Bab 3

Nila baru saja menyelesaikan makan malamnya. Perutnya sudah terasa kenyang dengan sepiring nasi beserta lauk pauk yang tadi sempat diantarkan oleh ibunya.

Lantas pikirannya seketika kembali pada Bayu, lelaki yang telah memutuskannya sepihak tanpa ada sebuah alasan yang membuat hati Nila lega dan rela untuk melepaskan dia.

Setelah menaruh piring di dapur, Nila masuk lagi ke kamar untuk membersihkan wajah serta mengganti pakaian. Tubuhnya sudah terasa lelah, apalagi hatinya. Rasanya sudah cukup ia menangisi lelaki yang tidak sepatutnya ditangisi. Nila pun mulai mengantuk.

Namun sebelum tidur, ia meraih ponselnya terlebih dahulu yang berada di atas bantal. Saat ponsel dinyalakan, tidak ada pesan apapun lagi dari Bayu. Akhirnya Nila menarik napas dalam-dalam lalu membalas pesan lelaki itu.

"Iya, semoga kamu bahagia."

.

.

.

.

.

Di tempat yang berbeda. Bayu menatap keluar jendela kamarnya. Tatapannya itu sangat jauh bersama sebuah memori yang sudah menjadi masa lalu karena keputusannya sendiri.

Ditengah lamunannya, terdengar sebuah ketukan pintu bersamaan dengan suara notifikasi pada ponselnya. Bayu hanya melihat sekilas ke layar benda pipih persegi panjang itu lalu menoleh dan berbalik badan bersamaan dengan pintu yang terbuka.

"Bayu ... "

"Mama ... "

Perempuan berusia setengah abad itu berjalan menghampiri Bayu. "Kamu udah ngelakuin apa yang Mama suruh?"

"Udah Ma," jawab Bayu singkat dan terdengar malas. Lelaki berusia 30 tahun itu masih belum merasa lega hatinya.

"Dia bagaimana? Mau nerima?" tanya perempuan itu.

"Bayu rasa sih enggak, Ma. Bayu tahu banget Nila gimana. Dia pasti akan mencari tahu sendiri."

Perempuan itu kemudian menghela napas panjang. "Ya kalaupun suatu hari dia tahu, bilang aja kalau semua ini Mama yang mau. Toh, sampai kapanpun Mama gak pernah setuju kamu dengan dia." Tangannya menepuk bahu Bayu. "Jangan tidur terlalu larut, jaga kesehatanmu sampai hari pernikahanmu tiba." Dia pun berbalik badan lalu pergi dari kamar Bayu.

Sayangnya lelaki itu hanya bisa patuh. Satu kelemahannya yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun ketika sang ibu yang memintanya. Sebab Bayu sudah tidak punya ayah. Baginya, kebahagiaan ibunya lah satu-satunya yang harus diutamakan saat ini. Termasuk menikahi perempuan pilihan ibunya sendiri.

Setelah pintu tertutup kembali, Bayu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil melipat kedua tangannya ke atas dan dijadikan sebagai bantalan kepalanya.

"Nila, aku masih cinta sama kamu. Sangat mencintaimu. Tapi rasa cintaku sama kamu, gak bisa menghalangi permintaan mama-ku," ucap Bayu bermonolog. Namun seketika ia ingat akan notifikasi yang tadi sempat masuk ke dalam ponselnya.

Lelaki itu langsung mencari keberadaan gadget-nya dan bergegas melihat siapa yang mengirim pesan padanya.

Hatinya seakan melesat jatuh sedalam-dalamnya ke relung yang paling dalam tatkala melihat isi pesan yang dikirimkan oleh Nila.

"Apa dia benar-benar merelakanku menikah dengan perempuan lain? Setegar inikah dia?" gumam Bayu seraya menaruh ponselnya lagi ke atas meja nakas yang ada di samping tempat tidurnya.

...****************...

Keesokan harinya pukul 7 pagi, Bayu masih terlelap dengan suara dengkuran kecil yang keluar dari mulutnya. Lelaki itu tampak sangat lelah. Sebab semalaman, ia tidak bisa tidur sama sekali.

Bayu pun sampai tidak sadar ibunya masuk ke dalam kamarnya. Perempuan separuh abad itu hanya menghela napas panjang dengan tangan yang dilipat di dadanya.

"Bayu, bangun. Kamu harus fitting baju pengantin sama Winda pagi ini. Belum lagi jemput calon istrimu di rumahnya," kata ibunya sambil menggoyangkan tubuh Bayu supaya anaknya itu lekas bangun.

