Kalian Berpacaran?

Setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit, akhirnya Luna diperbolehkan pulang. Dia merasa senang karena pada akhirnya merasa kalau ada yang bisa menemani putrinya saat ini. Luna sendiri bahkan merasa ragu kalau putrinya itu sekedar berteman dengan Luqi. Dengan semua kebaikan yang dilakukan oleh Luqi kepada keluarga mereka, Luna sangat yakin bahwa sebenarnya mungkin adalah pacar dari putrinya. Sehingga pada malam itu dia memberanikan diri untuk menanyakan hal tersebut kepada Azea, berharap kalau Azea bisa mengatakan semuanya dengan jujur dan tidak malu-malu.

"Kau yakin kalau kalian berdua memang cuma berteman? Entah kenapa Ibu malah merasa kalau ini lebih dari teman. Tidak mungkin dia melakukan semua itu dan membayar semua tagihan rumah sakit kalau dia tidak punya hubungan yang istimewa denganmu, bukan?"

Azea tentu saja langsung salah tingkah mendengar pertanyaan dari ibunya sendiri. Dia tidak menyangka kalau ibunya akan langsung menanyakan tentang hubungannya dengan Luqi.

"Apa yang Ibu katakan? Bukankah aku sudah bilang bahwa kami berdua hanya berteman? Lagi pula aku yakin tidak ada sesuatu yang salah apabila dia membayar semua tagihan rumah sakit itu. Semua orang yang memang memiliki karakter yang baik hati pasti melakukan hal itu bukan tanpa harus memiliki hubungan yang istimewa denganku."

Luna hanya tersenyum. Dia menebak dan berkata demikian bukan tanpa alasan. Biar bagaimanapun selama ini dia juga pernah melewati masa muda atau juga masa pubernya. Dia bisa membedakan bagaimana tingkah anak muda yang jatuh cinta atau sekedar berteman.

"Tapi lelaki yang masih muda seperti dia sepertinya tidak terlalu mau mengorbankan banyak hal hanya untuk seseorang yang dia rasa tidak terlalu istimewa. Seorang lelaki itu selalu ingin dibutuhkan, terlebih ketika mereka sedang jatuh cinta. Mereka akan melakukan apa saja demi orang yang mereka cintai, bahkan tidak peduli kalau pun mereka belum bisa menghasilkan uang sendiri. Perasaan semacam itu sangat biasa bagi anak muda yang baru mengenal cinta. Ibu sendiri juga pernah mengalami fase itu."

Azea semakin tidak tahu bagaimana cara menjawab atau merespon perkataan dari ibunya ini. Menganggap bahwa wajar saja ibunya berpikir demikian karena memang beberapa hari terakhir ini Luqi terlihat senang sekali datang ke rumah mereka bahkan juga membawa banyak oleh-oleh untuk ibunya dan juga adiknya.

Apabila ibunya sampai mengira bahwa mereka memiliki hubungan yang lebih daripada sekedar teman.

"Tidak sama sekali, Ibu. Kami hanya teman biasa. Aku mengira bahwa dia mungkin bisa melakukan hal yang sama pada orang lain. Mungkin memang dia sendiri juga yang sudah terbiasa melakukan hal yang baik kepada siapa pun."

Jujur saja, rasanya aja ya ingin sekali muntah ketika mengatakan hal tersebut.

Pasalnya, Luqi tentu saja tidak sebaik yang dia katakan kepada ibunya. Dia bahkan teringat Bagaimana dulu dia dan Luqi bertengkar karena uang seratus ribu itu.

"Oh, ternyata begitu."

Akan tetapi ternyata Luna tidak menyerah sampai di situ. Rasa penasarannya sudah terlanjur bersarang dalam hatinya. Dia ingin mengetahui hubungan putrinya dan juga lelaki itu. Bahkan juga berharap kalau hubungan putrinya ini bisa berlanjut ke hubungan yang jauh lebih istimewa dan serius, lebih tepatnya pada hubungan pernikahannya bisa membuat mereka lebih terjamin secara hukum. Luna bisa membayangkan betapa bahagianya dirinya ketika dia melihat putrinya sendiri akhirnya menikah dengan seorang lelaki yang baik.

