Lamaran Ke Minimarket

Awalnya Azea memang sempat putus asa dan terpikir ide untuk membangun bisnis sendiri saja dengan uang pinjaman, namun ide itu sirna ketika pada sore harinya dia mendapatkan telepon dari pihak minimarket yang akan melakukan wawancara kerja dengannya. Hasrat yang awalnya padam, kini kembali. Dia merasakan ada sesuatu yang bangkit dari dirinya dan merasa bahwa dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

Maka pergilah Azea hari itu untuk melakukan wawancara kerja. Dia menjawab semuanya dengan lancar, dengan gestur dan gelagat yang tidak bisa membuat siapa pun merasa bahwa dia akan menjadi tipikal karyawan yang berbuat curang. Dari wajah saja sudah bisa ditebak kalau dia perempuan yang baik, apalagi melihat senyum dan juga tingkahnya.

"Terima kasih untuk hari ini. Kami akan mengabari Anda bila sudah membuat keputusan."

Azea tersenyum sambil menyambut uluran tangan dari pria itu. Dia menarik napas diam-diam, entah kenapa merasa jantungnya berdebar dengan keras sepanjang sesi wawancara itu, padahal dia sudah melakukan hal ini berkali-kali setiap kali mencari pekerjaan. Namun entah mengapa untuk yang satu ini dia merasa seperti ada yang berbeda. Memang minimarket ini adalah pilihan terakhirnya atau bisa dikatakan harapan terakhir juga. Mungkin karena itulah dia berdebar, merasa bahwa ini adalah penentu, apakah dia akan menyerah atau tidak.

Sepanjang dia menunggu hasil wawancara itu, dia merasa sangat gelisah bahkan sampai tidak bisa memikirkan hal lain. Jelas di tengah ketegangannya itu dia membutuhkan siapa pun yang bisa membuatnya merasa tenang. Bahkan tanpa pikir panjang lagi dia menelepon Jessica dan mengabarkan tentang hal tersebut.

"Kau mau kita pergi ke cafe? Tenang saja, untuk hari ini aku yang akan traktir."

Azea hanya tersenyum mendengar tawaran Jessica yang saat ini berbicara lewat telepon dengannya. Jelas dia tidak punya pilihan selain menyetujui tawaran dari Jessica. Lagi pula memang sudah sangat lama dia tidak berkunjung ke cafetaria mana pun, selama ini berusaha menahan diri karena memang tidak mau terlalu boros. Ini bisa menjadi kesempatan baginya untuk bersantai sejenak.

"Tentu saja, dengan senang hati."

"Baiklah, aku menunggumu nanti di sana." Jessica menyebutkan alamat cafenya. Azea pun mengingat alamat tersebut, lantas datang ke sana beberapa lama kemudian. Memang benar Jessica lebih dulu sampai daripada dirinya. Hanya dengan merasakan suasana tenang seperti ini sudah cukup membuatnya merasa lebih baik lagi daripada beberapa saat yang lalu.

"Jadi bagaimana dengan pekerjaanmu? Aku yakin kau pasti sudah mendapatkan setidaknya satu pekerjaan saja, bukan?" tanya Jessica tanpa basa-basi. Azea tersenyum kemudian duduk di sana. Jessica memberikan buku menu itu padanya, isyarat agar Azea tidak perlu ragu untuk membeli makanan atau minuman apa pun di sana.

"Yah, aku hanya merasa sangat yakin pada minimarket itu. Baru beberapa saat yang lalu aku pulang setelah wawancara kerja. Kau tahu bahwa beberapa tempat sebelumnya sudah menolakku. Aku tidak terlalu peduli lagi dengan jadwal kerjanya, karena yang paling penting sekarang aku masih bisa mendapatkan pekerjaan. Bukan masalah kalau pun aku harus kerja tengah malam seperti dulu."

Jessica mengangguk paham. Mau bagaimana lagi, kalau memang hanya itu yang ada, memang lebih baik agar Azea menerimanya saja. Meskipun jadwalnya barangkali sama beratnya seperti pekerjaan Azea yang dulu.

Minimarket yang menjadi harapan terakhir bagi Azea saat ini ternyata memang tidak mengecewakannya, atau barangkali saat ini dia tidak mengecewakan dirinya sendiri. Keputusan untuk terus mencoba jelas bukanlah keputusan yang salah. Seandainya sejak awal dia memutuskan untuk menyerah dan memilih untuk membangun bisnis sendiri dengan catatan harus melalui berbagai macam proses dan waktu yang tidak sebentar, mungkin sekarang dia akan mulai terlilit utang.

Malam itu dia mendapatkan telepon dari seseorang. Telepon yang mengabarkan kabar gembira untuknya.

"Selamat, ya. Anda diterima kerja di minimarket kami. Anda mendapatkan jadwal di malam hari pada pukul lima sore hingga pukul dua belas malam."

Entah Azea harus senang mendengar hal tersebut atau malah sebaliknya. Dia bahagia karena akhirnya dia mendapatkan pekerjaan lagi setelah sekian lama melamar ke sana kemari, namun ketika mendengar bahwa dia mendapatkan jadwal malam apalagi harus pulang setiap jam dua belas malam, dia merasakan ada rasa khawatir dalam hatinya. Ternyata jadwal itu Justru lebih berat daripada pekerjaannya yang dulu. Dia harus pulang larut malam untuk pekerjaan yang satu ini.

"Eh, tengah malam berarti, ya, Pak?" tanya Azea dan hanya di-iyakan oleh orang di seberang sana.

Azea kembali berpikir. Jangan kira kalau dia tidak khawatir apabila dia harus pulang tengah malam sendirian dan itu harus dilakukan hampir setiap hari. Dia tidak punya perlindungan apa pun. Dia tidak punya uang untuk membeli alat yang bisa melindungi dirinya, entah itu alat elektronik atau juga alat sederhana. Paling dia hanya bisa membuatnya di rumah dengan tangannya sendiri, itu pun dia tidak yakin kalau alat itu masih bisa melindunginya. Dia juga sedikit takut apabila seandainya dia membela diri, malah dia yang harus ditangkap polisi karena telah melukai orang lain apalagi sampai membunuh.

Namun Azea kembali berpikir. Sudah tidak ada lagi tempat yang bisa dia datangi setelah ini. Dia sudah tidak punya waktu untuk kembali mencari lowongan pekerjaan yang lain. Jika harus seperti itu, maka cepat atau lambat tabungannya akan habis dan mereka tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan atau juga untuk membeli obat ibunya.

Sepertinya Azea memang sudah tidak punya pilihan lain. Dia harus menerima pekerjaan ini dengan segala konsekuensi yang harus dia tanggung sendiri. Dia juga harus terus berjaga-jaga dan juga memikirkan solusi apa yang bisa dia pegang sebelum masalahnya datang.

"Baik, Pak. Terima kasih atas semuanya. Senang bisa bekerja sama dengan Bapak."

Telepon itu akhirnya tertutup. Azea menghela napas panjang. Sekarang bagaimana dia harus memberitahu ibunya tentang ini. Dia tidak yakin kalau ibunya akan mengizinkannya bekerja sampai larut malam.

Namun bukan Azea namanya kalau tidak mencoba lebih dulu. Dia berusaha meyakinkan diri kalau dia bisa melalui hal ini. Dia juga berusaha meyakinkan diri kalau ibunya akan mengizinkannya. Dengan segala macam pertimbangan dan juga bujukan yang dia persiapkan sejak awal, akhirnya ibunya memang mengizinkannya untuk melakukan pekerjaan itu. Karena memang semua ini hanya demi mereka. Semua ini hanya demi kelangsungan hidup mereka dan tidak ada lagi siapa pun yang bisa diandalkan selain Azea.

Azea merasa senang karena akhirnya ibunya mengizinkannya. Setidaknya dengan ini tak ada lagi beban dalam hatinya. Dia mungkin bisa melakukan pekerjaannya dengan lebih ringan dan mudah daripada yang dia pikirkan selama ini.

Terpopuler

Comments

si Umet

si Umet

💪

2023-06-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!