Tanggungjawab

Luqi merasa kesal karena teleponnya sama sekali tidak diangkat oleh teman-temannya sejak beberapa menit yang lalu. Hampir sepuluh kali dia menelepon bahkan dengan nomor yang berbeda-beda, namun tak ada satu pun di antara mereka yang mengangkat telepon Luqi.

"Sial, apa yang mereka lakukan di luar sana?!" Luqi kembali berusaha untuk menelepon salah satu dari temannya itu. Dia menunggu beberapa lama hingga akhirnya orang di seberang sana mengangkat telepon itu.

"Astaga, apa saja yang kalian lakukan?! Apa baru sekarang mengangkat telepon dari gue?! Apa ada masalah di sana?!" Luqi bahkan sudah tidak bisa menahan diri untuk bertanya sambil berteriak dan tidak lagi memedulikan orang-orang di sekitarnya yang menjadikannya pusat perhatian. Dia terlalu merasa kesal kepada teman-temannya itu.

Sejenak tidak ada suara di seberang sana yang semakin membuat Luqi merasa kesal. Dia sekarang berada di sebuah restoran mini sendirian. Sebenarnya dia sudah janjian dengan teman-temannya untuk bertemu di sini. Bukan ingin melakukan sesuatu yang sangat penting, melainkan sesuatu yang tidak ada bedanya dengan hal yang sering dilakukan oleh anak muda yang tidak punya pekerjaan.

"Ya? Maaf, Luqi. Kau bilang apa tadi?!"

Pertanyaan dari orang di seberang sana semakin membuat Luqi menarik napas panjang untuk meredakan emosinya. Dia tidak tahu kesibukan apa yang dilakukan oleh semua temannya saat ini. Dia hanya peduli kepada dirinya yang sebenarnya sudah menunggu sangat lama di cafe itu.

"Apa yang kalian lakukan di sana?" tanya Luqi lagi yang sekarang mulai merasa tenang. Dia bersandar di sandaran kursi itu dan menatap ke arah langit-langit cafe. Dia tidak mau menimbulkan keributan yang pada akhirnya akan membuat dia diusir dari sini. Namun sepertinya tidak akan ada yang berani mengusirnya dari cafe itu, bahkan satpam sekalipun.

Dia hanya perlu menyebutkan nama atau marga dari keluarganya, maka tidak akan ada orang di kota ini yang bisa melawannya apalagi bersikap semena-mena terhadap dirinya hanya karena dia menimbulkan keributan di suatu tempat yang membuat orang lain tidak nyaman. Kalaupun orang lain tidak nyaman, maka merekalah yang harus pergi, bukan Luqi yang notabene menjadi penyebab keributan itu.

Tidak adil?

Tentu saja sangat tidak adil. Namun seperti itulah gambaran dari kehidupan orang kaya ditambah lagi dengan wajah tampan seperti yang dimiliki oleh Luqi saat ini. Sesuatu yang barangkali memang tidak bisa didapatkan oleh semua orang pada umumnya. Hanya orang-orang tertentu, entah karena memang lewat kerja kerasnya atau faktor keberuntungan lahir dari keluarga yang memang sudah kaya dari sananya.

Davey Hanan Aluqi, begitulah nama lengkapnya. Dia lahir dari keluarga Aluqi Ruyaz yang merupakan salah satu keluarga terpandang di kota mereka. Latar belakang keluarga yang dihormati oleh banyak orang dan juga disegani oleh lawan bisnis mereka membuat Luqi seolah hidup dalam surga, semuanya serba mudah dan apa pun yang dia inginkan bisa dia dapatkan dengan sesuka hati.

Bukan hanya seolah harta, dari sisi ketampanan juga sangat membuatnya mudah mendapatkan apa pun yang dia inginkan, terutama jika orang suruhannya itu adalah perempuan. Akan sangat mudah baginya untuk meluluhkan hati perempuan hanya dengan satu kalimat gombalan. Jelas hanya perempuan bodoh yang bisa dibodohi dengan cara semacam itu. Beruntungnya lagi, memang di dunia ini jauh lebih banyak orang bodoh daripada orang pintar. Orang pintar yang berkelas dan tidak mudah dijatuhkan oleh orang lain bisa dibilang termasuk langka.

"Kau sedang ada di mana sekarang? Kami lagi terkena masalah, nih." Itulah sahutan dari temannya.

Luqi mengerutkan kening.

"Masalah apa? Apa kalian melakukan sesuatu yang fatal? Ayolah, jangan terlalu merepotkanku untuk sekarang. Aku menunggu kalian di sini sejak tadi dan kalian sama sekali tidak datang. Sekarang kalian menelepon hanya untuk memberitahu kalau kalian sudah melakukan sesuatu yang membuat diri kalian sendiri merasa bingung."

Sejenak tidak ada sahutan di seberang sana, namun Luqi bisa mendengar ada suara perempuan yang terdengar seperti mengomel pada teman-temannya itu. Dari situ saja dia sudah bisa menebak kalau masalahnya sudah terlalu besar. Dia menghembuskan nafas lelah. Entah dengan cara apa dia harus lolos dari semua ini. Semua kesalahan yang dilakukan oleh teman-temannya selalu saja melibatkan dirinya, padahal dia sama sekali tidak melakukan apa pun. Namun entah kenapa dia sendiri juga merasa ingin selalu menolong teman-temannya itu. Mungkin seperti ingin menunjukkan kepada dunia bahwa dia bisa menyelesaikan masalah apa pun hanya menggunakan uang.

"Baiklah, di mana posisi kalian saat ini? Aku akan datang ke sana dan mencoba untuk menyelesaikan masalah itu kalau memang masih bisa diselesaikan." Luqi berkata penuh percaya diri.

Temannya yang mendengar hal tersebut langsung menyebut alamat minimarket yang mereka datangi saat ini. Hanya beberapa menit setelah sambungan telepon itu terputus, akhirnya Luqi pun datang ke sana. Kedatangannya disambut seakan dia adalah pahlawan besar bagi ketiga lelaki yang sekarang tidak tahu harus melakukan apa karena perbuatan mereka sendiri.

Ketika Luqi pertama kali memasuki minimarket tersebut, dia sudah tidak perlu bertanya ke sana kemari masalah apa yang sedang terjadi karena dia langsung melihat ada banyak barang yang tercecer dan juga sirup yang mengotori lantai di sana. Tentu saja dia langsung bisa menebak kalau ini adalah ulah dari ketiga temannya. Pantas saja para pegawai di minimarket itu mengomel dan memarahi ketiga temannya ini.

"Astaga, ternyata hanya Ini masalahnya?"

Azea yang mendengar kalimat Luqi pun langsung mengangkat kepala. Dari susunan kalimatnya saja sudah bisa ditebak kalau Luqi meremehkan masalah yang terjadi sekarang. Oke, Azea sama sekali belum tahu siapa Luqi. Namun dia paling tidak suka dengan orang yang sering meremehkan sesuatu yang menurutnya cukup serius, terlebih lagi ketiga pemuda itu awalnya tidak mau bertanggung jawab dan hanya bisa menggaruk kepala mereka seperti orang bodoh.

"Maaf, Tuan. Apakah Tuan ingin membereskan masalah ini sehingga terlihat seperti meremehkannya?" tanya Azea kepada Luqi. Luqi yang pertama kali melihat ada orang yang terlihat berani kepadanya pun langsung menoleh pada gadis itu. Dia tentu saja tidak suka ada yang meragukan kemampuannya untuk mengganti rugi barang-barang yang sebenarnya terlalu murah di matanya.

"Lantas untuk apa aku datang kemari? Tentu saja aku akan membantu ketiga temanku. Berapa total kerugiannya? Ambil ini!"

Tanpa pikir panjang Luqi langsung mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya dan menyerahkannya kepada Azea. Azeya semakin merasa kesal melihat tingkah sombong dari Luqi, kemudian tetap menerima kartu itu dan memberinya kepada teman-teman kerjanya yang lain. Teman-teman kerjanya itu mencatat barang apa saja yang rusak di sana dan menghitung semua kerugiannya lantas menggunakan kartu itu untuk membayar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!