Keesokan paginya, Kak Anta baru saja memundurkan mobilnya keluar garasi dan pergi bekerja. Aku segera ke dapur untuk beres-beres. tetapi aku terkejut bukan kepalang ketika mendapati satu gelas susu ibu hamil sudah ada di atas meja.
Hingga saat ini pun, dan setelah kejadian kemarin, Kak Anta yang membuatkannya lagi untukku? rasanya dia tak berubah, kak Anta masih tetap peduli meskipun sikapnya dingin dan kaku.
Aku mengambil susu itu seraya menyeringai, "Nak, kita beruntung kenal Papa Anta, ya?"
Tadinya aku hanya berpikir untuk beres-beres rumah saja, tapi sepertinya kalau buat masakan untuk makan bersama juga bagus. Tetapi masak apa?
Aku benar-benar dilema. tak tahu makanan seperti apa yang menjadi selera Kak Anta, tetapi yang membuatku lebih bingung adalah kemampuan masak ku yang di bawah standar rata-rata. ku buka buku-buku resep yang ada di lemari bawah tempat masak. buku yang kumal. sekumal perasaanku.
Ah, seandainya cinta dapat di pahami secara teoritis seperti tulisan-tulisan dalam buku masakan ini, aku cukup menyelesaikan persoalan ini dengan mempraktikkan apa yang ditulis dan ditakar. tapi cinta dalam hubungan jauh lebih rumit dari itu; setiap denyut dan gejalanya, setiap kehendak dan akibatnya, selalu saja tak terduga.
Karena sudah yakin dengan masakan yang ku pilih, aku segera bersiap untuk pergi ke warung sayur dekat rumah. aku sempat kebingungan tempat-tempat yang ada di lingkungan rumah Kak Anta. sampai akhirnya aku tiba di suatu tempat yang di kerumuni oleh Ibu-ibu. sampailah aku di warung sayur yang ku cari.
Aku terdiam lama ketika ku lihat banyaknya deretan sayur bermacam jenis dan bentuk, aku jadi gugup dan kembali bingung, memikirkan lagi betapa beratnya menerka-nerka masakan apa yang akan cocok di lidah Kak Anta dan bisa mudah ku masak. begitu beratnya, hingga aku harus membagi persoalan hidupku dengan sayur-sayuran yang berjajar di hadapanku.
"Pilih aku saja!" Kentang menyeletuk.
"Lihatlah, kamu mulai memikirkan seleranya!" Ejek ubi manis.
Dari kotak terjauh, tomat menggodaku dengan tingkahnya yang lucu dan manja, "Yang sederhana saja, kalau dibuat dengan cinta pasti dia suka. ah!"
"Jangan berlebihan," larang cabai merah, "Masak sesuatu yang menjadi seleranya, biar dia senang."
"Oh, tuanku, kamu terlalu menyedihkan. sebenarnya makanan apapun akan enak kalau kamu pandai memasak....!" ujar Terong gila yang nakal dan mulai busuk.
Sementara sayur kol yang putih memberi nasihat, "Teruslah berpikir nyonya, sampai engkau bijak, ingatlah kembali makanan yang kamu sudah pilih. kalau sudah berusaha suami mu pasti tersanjung, jangan jadikan beban bagi hidupmu."
Kenapa aku berbagi pikiran dengan sayur-sayuran?
Kenapa aku jadi gila begini?
Kenapa tiba-tiba kebingungan kembali?
"Warga baru, ya?"
Seorang wanita paruh baya menepuk pundakku. bersyukurnya aku karena dia akhirnya mengembalikan kesadaranku yang sudah dihisap oleh segerombolan sayur mayur yang ribut ini.
"Hah? maaf, iya bu." kataku sambil tersenyum kaku.
"Oh baru pindah ya? sama keluarga?"
"Suami, bu."
Perempuan tua ini mulai tertawa. "Tidak mungkin," sahutnya, seolah apa yang ku katakan terdengar sangat menggelikan. "Masih muda begini masa sudah menikah? usianya berapa? memangnya sudah tidak sekolah?"
"Saya baru menikah beberapa hari yang lalu, bu. saya dari desa, pindah ke kota karena ikut suami yang tinggal di sini."
Senyum ibu itu perlahan menghilang. "Jadi tidak sedang bercanda?" pekiknya kaget. "Suaminya siapa?"
"Anta Reza."
Tadinya ibu itu bersikap sangat ramah, dan apalah yang telah aku katakan sehingga dia langsung mengernyitkan dahi dan mendiamkan ku? sebelum dia sempat bertanya, ibu itu masih sibuk berpikir, seakan ada banyak pertanyaan yang sedang membebani pikirannya setelah aku mengatakan nama Kak Anta.
