Bab 6

"Sil, hentikan sebelum Pak Malik lihat pertengkaran kalian dan akan menjadi masalah bagi kalian berdua!" kata salah satu sahabat Sisil yang melihat Pak Malik yang sedang berjalan ke arah lapangan.

Sisil yang bersiap untuk mengatakan sesuatu kepada Amira langsung mengalihkan pandangannya ke arah yang sahabatnya itu tunjuk. Dari jarak yang tidak terlalu jauh dia dapat melihat jika saat ini Pak Malik sedang berjalan ke arah mereka dan jelas dia mengetahui apa yang akan terjadi kepada dirinya apabila pak Malik mengetahui mengenai perdebatan yang terjadi antara dirinya dengan Amira. Harta dan juga segala sesuatu yang dimiliki oleh kedua orang tuanya tidak akan berarti sama sekali apabila dirinya sudah berurusan dengan guru yang kilar itu mengingat Pak Malik tidak bisa disogok uangnya dimiliki oleh dirinya.

"Lo beruntung karena ada Pak Malik kalau saja enggak ada Pak Malik maka lo habis sama gue!" kata Sisil yang kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Amira karena memang dirinya yang tidak ingin berurusan dengan Pak Malik saat ini.

Amira hanya menatap kepergian Sisil dengan penuh amarah dan dia benar-benar tidak bisa memaafkan apa yang sudah dikatakan oleh Sisil kepada dirinya tadi. Mungkin dia bisa memaafkan semua penghinaan yang diberikan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya mengenai keadaan yang saat ini, tetapi dia tidak akan pernah bisa memaafkan ketika orang-orang tersebut mulai menghina ibunya karena bagaimanapun juga bagi Amira, Bu Diah ada seseorang yang sangat berarti bagi kehidupannya.

"Ini semua gara-gara laki-laki sialan itu dan aku tidak akan pernah memaafkan laki-laki itu karena dia yang telah membuat ibu harus mendapatkan hinaan seperti itu dari banyak orang dan bahkan aku sangat yakin kalau di luar sana masih ada orang-orang yang mengatakan Ibu sudah melakukan sesuatu yang macam-macam hanya karena mereka tidak pernah melihat laki-laki yang sudah memiliki dosa itu!" kata Amira sambil mengepalkan tangannya dan dia memang sangat marah atas apa yang terjadi beberapa saat yang lalu antara dirinya dengan Sisil.

"Kamu jangan terpancing emosi oleh apa yang dikatakan oleh Sisil karena kita sembuh mengetahui kalau dia adalah seseorang yang selalu menginjak-injak harga diri orang lain dan kalau kamu sampai terpancing emosi olehnya maka artinya kita yang kalah dalam menghadapinya!" kata Sonia yang berusaha untuk membujuk Amira agar tidak terlalu marah dengan apa yang dikatakan oleh Sisil kepada dirinya.

Amira tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh Sonia kepadanya karena bagaimanapun juga saat ini dia sudah benar-benar marah kepada Sisil dan bahkan dia jauh lebih marah kepada lelaki yang sudah membuat ibunya mendapatkan kata-kata penghinaan seperti itu. Dendam yang ada di dalam hati Amira karena lelaki yang disebutnya sebagai ayah itu sudah berani menghianati pernikahan antara dirinya dengan sang ibu kini harus ditambah lagi dengan dendam karena lelaki yang satu itu sudah membuat ibunya dihina oleh begitu banyak orang dan juga dia pun harus merasakan hinaan yang diberikan oleh orang-orang karena ketidakhadiran ayahnya itu.

"Kamu sudah cukup bersenang-senang selama beberapa tahun ini dan kamu juga sudah cukup menikmati semoga kekayaan yang kamu miliki saat ini dan kini saatnya kamu harus merasakan apa yang aku rasakan serta Ibu rasakan selama ini!" kata Amira di dalam hati sambil mengedarkan pandangannya sehingga pandangannya itu jatuh pada sosok lelaki paruh baya yang sedang berjalan ke arah lapangan disertai dengan beberapa orang berpakaian formal dan salah satu diantara orang yang mengikutinya terlihat begitu dekat dengan Ferry Bramastyo.

