina terdiam, ia tidak menyangka kalau adiknya begitu berkeinginan demi Rama. "Kamu cinta banget ya sama Rama sampai kamu ingin belajar masak."
Alina nampak tersipu malu menundukkan kepalanya, lalu mengangguk. "Rama orang baik, Kak. Dia selalu lindungi aku dari orang-orang yang suka jahat sama aku. Makanya aku cinta dia."
"Mama juga suka sama pria yang baik dan melindungi wanita. Mama dan papa setuju jika kamu berjodoh dengan Rama, kalian sangat cocok."
"Bagaimana kalau mereka tahu kalau aku dan Rama sudah menikah? Apa yang akan mereka katakan mengenai ku? Aku tidak mungkin menyakiti hati Alina. Aku harus ketemu Rama, ya, aku harus minta dia menceraikanku sebelum semuanya rumit."
"Oh iya Al, boleh Kakak minta no handphonenya Rama?"
"Buat apa Kak?"
"Hmm kamu jangan salah paham dulu, kakak hanya ingin mengucapkan terima kasih saja dan kakak ingin mengirimkan sesuatu sebagai ucapan hadiah kepada Rama. Kalau kirim ke rumahnya takutnya nanti orangtuanya Rama malah tidak suka dan membuangnya. Kan kamu sendiri yang bilang tidak boleh mengirimkan sesuatu ke rumahnya karena papanya galak."
"Iya kak, galak banget. Aku aja pernah main ke sana bareng anak-anak di marahi habis-habisan dan di usir. Sampai sekarang Alina gak berani kesana lagi, takut. Ya udah, Alina kasih nomornya Rama." Tanpa memiliki pikiran apapun, Alina mencari kontaknya Alina. Lalu Naina menyimpan no Rama.
"Makasih ya Al, nanti Kakak suruh Rama ke sini buat ambil hadiahnya."
"Kenapa bukan Alina saya yang minta Rama kesini langsung?" tanya Kania sedari tadi mendengarkan.
"Eh. Naina hanya ingin memastikan kalau Rama yang bakalan nerima. Takutnya kalau Alina yang bilang malah tidak percaya, kan kalau aku langsung bilang lebih meyakinkan gitu."
"Semoga Mama dan Alina percaya dan tidak banyak tanya lagi. Maafkan aku harus berbohong pada kalian." Ada rasa bersalah yang Naina rasakan, tapi mau bagaimana lagi? Dia tidak punya nomor ponselnya Rama jadi ia terpaksa berbohong. Ingin ke rumahnya pun tidak tahu di mana, jadinya terpaksa melakukan ini.
"Eh tapi Kakak benar loh, Rama itu tipe orang yang tidak mudah percaya sekalipun itu padaku. Coba hubungi saja Kak, pasti kalau Kakak yang berkata bakalan percaya. Sekalian saja suruh kesini, aku mau bicara banyak dengannya secara langsung."
Naina mengangguk. Lalu ia mulai mengubungi Rama di hadapan Kania dan Alina, tapi sayangnya no Rama tidak dapat di hubungi sama sekali.
"Tidak aktif, Al."
"Tidak aktif? Apa jangan-jangan saat ini Rama sedang bertengkar dengan Papanya?" seru Alina.
"Ah tidak mungkin," kata Kania.
"Mungkin saja Mah, tadi aja pas pembagian Raport papanya terlihat marah banget. Pa jangan-jangan ponsel Rama di sita?"
"Sampai segitunya?" ujar Naina tidak percaya.
"Bisa jadi Kak. Terus gimana dong? Aku coba hubungi lagi deh." Alina pun menghubungi Rama, tapi lagi-lagi nomornya tidak aktif.
"Masih tidak aktif."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Wkwkwkwk SKAKMAT buat Alina..👏👏,Jadi Alina jangan marah kalo Rama cintanya ke Naina,Kan dari awal Rama udah jujur Rama jatuh cinta pada masakannya,itu berarti Naina lah ya..😂😂
2024-01-16
0