Aku terbangun saat Kak Anta mematikan mesin motor, rupanya kami telah sampai di depan rumah. Aku terbantu karena kak Anta memegang tubuhku, mungkin ia menyadari kalau tatapan mataku belum fokus seutuhnya.
"Istirahatlah langsung ke kamar, oke?" ucap kak Anta pelan di dekat telingaku.
Aku hanya menggelengkan kepala.
"Kenapa? apa ada masalah lagi?"
"Maaf, Kak. Aku ingin makan malam bersama kakak sebelum tidur. Sebenarnya aku sudah memasaknya dari pagi, mungkin sekarang sudah dingin, tapi bisa ku panaskan kok." Aku berkata tanpa berani menatap.
"Mau ya kak?"
"Semua yang dimulai dengan niat yang baik akan berakhir dengan baik pula." Aku mendengar Kak Anta mengatakan itu sebelum akhirnya dia menambahkan, "Untuk kali ini."
Komentar Kak Anta membuatku terus menatapnya. Aku tidak bisa menduga jawaban yang pasti dari ucapannya barusan. Apakah maksudnya mau? dan dia menyuruhku untuk melakukan yang baru saja ku tawarkan? Mungkin ya, mungkin juga tidak.
Sementara Kak Anta beranjak dari sisiku menuju meja makan yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami berdiri sekarang. Mungkin hanya sekitar 15 jengkal saja. Dia lalu menarik kan kursi seraya mempersilahkan aku untuk mendudukinya.
"Tidak perlu di panaskan, begini saja juga tidak masalah." Katanya, sambil memutar jalan untuk duduk di kursi yang ada di ujung meja.
Kak Anta mengatur kursi sesuai perawakannya yang jangkung dan tegap sebelum mengambil alih piring dan sendok sayur. Ia terdiam sejenak, menatap lauk yang ada di meja, kemudian menoleh ke arahku. Dia terus menatapku, meski kali ini tidak sedingin biasanya. Sementara aku hanya diam seperti semula, hanya sempat satu kali menyunggingkan bibir dan tersenyum padanya.
"Biar aku ambilkan, ya kak?"
Kak Anta mengangguk.
"Oh, ya kamu belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kamu bisa ada di tempat tadi sendirian?"
Kekagetan terpancar di raut wajahku saat Kak Anta tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang mengejutkan itu ketika aku masih sibuk menuangkan nasi dan sayur ke dalam piringnya.
"Hmm," Aku terdiam sebentar. "Keliling mencari buah, karena buah yang sudah ku siapkan dari pagi sudah rusak dan tidak segar lagi kalau jadi pencuci mulut. Maaf, aku ingin menyiapkan yang terbaik, agar Kak Anta juga menikmati makan bersama di keluarga kita."
Sejenak Kak Anta mengamati ku, "Terima Kasih." ucapnya singkat.
Sesudah aku menyiapkan makan malam bagiannya. Kak Anta meneguk air putih yang sebelumnya telah ku siapkan juga di sampingnya. "Rasanya enak," puji kak Anta. Sedangkan aku sengaja menghindari tatapan matanya. Rasanya aku tak sanggup menanggung pengaruh tatapan itu terhadap detak jantung, gabungan antara rasa senang dan bersalah.
"Pertama kali memasak di sini, aku terkejut semuanya bisa sesuai selera makananku."
"Syukurlah, aku senang sekali lihat kakak lahap sekali makan." Ujarku dengan nada yang rendah, "Aku berutang budi pada Mbak Isma atas bantuannya hari ini. Aku senang sekali."
Ucapanku barusan membuat Kak Anta menoleh seketika dan menatap mata cokelat ku. Aku melihat kilat kepedihan di sorot mata itu sebelum menghilang.
"Kenapa kamu berkata seperti itu?" Tanya Kak Anta membelalak.
"Iya, sebenarnya saat aku masak tadi pagi, Mbak Isma datang dan membantu ku, kak. Dia bahkan memberitahuku makanan kesukaan kakak."
Rahang Kak Anta tampak mengeras. "Aku pasti sudah sinting karena tingkahmu."
"Kenapa kak? Kak Anta tidak suka makanannya ya?"
"Jangan Pernah masak makanan ini lagi, aku tidak mengizinkan dan tidak mau memakannya!"
"Kenapa kak, ini makanan kesukaan kakak kan?"
"Bisa tidak urusan kita jangan pernah ada Isma lagi?! kamu tidak tahu perasaanku bagaimana! bagaimana susahnya aku berusaha menghilangkan bayang-bayang tentangnya?!mendengar namanya saja aku masih sakit. Aku tidak suka kamu meniru Isma, buang makanannya! buang!!"
Aku menatapnya, dengan tatapan tajam karena merasa tertekan. Terutama saat pertama kali kulihat sisi tempramental kak Anta, setelah marah dia pergi ke kamar meninggalkan aku sendiri di meja makan.
Kesalahan macam apa yang telah ku perbuat, sampai kak Anta marah besar. Ku rapikan meja makan yang agak berantakan, kemudian memandang keluar jendela, melihat langit yang temaram penuh awan kelabu. Mendung memenuhi malam, bintang-bintang tenggelam di balik kabut yang tebal. Udara dingin kian menusuk. hanya lampu teras yang menyala memberi pelita pada kegelapan. di tengah semua itu, dan semua kenyataan ini, aku merasa murung dan bersalah. karena secara tidak langsung usaha ku untuk melayaninya malah berakhir menyakiti.
...****************...
Jangan lupa Mampir ke sini zeyeng
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
paling tidak hargailah usaha Kania, anta
2023-12-24
1
Ayunda Fadillah
kenapa iniii
2023-06-02
1
Sri Rahayu
knp Anta Reza begitu marah mendengar nama Isma....sebenarnya ada masalah apa diantara mereka....kepo Thorr 😱😱😱
2023-05-21
2