Dari luar angin malam menyerbu masuk. Ku rapatkan jendela kamar untuk menghindari hawa dingin yang menusuk. Jam dinding menunjukkan malam sudah larut. Dari kaca jendela, langit tampak cerah dengan warna biru kelam. Ada beberapa bintang di sana, dengan cahaya sayup-sayup menyapa dari ketinggian, seakan ingin menemaniku memikirkan dia, Kak Anta. Yang tiba-tiba ku rasakan kehadirannya, meski dengan perasaan yang sulit dipahami.
Biasanya aku bisa tidur cepat saat malam, apalagi kalau Kak Anta sedan patroli. Tetapi malam ini, sedikit gelisah, Aku menantikan dan menginginkan kehadirannya. Aku terus memandangi jam dinding, berharap agar waktu cepat berlalu dan Kak Anta bisa pulang.
Tetapi itu semua rupanya terjadi.
Aku mendengar suara pintu membuka dan menutup, Lalu suara langkah kaki. Aku segera keluar kamar dan ketika menjulurkan leher untuk melihat dari balik gapura yang menghubungkan antara ruang tengah dan ruang tamu, nafasku seolah membeku di paru-paru. Muncullah Kak Anta yang terlihat sangat menakjubkan seperti biasanya dalam balutan kaus biru pekat dan celana dasar setelan seragam polisi yang atasannya sudah ia tanggalkan di bahu.
Tapi dia tidak sendiri, dia masuk bersama seorang laki-laki gondrong yang dalam pikiranku agak lebih garang dari Kak Anta. Mereka bercengkrama di ruang depan. Mengenakan sepatu bot di padu seragam dan atribut yang sama. Rupanya mereka menyadari kehadiranku di ruang tengah. Aku menangkap pandangan mata rekan Kak Anta yang tajam menyerupai hunusan ujung pisau yang menyiksa.
Dia balik menatapku. Oh jantungku berdebar tak terkendali ketika dia beranjak dari tempatnya, menghampiriku.
"Akhirnya aku bisa bertemu kamu juga," Sambutnya lembut sambil menyalami tanganku.
Kami saling berpandangan, menduga-duga adakah perkenalan sebelumnya atau mungkin ada obrolan lain di luar pengetahuanku.
"Kamu cantik sekali," katanya. Pria berambut pirang dan gondrong itu mengangguk sambil menepuk bahuku.
Aku menelan ludah dengan susah payah. "Terima kasih, Pak."
Pria itu sejenak mengamati ku dengan saksama. Tubuhku serasa bergetar. Karena itu ku alihkan pandangan, menatap Kak Anta yang ada di depan kami. dia tersenyum sambil matanya melirik ke arahku dan temannya.
"Dia temanku, jangan panggil Pak kalau di luar seperti ini, kami seumuran kok. Namanya Rambo."
"Oh maaf Kak," kataku gugup. "Silahkan duduk, biar aku buatkan kopi."
"Jangan nyonya Anta yang cantik, aku mau langsung pulang. Ke sini cuma mau antar sahabatku ini pulang, seharian kerjanya tidak fokus jadi aku khawatir bila terjadi sesuatu padanya saat di perjalanan pulang." Kata Rambo lembut. dia kemudian mendekatkan mulutnya di telingaku. "Kamu lagi ribut dengannya, ya? dia kepikiran lo. Kasihan!!" bisiknya di telingaku.
"Kurangi nakalmu, Rambo!" Jawab Kak Anta.
"Aku mengerti. Sudah, jangan banyak ribut. Malam, istirahatlah kalian. Aku pulang dulu," Rambo pura-pura mengelak. Dia berpamitan setelah menyampaikan maksud kedatangannya padaku.
Kak Anta menatapku dengan mata menyipit. "Masih melarang ku dekat-dekat?"
Sedangkan aku hanya berdiri mengernyitkan dahi, memang apa yang terjadi? setelah beberapa detik berlalu barulah aku teringat bahwa tadi pagi aku melarang kak Anta mendekat karena aroma parfumnya yang membuat ku mual.
Aku mengira Kak Anta segera pergi karena aku mendiamkan nya. Alih-alih, dia bergeser lebih dekat dan berdiri di sebelahku. Kehangatan maskulin dan Aroma parfum yang tadi membuatku mual setengah mati, malah menggoda indra penciuman ku sehingga aku nyaris sulit bernafas, tetapi rasanya justru nikmat. Aku jadi tersipu-sipu sambil melirik ke sana kemari, matanya bersemu-semu kecokelatan, hampir seperti buah sawo. Angin malam berhembus dingin. Kami lantas pindah ke kamar untuk beristirahat.
...****************...
Besoknya, di pagi hari yang agak dingin ketika kami tengah menikmati sarapan pagi. Kak Anta menyetel lagu dalam piringan hitam dekat TV. Musik mengalir, menambah kesyahduan saat matahari belum naik. Iramanya yang bening menyerupai tetesan embun. Aku menoleh ke luar. Tepatnya ke arah beranda dekat tempat jemur pakaian. langit agak cerah dengan warna biru legam yang mulai memudar.
Warna yang sama dengan seragam Kak Anta pagi ini, membalut tubuh Kekarnya dengan sentuhan yang lembut. Dia berseri-seri dan tersenyum.
"Aku suka kau memandangku begitu. Pandangi terus dan jangan berpaling," katanya dengan nada mengejek.
Aku kembali mengalihkan tatapan ku ke luar sana, memandang matahari yang datang.
"Habis sarapan nanti ikut aku sebentar ya?"
"Kemana?"