Amira terus melihat ke arah lelaki paruh baya itu dan dia terus menatapnya dengan tatapan tajam seolah-olah elang yang siap menerkam mangsanya. Namun dia bukan ingin merekam makanya tersebut, tetapi dia hanya ingin mengingat setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh lelaki paruh baya itu untuk mencari kelemahan dari lelaki tersebut dan dia akan menggunakan kelemahan itu untuk menyerang laki-laki yang sudah membuat hidup dirinya dan juga hidup ibunya sengsara seperti saat ini.

"Kamu mau ke mana?" tanya Sonia ketika Amira berjalan menjauhinya dan justru tempat yang dituju oleh sahabatnya itu adalah sebuah tempat yang mendapatkan cahaya matahari terlalu banyak sehingga begitu banyak kawan-kawan yang menghindari tempat itu karena mereka enggan untuk merasakan teriknya mentari hari ini.

Amira tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu karena saat ini fokusnya sudah teralihkan oleh sosok Ferry Bramastyo. Amira benar-benar tidak ingin kehilangan sosok tersebut meski dia sendiri mengetahui jika sosok itu tidak akan mungkin hilang dari pandangannya meski dia tidak cukup dekat dengan sosok itu karena bagaimanapun juga saat ini lelaki paruh baya itu akan memberikan sambutan di hadapan para siswa yang ada di sekolahnya

"Ra! Kamu mau ke mana? Di sana panas!" kata Sonia lagi yang belum juga mendapatkan tanggapan dari Amira.

Sonia yang tidak mendapatkan tanggapan dari Amira atas apa yang ditanyakannya langsung berjalan ke arah Amira dan menarik dengan sahabatnya itu. Dia benar-benar khawatir dengan perubahan sahabatnya tersebut yang secara tiba-tiba karena sebelumnya mereka sudah sepakat jika mereka akan mencari tempat yang teduh agar tidak terlalu terik dalam mendengarkan sambutan dari pemberian yang baru karena mereka memperkirakan jika sambutan tersebut akan cukup lama.

"Ya, ada apa?" tanya Amira ketika mendapatkan tarikan dari Sonia dan dia berminyak dari jika sahabatnya itu saat ini sudah berada di belakangnya sedangkan Sebelumnya dia udah pernah fokus terhadap lelaki paruh baya yang artinya hanya berjarak sekitar 30 meter saja dari dirinya.

"Mau ke mana? Bukankah kita sudah sepakat kalau kita akan berdiri di tempat yang teduh agar bisa fokus mendengarkan apa yang menjadi sambutan dari ketua Yayasan yang baru dan selain itu kita juga bisa sambil ngobrol ataupun melakukan hal yang lainnya tanpa harus diketahui oleh Pak Malik dan juga guru yang lain?" tanya Sonia kembali yang mengingatkan apa yang sudah menjadi kesepakatan keduanya sebelum mereka sampai di lapangan tadi.

Amira tidak langsung menjawab apa yang ditanyakan oleh Sonia kepada dirinya, tetapi dia memilih untuk melihat ke arah Ferry Bramastyo dan juga Sonia. Amira udah pada berpikir dengan keras untuk mencari jawaban yang tepat serta masuk akal yang akan diberikannya kepada Sonia atas apa yang dilakukannya saat ini.

"Di sana terlalu banyak orang dan aku malas untuk kembali berdebat dengan orang yang tidak penting yang hanya akan mengusik kehidupanku dan juga kehidupan Ibu!" kata Amira yang pada akhirnya mendapatkan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Sonia kepadanya. "Kamu sendiri mengetahui kalau di sekolah ini ada begitu banyak orang yang memiliki mulut seperti Sisil dan aku benar-benar malas untuk berdebat dengan mereka karena berdebat dengan orang-orang seperti itu hanya membuang-buang tenaga saja dan tidak ada gunanya sama sekali!"

"Tapi, Amira ...," kata Sonia yang tiba-tiba terhenti ketika mendengar suara seseorang yang saat ini baru saja berbicara.

Terpopuler

Comments

Maria Magdalena Indarti

Maria Magdalena Indarti

temuin Bpk loe Amira. minta tanggung jawabnya

2023-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!