"Ferry Bramastyo! Lelaki tidak tahu diri yang sudah menyia-nyiakan Ibu!" kata Amira di dalam hati ketika dia berhasil mengingat siapa lelaki yang ada di hadapannya itu.
Bagaimana Amira akan melupakan lelaki yang satu itu jika ingatannya masih bekerja dengan sangat baik dan dia tidak mungkin melupakan lelaki yang ada di dalam foto itu. Bukan hanya foto itu saja yang Amira ingat dengan baik, tetapi dia juga mengingat dengan baik apa yang dikatakan oleh ibunya. Sesuatu yang sampai kapan pun tidak akan dia lupakan sama sekali karena bagaimana pun juga lelaki yang satu itu sudah benar-benar membuang dirinya dan juga ibunya.
"Kita pernah saling mengenal? Wajahmu sepertinya mirip dengan seseorang yang aku kenal!" kata Pak Ferry Bramastyo yang tiiba-tiba saja dia merasa kalau dirinya pernah bertemu dengan seseorang yang memiliki paras wajah sama dengan gadis yang ada di hadapannya saat ini.
"Kamu mengenali wajahku? Aku rasa tidak mungkin kalau kamu tidak mengenali wajahku karena kata orang aku sangat mirip dengan Ibu, jadi aku yakin kalau yang kamu ingat adalah Ibu, bukan aku!" kata Amira di dalam hati dan saat ini hatinya benar-benar membenci lelaki yang ada di hadapannya itu karena kesalahan yang sangat besar di masa lalu dan kini bahkan lelaki itu tidak mengingat dengan baik seseorang yang memiliki wajah mirip dengan dirinya.
"Maaf, sepertinya kita tidak saling mengenal, Pak!" kata Amira yang berusaha untuk tersenyum ramah meski dia merasakan rasa sakit yang teramat dalam pada lubuk hatinya.
"Ya, mungkin aku saja yang salah mengenali dan sepertinya aku tidak mungkijn kalau kita pernah bertemu sebelumnya mengingat usiamu saat ini masih sangat belia!" kata Pak Ferry yang berusaha untuk meyakinkan dirinya kalau dia memang tidak mungkin bertemu sebelumnya dengan seorang gadis belia yang bahkan usianya paling tidak terlalu jauh dari usia putri bungsunya saat ini.
"Kami permisi, Pak!" kata Amira yang kemudian menarik tangan Sonia untuk segera berlari ke arah lapangan sebelum mendapatkan peringatan dari Pak Malik yang bisa guru yang satu itu saat ini masih mengejar mereka.
Pak Ferry masih saja menatap kepergian Amira dan juga Sonia. Di satu sisi dia memang meyakini kalau dirinya tidak mungkin pernah bertemu dengan gadis belia yang satu itu. Namun, dia sisi lain dia juga merasa kalau wajah gadis itu seperti sangat dia kenali dan pernah mengisi relung hatinya yang terdalam beberapa tahun yang lalu.
"Diah! Ya, wajahnya sangat mirip dengan dia!" kata Pak Ferry yang pada akhirnya dia berhasil mengingat seseorang yang sudah dia lepaskan begtu saja hanya untuk bersama dengan seseorang yang saat ini menemaninya.
Pak Ferry menarik napas dalam dan kemudian mengembuskannya dengan sangat perlahan saat dia kembali mengingat seseorang yang sudah sangat lama dia lupakan. Sejak kejadia waktu itu, dia memang berusaha untuk melupakan Diah karena bagaimanapun juga dia sadar konsekuensinya saat itu yang jauh lebih memilih kekasihnya daripada istrinya dan saat itu Diah yang memang tidak ingn berbagi suami meski tahu kalau hatinya sudah terpautt sepenuhnya untuk sang kekasih yang saat ini sudah menjadi istrnya itu.
"Pak Ferry, Anda baik-baik saja?" tanya Pak Malik saat dirinya sudah berada di dekat Pak Ferry.
"Ya, saya baik-bak saja, kenapa?" tanya Pak Ferry yang sedikit kebingungan dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Pak Malik kepada dirinya.
"Tadi saya melihat Anda ditabrak oleh siswa tidak tahu diri itu, memang mereka selalu merepotkan saja dan tidak bisa bersikap lebih tenang sedikit saja!" kata Pak Malik yang sangat ketakutan kalau pak Ferry akan marah dengan apa yang terjadi kepada dirinya beberapa saat yang lalu.