Bayu pun menggeliat, mengangkat kedua tangannya lalu mengusap wajah. "Ma, bisa gak fitting bajunya agak siangan? Bayu masih ngantuk banget ini, kepala juga rasanya pening. Tolong ya Ma bilangin Winda," ucapnya yang enggan beranjak dari tempat tidur.

"Siangnya jam berapa? Butik yang direkomendasiin temen Mama itu kalau siang ramai sekali. Takutnya kalian malah gak ketemu sama pemilik butik itu," sahut ibunya.

Bayu memejamkan matanya beberapa saat, lalu membukanya lagi. "Jam sebelas siang ya Ma. Oke? Bayu mau tidur lagi." Lelaki itu kemudian menarik selimutnya lagi sambil memejamkan mata.

"Ya udah deh kalau begitu." Sang ibu pun akhirnya menyerah dan memilih mengikuti apa kata Bayu lalu keluar dari kamar anaknya itu.

Bayu menghela napas panjang dan terlelap lagi dalam tidurnya.

.

.

.

.

Di kediaman Nila. Perempuan itu baru saja selesai menyisir rambutnya di depan cermin. Pandangannya mengarah ke sebuah ponsel yang ada di atas meja tepat di depannya. Selama delapan tahun, Nila dan Bayu selalu menjaga komunikasi mereka dengan baik, dari pagi hingga malam. Meski terkadang sama-sama sibuk, tapi ketika ada waktu senggang keduanya sering melakukan panggilan video call.

Namun kali ini berbeda. Sejak Nila membalas pesan dari Bayu, tidak ada lagi suara notifikasi pesan maupun panggilan masuk ke dalam ponselnya. Hidupnya seketika hening dan penuh kebingungan entah mau apa.

Lantas semakin lama, kedua tangannya sudah sangat gatal sekali. Nila pun mencoba menghubungi Bayu kembali.

Percobaan pertama, tidak ada jawaban. Percobaan kedua, masih tidak ada jawaban. Panggilan demi panggilan terus Nila lakukan, sebab ia ingin jawaban yang pasti dari Bayu. Sebuah jawaban atas pertanyaan kenapa lelaki itu memutuskan hubungan begitu saja. Hingga percobaan terakhir dalam deringan kedua, panggilan Nila akhirnya di jawab oleh Bayu.

"Kalau kamu mau tahu alasan aku kenapa memilih menikahi perempuan lain, tentunya hanya satu. Keinginan Mama-ku. Udah jelas bukan? Jadi aku minta jangan menghubungi aku lagi. Paham?"

Belum sempat Nila berbicara padanya, sambungan telepon pun terputus. Air matanya menetes kembali, bukan hanya sebuah tetesan, melainkan bagai anak sungai yang mengalir deras melewati pipi mulusnya. Wajahnya menunduk dengan kedua tangan yang merumat kencang ponsel yang sedang digenggamnya.

"Ya Tuhan, kenapa mencintainya perlu akhir yang sesakit ini? Bisakah aku melupakan dan menghilangkan perasaanku untuknya?" kata Nila sambil menatap pantulan dirinya pada cermin lalu menangis sampai terguguk. Matanya terlihat sangat sembab, bahkan terlihat jauh lebih sipit dibanding sebelumnya.

Sampai satu jam kemudian, Nila kelelahan menangis. Ia membaringkan tubuhnya sejenak di atas tempat tidur.

"Kalau perempuan itu jauh lebih cantik dariku, aku akan mengubah total penampilanku selama ini menjadi jauh lebih modis dan berkelas. Aku bakal buktiin sama dia dan Mama-nya kalau aku perempuan yang jauh lebih baik dari perempuan itu! Lihat aja!" gumamnya merasa sangat yakin.

Nila mencari keberadaan ponselnya lagi. Setelah ketemu, ia mencari tahu klinik kecantikan yang rekomendid di kotanya. Lantas teman satu kantor dengannya pun memberi tahu salah satu klinik baru, tapi letaknya ada di dalam mall. Tanpa berpikir panjang, Nila pun segera bersiap. Ia harua berangkat saat ini juga dan menghiraukan matanya yang tampak sangat sembab sekali. Beruntung hari ini masih hari libur kerja, jadi bisa Nila manfaatkan.

Ketika keluar dari kamar dengan pakaian rapi, Lativa menghampirinya.

"Mau kemana Kak?"

"Ke klinik," jawab Nila singkat.

"Klinik apa? Mata?" tanya Lativa lagi.

"Klinik kecantikan lah Tiv." Nila memutar malas bola matanya.

Mata Lativa seketika berbinar tampak antusias. "Serius? Aku ikut ya?"

