"Sudah tidur, ya?"
Ku pandangi kak Anta yang berbaring di sofa kamar. Meskipun kamu tidur tidak dengan ranjang yang sama, tak bisa ku pungkiri, aku merasakan ikatan emosional begitu kuat dengan pria yang menjadi suamiku ini, seperti halnya daya tarik fisik. Perlahan sosok Kak Anta telah menyerbu seluruh indra ku, ku temukan tempat khusus di dalam diri ini yang dulunya ku kira hanya Petra yang bisa menempati.
Aku telah berjanji, akan berbakti padanya sepenuh hati sebagai istri. Meskipun mungkin dalam pernikahan kami tak ada cinta yang membalut dan di dalam hatinya kini masih ada orang lain, tetapi entah bagaimana Kak Anta mulai melenakan pertahanan diriku dan aku akan berusaha agar kehadiranku diakui olehnya.
Begitu ku pandangi Kak Anta cukup lama, wajahnya sudah bersimbah cahaya, cahaya lampu yang berseri. dan dia, merengkuh tubuhnya yang diterpa udara dingin. Ia menopangkan kepalanya di bagian lengan kirinya yang gagah. Raut wajah dirinya seakan menunjukkan padaku perasaan marah, kecewa, sekaligus bingung dia tampak tersesat atas apa yang terjadi pada dirinya.
Segera ku ambil bantal dan selimut, dan ku topang kan pelan-pelan di kepala Kak Anta agar dia tidak bangun. Ku tarik kan juga selimut untuk menutupi tubuhnya, "Selamat malam Kak Anta, maafkan aku, ya?! mulai detik ini kita berjuang bersama, aku bersumpah akan selalu berada di sisimu sampai mungkin kamu sendiri yang meminta ku pergi."
Kini aku menyadari bahwa benakku penuh dengan bayangan Kak Anta, pria yang masih seratus persen raganya milikku. Aku selalu melihat dia datang dan pergi, bangun dan tidur, pikiran itu tidak seharusnya membuatku begitu bahagia, tetapi, atas semua ini aku merasa begitu beruntung bertemu dan menikah dengan Kak Anta.
...****************...
Keesokan harinya sebelum berangkat kerja, Aku meletakkan setumpuk Roti goreng yang terakhir ku buat adonannya kemarin sambil menunggu Kak Anta pulang kerja. Ketika mendengar pintu kamar terbuka, aku segera mengelap tangan dengan serbet dan berjalan menuju Kak Anta yang baru keluar dari kamar.
Aku sudah menunggu-nunggu dia satu jam terakhir, membuat sarapan dan menyiapkan bekal.
"Kak, kemarin aku belajar buat Roti. Sudah ku siapkan agak banyak untuk bekal kerja, kalau boleh bisa dibagi-bagi juga untuk yang lain." Kataku sambil menyerahkan kotak bekal untuknya.
"Terima kasih." Jawabnya singkat seraya mengambil bekal itu dari tanganku.
"Aku sudah buat sarapan, makan dulu ya?"
Kak Anta menaikkan lengan kirinya untuk melihat arloji sejenak, "Baiklah."
Aku tersenyum, agaknya suasana hati Kak Anta sudah membaik selepas kejadian semalam. Untuk mempertahankan suasana hatinya ini, aku akan berusaha untuk tidak berkata atau berbuat hal yang menyentuh perasaan sensitifnya.
"Setelah selesai memberi taburan, Rotinya sudah siap disantap. Nanti bekalnya dibuat seperti ini juga ya?! taburkan dulu gula halusnya sebelum dimakan." Kataku sambil menabur gula halus di atas setiap roti, sementara Kak Anta memperhatikan. "Kakak suka roti begini?"
"Aku suka semua."
Aku tersenyum, "Ayah, bisa menghabiskan enam roti goreng seperti ini tanpa jeda. apalagi kalau dia tahu kalau aku sudah belajar masak, coba kita lihat apakah kakak bisa mengalahkan rekornya."
"Sungguh?" tanya Kak Anta, ragu-ragu.
"Duduk dan nikmatilah, Kak. Aku mau buat minuman susu hamil. Kakak mau minum apa? susu, jus, atau air?"
Kak Anta diam sejenak, keningnya mengerut, ada sesuatu yang sedang dia pikirkan sekarang. Ketika rasa bingung itu mereda, ia berkata, "Aku belum buatkan susu untukmu. Maaf, biar ku buatkan sekarang."
"Tidak," Larang ku padanya, hingga dia kembali terduduk di kursi makan. "Teruskan sarapan kakak. Sebentar lagi jam masuk kerja, jangan sampai terlambat." kataku sambil tersenyum.
"Aku lalai, padamu. Maaf."
"Kakak mau memaafkan ku saja sudah lebih dari cukup. Jangan meminta maaf, akulah yang harus mengucapkan Terima Kasih!"
Aku menuangkan susu ke gelas Kak Anta, setelah dia mengatakan pilihannya. Sedangkan dia duduk manis sambil menikmati Roti goreng, roti-roti itu mulai tandas dengan cepat. Saat ini, ketika ku pandangi dirinya yang lahap menikmati masakan yang ku hidangkan; aku menyadari bahwa dia siap melindungi ku, tidak peduli apa pun yang terjadi, bahkan meskipun pada saat ini dia tengah berusaha keras melawan perasaannya yang bertolak belakang dengan pikiran karena berasumsi untuk memenuhi tanggung jawabnya terhadap Aku, istrinya. di saat dalam hatinya itu, masih ada bayang wanita lain yang sangat dia cintai.
Di tengah suasana pagi ini, Matahari mulai naik, sinarnya menerobos masuk melalui sela-sela ventilasi di atas jendela dan pintu. Kak Anta segera bergegas untuk memasang sepatu dan berangkat kerja. Sementara aku berdiri di belakangnya.
"Kak?"
Mendengar suaraku, sontak kak Anta menoleh ke belakang. Dia menatapku agak bingung, "Apa?"
"Pulang nanti mau ku masakkan apa?"
"Masak yang kamu bisa saja," dia berhenti sejenak untuk berdiri, kemudian melanjutkan. "Asal kamu sendiri yang buat, aku pasti akan memakannya."
Aku tak mampu mengalihkan pandangan, setelah mendengar jawaban menohok Kak Anta. Bahkan setelah sosoknya pergi jauh dan semakin jauh dari rumah. Dalam hati, aku mengagumi sifat rendah hati Kak Anta. Tidak diragukan lagi dia sedang memberi waktu kepadaku untuk menyerap segalanya.
Dan Kerendahan hatinya itu, tak pelak adalah salah satu alasan mengapa aku ingin mengenal dia lebih jauh, bahkan ingin memiliki hatinya secara utuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semangat kania
2023-12-24
1
Haku
gpp pelan pelan ajh yahh
2023-05-13
3
Setiani
belajar belajar belajar...
2023-05-12
2