"Tidak usah membesar-besarkannya! Saya baik-baik saja dan tidak terjadi apa-apa kepada saya!" kata Pak Ferry yang masih saja melihat ke arah di mana Amira dan juga Sonia menghilang dari pandangannya. "Lagi pula, namanya anak-anak, sudah biasa melakukan hal tersebut! Saya yakin, ketika Anda masih sekolah juga pernah melakukan apa yang mereka lakukan saat ini!"
***
Amira dan Sonia yang baru saja sampai di lapangan segera mencari tempat yang setidaknya cukupp teduh sehingga tidak membuat kepanasan saat mendengarkan sambutan dari ketua yayasan nanti. Keduanya masih saja tidak memahami kenapa ketua yayasan itu lebih memilih lapangan daripada Aula yang menurut keduanya jauh lebih nyaman jika dibandingkan dengan lapangan. Tempat yang jelas tidak akan membuat kepanasan itu.
"Kelas lo berdua di sana, ngapain di sini?" tanya salah satu gadis yang terkenal dengan penampilannya yang selalu menunjukkan gaya hidupnya yang tinggi dan selalu sombong hanya karena dia berasal dari keluarga kaya raya dan hartanya tidak akan habis tujuh turunan.
Amira dan Sonia memang bersekolah di sekolah swasta terbaik yang ada di kota itu. Mereka yang hanya berasal dari keluarga yang tidak terlalu kaya tidak pernah mengambil pusing apa yang dikatakan oleh kawan-kawan mereka yang kelebihan harta. Menurut keduanya, kawan-kawannya itu hanya orang-orang yang membutuhkan kaish sayang dan juga perhatian sehingga menunjukkannya dengan cara menacri perhatian di sekolah.
"Gak ada ketentuan kita mau berdiri di mana pun juga!" kata Amira yang tidak mau kalah dengan apa yang dikatakan oleh kawannya itu.
"Gak bisa, ini tempat udah gue incer dari tadi!" kata gadis itu dengan sikap angkuhnya dan dia mulai menunjukkan kekuasaannya. "Kalian pasti tahu siapa gue dan gak pernah ada yang bisa melawan apa yang gue katakan karena gue bisa beli harga diri orang rendahan macam kalian!"
"Lo mau beli harga diri kita? Emang lo mampu? Lo saja mampunya cuma nadah sama nyokap dan bokap lo, lalu bagaimana lo mau beli harga diri kita? Dengan nadah ke ortu lo? Hah, dasar anak mami yang tahunya nadah tanpa prestasi sama sekali!"
"Lo cuma orang rendahan dan lo hanya anak haram yang bahkan sejak lahir gak tahu bapak lo siapa!"
Amira yang mendengar apa yang dikatakan oleh Sisil, gadis yang selalu bersikap arogan itu, langsung menatap sisil dengan tatapan tidak terima. Mereka jelas saling mengenal karena sejak Sekolah Dasar mereka bersekolah di sekolah yang sama. Bukan hanya itu, bahkan keduanya memang sering kali terlibat dalam perdebatan yang sangat panjang.
"Lo gak usah liat gue kayak gitu karena lo emang hanya anak haram dan ibu lo semua juga tahu kalau dia hanya seorang wanita gak bener yanmg menyerahkan harga dirinya ke sembarangan laki-laki hingga akhirnya lo lahir!" kata Sisil yang masih saja mengatakan sesuatu yang tidak-tidak hingga membuat orang-orang yang ada di sekitar mereka mulai melihat ke arah Sisil dan juga Amira.
Plak ... Amira menampar Sisil dengan begitu kerasnya sehingga meninggalkan bekas kemerahan pada pipi gadis yang selalu memoles pipinya tersebut dengan blush on tipis.
"Lo boleh hna gue sekuka hati lo, tetapi jangan sekali-kali lo hina Ibu! Lo hanya anak manja yang lo sendiri gak tahu apa yang orang tau lo lakukan hingga kalian bisa bergelimang harta seperti saat ini!" kata Amira yang tidak bisa menahan diri untuk tidak marah kepada Sisil.
"Lo ...," kata Sisil yang kata-katanya terhenti karena ada seseorang yang menghentikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments