Ibu Yang Salah Paham

Luqi sampai tidak bisa berpikir untuk menghadapi situasi semacam ini. Dia terlalu bodoh. Sekarang dia ingin memukul kepalanya sendiri. Apa yang sudah dia lakukan? Mengapa dia terlalu ceroboh mengatakan hal itu kepada Luna? Sekarang Luna malah meminta sesuatu yang tidak masuk akal dalam sudut pandangnya saat ini.

"Ah, mungkin itu bisa dipikirkan lagi, Bu. Biar bagaimanapun kami berdua juga masih terlalu muda untuk menikah. Mungkin Ibu juga bisa membicarakan hal ini dengan Azea. Kita juga butuh persetujuannya, bukan?" Sekali lagi dia ingin memukul kepalanya sendiri. Kenapa kalimat semacam ini malah keluar dari bibirnya. Seharusnya dia tidur saja di rumah, kalau selama ini mereka hanya berpura-pura berpacaran dan dia membantu Luna untuk murni karena merasa kasihan.

Namun dia sudah terlanjur memperlihatkan semua foto itu kepada Luna. Tidak mungkin kembali mengatakan bahwa semua ini hanya sandiwara belaka.

Pada akhirnya ketika dia keluar dari rumah itu, dia membiarkan Azea membereskan semuanya. Pada saat itu Azea belum pulang dari kuliah. Luqi sampai tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan oleh Luna kepada Azea nanti setelah Azea pulang dari kuliah atau pulang dari kerja. Dia juga tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan oleh Azea. Sudah pasti perempuan itu akan marah kepadanya.

Azea pada saat itu yang memang belum mengetahui apa pun, dengan santai pulang ke rumah dan menemui ibu dan juga adiknya. Setelah ibunya operasi, entah kenapa dia merasa sangat bahagia dan tidak ada lagi kekhawatiran berlebih apabila harus meninggalkan ibunya sendirian di rumah.

Ketika dia pulang, dia melihat ibunya tersenyum kepadanya. Sudah bisa ditebak bahwa ada sesuatu yang membuat wanita itu merasa sangat bahagia. Tentu saja Azea juga ingin tahu hal apa yang membuat ibunya sampai bahagia seperti itu.

"Apakah ada sesuatu yang sudah aku lewatkan di sini? Kenapa Ibu tampak bahagia sekali?" tanya Azea tanpa bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi kepada ibunya yang beberapa saat yang lalu didatangi oleh Luqi.

"Tentu saja Ibu merasa sangat bahagia karena pacarmu itu lebih berkata jujur daripada kau sendiri. Luqi bilang kalau selama ini kalian memang berpacaran."

Azea langsung membulatkan mata mendengar hal itu. Dia tidak pernah berpikir kenapa Luqi sampai mengatakan hal itu kepada ibunya. Seandainya dia ada di sana ketika Luqi mengatakan hal demikian, dia mungkin tidak akan ragu untuk menampar wajah lelaki itu. Seenaknya saja mengatakan kalau mereka berpacaran.

"Apa?! Dia mengatakan itu kepada Ibu?!" tanya Azea kali ini dengan nada yang lebih tinggi. Ini untuk pertama kalinya dia meninggikan suara di hadapan ibunya sendiri. Tentu saja Luna sampai kaget ketika Azea meninggikan suara seperti itu. Namun dia cukup mengerti karena menurutnya saat ini Azea merasa malu ketika Luqi berkata jujur kepada dirinya.

"Sudahlah, sudah terlambat untuk tersipu malu saat ini. Yang penting Luqi sudah mengatakan semuanya dengan jujur. Bahkan tadi Ibu juga bilang kepadanya agar kalian bisa segera menikah. Dia bilang kalau dia ingin memikirkan itu lagi dan harus mendiskusikan ini juga denganmu."

Kali ini rasanya dia ingin mati saja ketika mendengar kalimat lanjutan dari ibunya. Ini jauh lebih gila daripada yang dia kira.

Menikah?

Tuhan, itu urusan yang terlalu dewasa baginya saat ini. Dia belum selesai dengan dirinya sendiri dan tidak mau melibatkan orang lain dalam kehidupannya. Dia belum bisa membahagiakan ibu dan juga adiknya. Dia tidak ingin beranjak dari rumah ini sebelum lakukan hal yang terbaik untuk kedua orang itu. Dengan kata lain, dia tidak akan mau menikah sebelum bisa memberikan yang terbaik untuk ibu dan juga adiknya. Terlebih lagi harus menikah dengan Luqi. Dia tidak pernah menjadikan lelaki itu berada dalam list-nya.

"Astaga, aku tidak menyangka kalau dia mengatakan hal itu kepada Ibu. Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menikah dengannya."

Luna langsung mengurutkan kening mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya. Dia masih menganggap bahwa saat ini putrinya sedang malu-malu. Mungkin tidak langsung mengakui hal itu atau juga mengakui kebahagiaannya ketika Luqi mengatakan bahwa dia harus memikirkan banyak hal sebelum memutuskan untuk menikah.

"Memangnya kenapa? Apa kau tidak bisa melihat dengan mata kepalamu sendiri? Dia lelaki yang sangat baik. Kapan lagi kau mendapatkan lelaki seperti itu? Di luar sana ada banyak lelaki kucing garong. Lelaki yang apabila menikah hanya menyumbangkan sp*rma mereka tanpa mau ikut andil dalam urusan rumah tangga itu sendiri. Ibu sangat yakin bahwa mungkin bukanlah tipikal lelaki seperti itu. Dia lelaki yang baik yang akan bertanggung jawab atas kehidupanmu nanti."

Sekali lagi rasanya Azea ingin mengumpat akibat dari kelakuan Luqi yang sudah kelewat batas. Sekarang dia terjebak dalam situasi ini. Bagaimana dia harus mengatakan kepada ibunya tanpa harus membuat ibunya merasa kecewa dengan keputusannya ini. Haruskah dia mengatakan tentang hubungan asli yang selama ini dia lalui bersama Luqi? Haruskah dia menceritakan bagaimana dahulu dia bertengkar dengan Luqi di minimarket? Dia tidak pernah ingin menyakiti hati ibunya entah dengan alasan apa pun. Namun dia juga tidak tahan apabila menyembunyikan kebenaran dari ibunya hanya demi kebahagiaan wanita itu.

"Biarkan aku berbicara dulu dengannya, Ibu. Kurasa saat ini Ibu sudah salah paham. Aku sendiri Bahkan tidak pernah berpikir tentang pernikahan. Aku belum menyelesaikan kuliahku dan aku ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi ke depannya. Aku masih ingin memberikan sesuatu yang terbaik untuk Ibu dan adik-adik. Hanya itu yang kuinginkan saat ini. Aku tidak pernah berpikir akan hal lain, apalagi harus meninggalkan ibu di sini dan ikut bersama pria yang akan menjadi suamiku nanti."

Luna memegang tangan putrinya dan menatap perempuan itu dengan dalam dan tulus. Dia tahu kalau tatapan seperti ini biasanya akan membuat putrinya itu menyerah. Terlalu mudah bagi Azea untuk luluh kepada apa pun yang diinginkan oleh ibunya. Dia paling tidak tega apabila tidak mengabulkan apa pun yang diinginkan oleh ibunya. Semua itu didorong Karena rasa takut akan kehilangan. Dia takut apa bila ibunya pergi lebih dulu daripada dirinya dan pada saat itu dia belum bisa mengabulkan apa yang diinginkan oleh ibunya. Dia akan merasa gagal seumur hidup sebagai seorang anak.

"Ibu selalu menginginkan sesuatu yang terbaik untukmu. Bukan berarti Ibu ingin memaksakan kehendak padamu. Kau berhak menentukan pilihanmu sendiri saat ini. Ibu hanya selalu bermimpi melihat kau berada di pelaminan bersama seorang lelaki dan kalian hidup bahagia selamanya."

Rasanya Azea ingin sekali menangis dalam keadaan seperti ini. Dia paling tidak sanggup apabila harus menolak apa yang diinginkan oleh ibunya. Tidak, dia harus selalu kuat dan dia tidak boleh menangis. Dia tidak mau ibunya melihat dia menangis.

Namun untuk saat ini apa yang harus dia lakukan? Biar bagaimanapun dia harus mendiskusikan ini dengan Luqi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!