Menawarkan Bantuan

Karena mendapat kabar itu dari Elena, Luqi merasa sudah tidak bisa menahan diri lagi untuk menemui Azea sekarang. Bukan karena kasihan, namun karena memang sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarga perempuan itu. Dan ketika akhirnya dia sampai ke rumah sakit tersebut, dia melihat ada Azea di sana. Azea yang duduk sendirian di lorong rumah sakit itu, menunggu di depan pintu sambil tertunduk dan tidak melihat sekitar sehingga tidak menyadari keberadaan Luqi di sana.

Luqi berjalan mendekat dan suara sepatunya terdengar begitu nyaring di lorong yang sepi itu. Hal itu tentu saja membuat Azea terkejut hingga akhirnya dia mengangkat kepala dan melihat keberadaan Luqi di sana. Azea mengangkat alis karena terkejut kemudian berdiri dari tempatnya. Dia tidak pernah memberitahu sama sekali kalau dia ada di sini. Dia yakin kalau Elena yang memberitahu hal ini kepada Luqi sehingga lelaki itu bisa dengan mudah mengetahui bahwa dia ada di sini.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau sudah mengatakan bahwa perjanjian kita sudah selesai? Kita sudah tidak punya urusan apa pun lagi, bukan?" Azea melipat tangan di depan dada dan menatap tajam ke arah lagi itu, mengisyaratkan bahwa kehadiran Luqi saat ini sangat mengganggunya dan dia tidak membutuhkan hal tersebut.

Luqi justru tidak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Azea. Saat ini dia terlalu penasaran dengan kondisi orang tua dari perempuan itu. Bahkan samar-samar Luqi juga bisa melihat kalau Azea baru saja menangis, terlihat dari matanya yang memerah dan sembab.

"Aku penasaran setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Elena. Dia bilang kalau kau butuh bantuan. Apakah perlu aku menemui ibumu sekarang? Sejujurnya sejak kemarin aku juga merasa sangat penasaran dengan kondisi ibumu sehingga mengharuskanmu cuti dari pekerjaan seperti ini."

Azea memutar mata malas. Dia sudah tidak mempan dengan rayuan siapa saja, termasuk juga dengan lelaki playboy seperti Luqi ini. Dia selalu merasa bahwa dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Dia terbiasa hidup mandiri dan juga tidak mau merepotkan banyak orang yang memang tidak memiliki kepentingan dengan keluarganya.

"Ibuku baik-baik saja. Aku bisa menyelesaikan semua ini tanpa bantuanmu, kau datang kemari untuk menawarkan bantuan."

Luqi mengerutkan kening. Sejenak dia menatap perempuan itu dalam waktu yang cukup lama sebelum kemudian dia mendadak masuk ke ruangan tempat ibu Azea dirawat. Azea yang melihat hal tersebut tentu saja sangat terkejut. Luqi memang sangat arogan hanya karena dia merupakan salah satu orang paling kaya di kota ini. Sesuatu yang sebenarnya bukan urusannya sama sekali malah dengan sesuka hati dia campuri.

"Apa yang kau lakukan? Jangan mengganggu ibuku! Ibuku sedang beristirahat dan dokter juga tidak membiarkannya diganggu oleh siapa pun, bahkan olehku sendiri." Azea dengan cepat mengikuti langkah lelaki itu untuk masuk ke ruangan tersebut. Dia berusaha untuk mencegah Luqi agar tidak mengganggu ibunya.

Luqi tidak lagi mempedulikan apa pun yang dikatakan oleh Azea. Dia masuk ke ruangan tersebut dan langsung melihat seorang wanita berbaring tidak berdaya di sana. Seorang wanita yang kini menatapnya. Azea juga cukup terkejut ketika mendapati kalau ternyata ibunya sadar. Ibunya sekarang tersenyum ke arahnya, membuat hatinya merasa sangat lega.

"Oh, Ibu sudah sadar ternyata," ucap Azea. Namun Luna malah menatap ke arah lelaki yang saat ini berdiri tepat di samping putrinya. Mungkin tersenyum manis ke arah Luna.

"Apa kau temannya Azea?" tanya Luna tanpa basa-basi.

Luqi hanya bisa mengangguk tanpa bisa mengucapkan sepatah kata.