"Pak Anta Polisi ya?" ibu itu menatapku terkejut.
Aku mengangguk, sementara dia menghela napas lalu berkata; "Bukannya Pak Polisi sudah punya tunangan ya? Isma, itu loh yang sekolah di Luar Negeri. pintar anaknya cantik lagi. mereka dekat sekali dari kecil malah, ketemu saja sewajarnya. cocok sekali, kami yang lihat saja gemas pengen lihat mereka cepat menikah. tidak sangka tahunya tidak lanjut, beruntung kamu bisa dapat Pak Anta. baik orangnya, tapi memang agak pendiam."
Aku terdiam, pendapat ibu yang menegurku, ku pikir bisa diterima. kendati bila nanti ternyata Kak Anta masih tidak bisa melupakan cinta Mbak Isma, aku harus mundur dari peranku sebagai istrinya. ya, benar pendapat orang, mereka memang cocok. terutama karena mereka sama-sama orang terpelajar dan terhormat, beda denganku.
"Eh, maaf-maaf. jangan salah paham ya. aku cuma agak terkejut saja. itu namanya jodoh, tidak bisa diduga. yang sudah berhubungan bertahun-tahun saja bisa kandas. dan yang baru kenal bisa langsung menikah. semoga langgeng ya, cantik loh kamu. masih muda tapi sudah pintar melayani suami. pagi-pagi beli sayur buat masak."
Aku tersenyum, pada saat ia menyelesaikan ucapan terakhirnya pagi ini, ia begitu bersemangat untuk kembali memilih sayur.
Tapi, yang lebih mengejutkan ku adalah saat perempuan yang dari tadi jadi bahan pembicaraan kami, Mbak Isma. datang membawa keranjang belanjanya ke sini. aku tidak berhenti memandangnya, tidak ku sangka setelah kejadian semalam, Mbak Isma langsung bisa keluar rumah dan bertemu orang-orang.
"Isma... sudah pulang dari Luar Negeri? pulang libur saja atau memang sudah lulus?" sahut salah satu ibu yang ada di ujung saat Mbak Isma sampai di warung.
"Sudah lulus, bu." jawab Mbak Isma tersenyum dengan suara yang sangat lembut.
"Wah... hebat loh Isma, lulusan luar negeri. sudah cantik, pintar lagi. semoga nanti anak saya bisa seperti Mbak Isma." jawab ibu yang lain, sambil merengkuh bahu Mbak Isma, penuh kebanggaan.
Lalu bagaimana denganku, bila mantan kekasih Kak Anta sendiri sehebat ini? wajar bila Kak Anta sulit melupakannya, bahkan tetangga saja sampai bangga dan mendukung hubungan mereka. Ah, malang benar aku menikah dengan laki-laki yang segalanya lebih dariku. selama ini aku terlalu larut berkutat dengan dunia yang kelewat berani dan abstrak, sehingga melupakan kehidupan sehari-hari yang sederhana, alamiah dan terus berkembang.
"Eh, Isma sudah kenal belum sama ini... Istri Pak polisi?"
"Maaf, saya harus segera pulang. mau matikan kompor. air yang saya masak pasti sudah mendidih. permisi!" jawabku menghindar, dan segera pulang ke rumah meninggalkan orang-orang yang penuh kebisingan.
...****************...
Halo Ini Author 🙋
Terima kasih sudah membaca Kisah Kak Anta dan Karunia sampai BAB ini kakak (^з^)-☆Chu!!
sejauh ini pendapat kalian bagaimana? apakah Kak Anta masih menyenangkan untuk dibaca?
Dalam Penulisan, ide, penokohan dan alur, author menyadari tentu masih banyak terdapat kekurangan. namun, bercermin dari pengalaman; author akan terus mencoba dan belajar. karenanya segala masukan baik kritik, saran maupun ulasan dari pembaca, menjadi hal yang sangat berharga untuk author. karena itu jangan lupa beri ulasan kalian di kolom rating ya?! (*´︶`*)♡Thanks!
Dukung kami selalu, ya... semoga kita bisa bersama-sama menaikkan Kak Anta dan Karunia!!(♡´▽`♡)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
lili
suka ceritanya sambil nunggu punya bang samudra melipir kesini dulu
2024-01-22
0
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
jodoh memang tidak selamanya milik mereka yg bersama lama
2023-12-21
0
Ayunda Fadillah
baik bangett
2023-06-02
0