"Menemui Kakak Rambo." Jawabnya, "Dia dokter kandungan. Sudah berapa waktu, tapi aku belum pernah membawa kamu periksa untuk memantau kesehatan ibu dan janin. Beruntung ada Rambo dan kakaknya, jadi kita bisa periksa sebelum aku berangkat kerja."
Aku terdiam, memikirkan betapa luar biasanya bersuamikan Kak Anta. Dia jauh telah memikirkan sesuatu yang tidak pernah sedikitpun ku harapkan. Maklum, sebagai wanita yang hamil duluan, dinikahi olehnya saja sudah lebih dari cukup. Namun, Rupa-rupanya dia memberikan perhatian dan tanggung jawab suami yang sesungguhnya. Agaknya aku tak perlu terlalu mengkhawatirkan soal keluarga kami di masa depan.
Akhirnya, setelah sarapan selesai. Kak Anta memundurkan mobilnya dari garasi, dan aku duduk di sampingnya.
Mobil berputar pelan di belokan jalan dan tiba-tiba hatiku berdebar-debar hebat. Apa yang akan terjadi? Aku melihat beberapa anak jalanan tengah bernyanyi-nyanyi di perempatan sambil memukul jimbe-jimbe yang di buat dari tutup botol limun. Seorang perempuan melintas di sekitar mereka dengan anggun, rambutnya yang panjang bergelombang berkibar diterpa angin dan asap kendaraan.
Mobil terus melaju. Tapi astaga, sejauh aku mengalihkan perhatian, aku tetap saja merasa gelisah. Jantungku berputar dengan cepat dan hebat, seakan dalam diriku ada dinamo yang berputar-putar. Ini pertama kalinya aku periksa kandungan ....
Kami berhenti di depan sebuah klinik, bangunannya cukup besar dan sangat modern. Suasana masih sepi, mungkin karena masih pagi. Kami bisa periksa lebih awal karena kak Anta memiliki akses melalui Rambo, adik dari dokter cantik yang menyambut kami dari dalam ketika Kak Anta membuka pintu masuknya.
"Anta? teman Rambo kan?" ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Kak Anta menyalami tangan dokter ini, kemudian berkata; "Benar Mbak Rani, Terima kasih sebelumnya dan maaf karena merepotkan sedikit."
"Tidak masalah, jangan sungkan begitu."
"Ini Istri saya Mbak, Karunia."
Dia tersenyum setelah mengalihkan pandangannya padaku, "Namanya cantik, secantik orangnya." Katanya lembut. Dan aku mengangguk sekaligus membalas senyumannya.
Kami kemudian dituntun menuju ruangan periksa, begitu masuk aroma khas ruang klinik dan rumah sakit begitu menyengat, mata ku pun nanar saat ku lihat alat-alat periksa kesehatannya yang membuatku agak gugup. Dokter Rani memintaku naik ke ranjang periksa, dan Kak Anta membantu memegangi tanganku agar tetap imbang.
Begitu berbaring, Tanpa gerakan yang bisa ku duga, secara tiba-tiba Dokter Rani menarik bagian bawah bajuku. "Jangan!!!" Dengan cepat ku halangi, dan bersamaan dengan itu pula selintas ku lirik Kak Anta yang langsung berbalik badan, mengalihkan pandangan.
Dokter Rani tercengang, melihat kami yang tersipu-sipu dan saling menghadang. "Masih malu-malu, ya?!" ucapnya dengan tawa kecil. "Anta juga, kamu kan sudah lihat lebih dari ini, masa masih malu? Kalau lihat perut saja malu, terus bagaimana bisa buat anak begini?"
"Maaf mbak, agak canggung saja kalau di depan orang. Takut istri saya juga kurang nyaman." sahut Kak Anta yang membelakangi kami.
"Ya sudah, suaminya boleh keluar dulu kalau begitu."
Kak Anta menurut, disitulah kami akhirnya bisa bernapas lega. Dokter Rani mulai menempelkan alat yang aku pun tak tahu namanya apa, tapi yang jelas aku bisa melihat bayiku dalam monitor tempat dimana alat itu menjelajah perutku. Rasanya terharu sekali, ada manusia lain yang ada dalam diriku. Tempatku berbagi napas dan kehidupan, dia yang suatu saat akan memanggilku ibu.
"Kamu beruntung, bisa punya anugerah surga sebelum mati. Memiliki dia, suami yang baik hati, cerdas dan sangat peka terhadap keadaan di sekitarnya. Dia adalah laki-laki sempurna yang pernah ada. Adikku, Rambo mengatakan kalau Anta sahabatnya sepanjang hari memikirkan istrinya yang sedang sakit, dia bahkan berusaha untuk menemani kamu periksa di sela-sela waktu kerjanya. Melihat caranya yang begitu menghormati kamu, Aku sangat kagum dan tersanjung." Ucap Dokter Rani setelah selesai memeriksa kandungan ku. "Selamat ya, janinnya sehat. Usia kandungannya sudah 6 minggu."
Aku dapat memahami pendapat Dokter Rani. menang sangat beruntung menjadi gadis yang dipilih olehnya, terutama bila melihat seluruh kekuatan yang ada padanya.
Periksa pertama kami berlangsung tidak lama, dan Dokter minta agar bulan depan kembali periksa. Kak Anta menunduk hormat, mengucapkan Terima kasih dan kami pulang.
...****************...
Halooo besttt, berhubung besok senin. jangan lupa kasih vote yaakkk buat Kak Anta kita, lopyuu ♪~(´ε` )
mampir ke sini juga hayukk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
anta begitu menghormati Kania luar biasa
2023-12-27
1
Ersa
hihi Rambo, aku baca novel yg Rambo dulu kemarin
2023-09-24
0
ngatun Lestari
masyaalloh anta benar'baik ya
2023-05-26
0