"Terima kasih sudah menemani Azea di rumah sakit. Sejak kemarin dia tampak lelah, mungkin karena memikirkan biaya dari rumah sakit ini."

Luqi langsung menatap ke arah Azea begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Luna. Dia kembali menatap ke arah Luna dan berniat untuk menanyakan sesuatu.

"Memangnya berapa biaya rumah sakitnya, Bu?" tanya Luqi tanpa basa-basi. Luna pun menyebutkan nominal yang langsung membuat Luqi cukup terkejut. Baginya sekarang mungkin itu terlalu murah, namun dia tidak yakin kalau Azea bisa melunasi biaya rumah sakit itu.

Luqi langsung membawa Azea keluar dari ruangan itu setelah beberapa menit berbicara dengan Luna tentang anggaran rumah sakit yang harus mereka lunasi. Dia menarik tangan Azea cukup kasar bahkan juga cukup memaksa. Azea meringis kesakitan dan tidak mengerti apa yang terjadi kepada Luqi saat ini.

"Kau pasti tidak bisa melunasi biaya itu, bukan? Lantas apa yang kau lakukan sekarang? Kau tidak bekerja dalam sehari dan kau harus menanggung konsekuensinya apabila sampai bos di minimarket itu memecatmu. Katakan apa yang ingin kau lakukan sekarang untuk ibumu?"

Azea menengadah dan mengercapkan mata untuk mencegah air matanya keluar lagi. Dia sudah cukup lelah menangis hari ini. Dia tidak mau lagi menangis di hadapan Luqi. Lelaki itu akan mengira kalau dia terlalu lemah untuk menghadapi situasi semacam ini, mengingat bahwa dia juga pernah berkata bahwa dia bisa menghadapi masalahnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dia tidak mungkin menarik kalimatnya sendiri.

"Tentu saja aku akan berusaha untuk mencari uang itu. Memangnya kau pikir aku ini siapa? Aku mungkin tidak memiliki keluarga yang kaya raya, tapi aku adalah orang dewasa yang punya akal untuk mencari uang dan memecahkan masalah sendiri. Sayang sekali, keluarga kami tidak dapat BPJS gratis, harus mendapatkan BPJS bayar bulanan, mana sanggup, karena kalo BPJS itu harus terdaftar sekeluarga. Ibuku, aku dan dua adikku, jadi mustahil pakai BPJS, karena harus membayar tiap bulan. Jadi, tentu saja aku berusaha dengan bekerja!"

Luqi memandang tajam ke arah Azea. Dia tahu bahwa saat ini perempuan itu merasa sangat frustasi dan putus asa. Dia sudah pernah dan sangat sering melihat situasi semacam ini.

"Dan pekerjaan apa yang secara instan bisa membuatmu mendapatkan uang sebanyak itu selain dengan menjual tubuhmu sendiri? Kau mau menjadi pelacur? Kau mau menjajakan dirimu pada pria hidung belang di luar sana? Aku yakin itulah satu-satunya untuk mendapatkan uang jutaan rupiah demi melunasi biaya rumah sakit ini."

Rasanya Azea ingin sekali menampar lelaki itu, namun dia berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Luqi memang ada benarnya.

Untuk saat ini tidak ada pekerjaan yang lebih bisa membuatnya mendapatkan jutaan rupiah dalam waktu sekejap selain menjadi pelacur. Dan dia tidak mau melakukan hal itu sampai kapan pun. Namun bagaimana dengan nasib ibunya nanti? Biar bagaimanapun dia sudah bertekad akan melakukan apa saja demi ibunya. Jadi apakah harus dia melakukan pekerjaan hina itu hanya demi ibunya? Apakah dia harus mengorbankan harga dirinya sampai seperti ini demi kehidupan ibunya? Biar bagaimanapun akan sangat sakit apabila ibunya meninggal lebih dulu daripada dirinya.

'Apa aku urus BPJS aja, sampai ibu operasi aja, terus selesai operasi, aku nggak usah aja bayar bulanannya? Kalau di aktivkan sekarang lebih mudah dan murah dari pada biaya operasi langsung yang jutaan rupiah ini,' gumam Azea berpikir.

"Biarkan aku membantumu untuk masalah yang satu ini. Biarkan aku yang melunasi semua tagihan operasi ibumu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!