Pada pagi hari ini ketika Luqi kembali mengunjungi rumah Azea, dan melihat Luna dan juga anaknya ada di sana sedangkan Azea sedang masuk kuliah. Luqi membawakan sedikit oleh-oleh untuk mereka berdua.

Pada saat itulah Luna mencari kesempatan untuk bertanya lebih lanjut kepada Luqi tentang hubungan lelaki itu dengan anaknya.

"Tadi malam Azea sempat berkilah dan tidak mengaku tentang hubungan kalian berdua. Sekarang Ibu sangat yakin kalau kau sendiri tidak bisa menyembunyikannya."

Luqi langsung mengangkat kepala mendengar perkataan Luna. Dia mengerutkan kening karena tidak langsung memahami apa yang dimaksud oleh wanita itu.

"Maksudnya apa, Bu?" tanya Luqi.

"Kalian pasti sebenarnya berpacaran, bukan? Ibu sangat yakin kalian lebih dari sekedar teman."

Luqi malah sedikit terkejut, namun juga terbesit sesuatu dalam hatinya.

"Yah, Kami memang berpacaran, Ibu."

Bodoh, terlalu bodoh dia mengatakan hal tersebut. Bahkan lebih bodoh lagi dia malah memperlihatkan foto dan juga videonya bersama Azea ketika mereka menghabiskan waktu bersama di berbagai macam tempat. Melihat semua foto dan video itu tentu saja membuat Luna semakin bahagia. Dia tidak pernah mengetahui bahwa ternyata selama ini putrinya menghabiskan waktu bersama seorang lelaki, dan di matanya lelaki itu sangat baik.

"Dia bahkan sama sekali tidak pernah mengatakan hal ini kepadaku. Pantas saja dia jarang menghabiskan waktu di rumah. Ternyata selama ini dia menghabiskan waktu bersamamu. Tapi aku sama sekali tidak keberatan dengan itu. Aku cukup senang karena dia mendapatkan pasangan yang baik sepertimu."

Bukannya membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, Luqi malah semakin tersanjung dengan pujian dari Luna. Dia merasa bahwa dia menjadi lelaki yang sukses membahagiakan seorang wanita sekalipun hanya berpura-pura.

"Yah, kalau saja aku tahu bahwa dia sering meninggalkan rumah hanya demi menghabiskan waktu denganku, mungkin aku tidak akan mengajaknya ke mana-mana. Aku malah merasa bersalah karena hal ini."

Luna langsung menggeleng cepat, mendengar apa yang dikatakan oleh Luqi. "Oh, jangan pernah merasa bersalah seperti itu. Tidak ada yang salah sama sekali apabila kamu mengajaknya jalan-jalan."

Lama sekali Luna melihat semua foto dan video yang ada di sana. Dia merasa ada sesuatu yang timbul dalam hatinya. Suatu gairah dan niat baik yang tidak bisa lagi disingkirkan oleh siapapun. Dia tahu kalau setiap keputusannya adalah sesuatu yang baik untuk putrinya.

Sejenak dia memandang Luqi dengan tatapan yang sangat dalam. Ada sebuah harapan besar dalam tatapan itu, Luqi sendiri juga bisa merasakannya.

"Ibu bisa membayangkan betapa bahagianya nanti kalian berdua. Sejak dulu ibu selalu bermimpi agar bisa melihat Azea bersama seorang lelaki yang baik sepertimu."

Luqi langsung mengerutkan kening karena merasa ada sesuatu yang aneh di sini. Dia berusaha untuk memahami makna di balik kalimat itu. Dia tidak peka seperti perempuan. Dia butuh kalimat yang lebih detail untuk membuat dirinya sendiri memahami apa yang dikatakan oleh orang lain.

"Maksudnya apa, Ibu?" tanya Luqi dengan polosnya yang masih tidak mengerti dengan maksud dari kalimat tersebut.

"Ibu akan sangat senang apabila kalian menikah secepat mungkin. Sejak dulu aku sangat khawatir apabila tidak melihat putriku sendiri menikah. Aku takut apabila Tuhan memanggilku lebih dulu ketika aku belum bisa melihat putriku bahagia bersama seorang lelaki yang dia sukai."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!