"Apaan sih, kulit kamu itu masih bagus. Perawatan pake skincare warung aja udah sama bedak bayi. Masih lima belas tahun juga, mau ikut-ikut ke klinik kecantikan!" sewot Nila yang suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, dan adiknya jadi terkena kesensitifannya.

"Kakak kenapa sih? Lagi dapet deh pasti! Ibuuuuuuuuuu!" Lativa berteriak memanggil ibunya yang saat ini sedang berada di halaman rumah bersama ayahnya.

"Berisik Tivaaaa! Udah di rumah aja, jangan ikut-ikut!" perintah Nila yang langsung bergegas keluar rumah.

"Ada apa sih kalian ini pagi-pagi kok udah ribut aja?" tanya ayahnya sambil melipat koran yang sedajl tadi dibacanya.

"Ini Yah si Tiva ... Nila mau ke klinik kecantikan, mau spa sekalian. Udah lama banget gak ngurus diri. Eh anak bontot Ayah sama ibu pengen ikut segala," jawab Nila dengan nada sinisnya.

"Lagian Kakak apa salahnya sih aku ikut, 'kan aku udah gak di gendong," sahut Lativa memasang wajah sedih.

"Gak bisa! Kakak mau pergi sendiri aja." Nila hendak berpamitan pada ayahnya, namun Lativa langsung merengek layaknya anak berusia lima tahun.

"Nila, ajak aja sana. Itung-itung temenin kamu di jalan. Lagian bahaya nyetir mobil tapi pikiran kamu masih ruwet," balas ibu membuat Nila tidak bisa berkutik lagi.

Nila memutar malas bola tanya. "Ya udah deh iya Lativa ikut." Ia kemudian menoleh ke arah adiknya. "Udah sana siap-siap! Sepuluh menit belum keluar, Kakak tinggalin!" perintahnya lalu Lativa langsung memperagakan hormat layaknya sedang upacara bendera.

"Laksanakan!"

...----------------...

Sepuluh menit berlalu, Lativa keluar dari rumah dengan pakaian rapi. Nila yang sudah duduk di belakang kemudi pun membunyikan klakson supaya adiknya bisa segera masuk ke dalam. Namun dari luar, Lativa justru menjulurkan lidahnya, meledek sang kakak sambil berpamitan kepada kedua orang tua mereka.

"Udah sana, nanti ibu suruh kamu masuk ke dalam lagi nih," ancam ibunya membuat Lativa seketika menggelengkan kepala.

"Iya Bu iya."

"Jagain kakakmu ya! Jangan bikin dia kesal terus. Ibu gak mau saat kalian pulang, muka kakakmu masih dilecak kayak cucian belum disetrika," pinta sang ibu.

"Iya Ibu tenang aja, tapi emang kak Nila lagi kenapa sih Bu?" Lativa masih sangat penasaran dengan kondisi kakaknya sejak kemarin malam.

"Udah jangan. Banyak tanya, pokoknya kamu harus bikin kakakmu bahagia lagi, oke?"

Lativa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Walau sebenarnya dia masih bingung, tapi alangkah baiknya gadis itu menuruti apa yang diamanahkan sang ibu padanya.

"Siap Bu! Kami pergi dulu!"

Lativa berlari menghampiri mobil lalu segera masuk ke dalam.

"Lama banget sih!" protes Nila kemudian mulai mengemudikan mobilnya.

"Maaf Kak, hehehe."

Nila hanya berdecak dengan pandangan fokus ke depan.

"Kak boleh nanya gak?" Lativa merasa ragu bercampur takut. Apalagi raut wajah kakaknya itu masih menyeramkan.

"Nanya apaan sih? Daritadi sebelum berangkat juga kamu nanya mulu," gerutu Nila merasa kesal.

"Sabar dong Kak. Oke? Aku lagi gak mau musuhan sama Kakak kok."

"Hmm! Nanya apaan?"

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

keren 😍

2023-09-03

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 Bab 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Baba 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Bab 145
146 Bab 146
147 Bab 147
148 Bab 148
149 Bab 149
150 Bab 150
151 Bab 151
152 Bab 152
153 Bab 153
154 Bab 154
155 Bab 155
156 Bab 156
157 Bab 157
158 Bab 158
159 Bab 159
160 Bab 160
161 Bab 161
162 Bab 162
163 Bab 163
164 Bab 164
165 Bab 165
166 Bab 166
167 Bab 167
168 Bab168
169 Bab 169
170 Bab 170
171 Bab 171
172 Bab 172
173 Bab 173
174 Bab 174
175 Bab 175
176 Bab 176
177 Bab 177
178 Bab 178
179 Bab 179
180 Bab 180
181 Bab 181
182 Bab 182
Episodes

Updated 182 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
Bab 134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Baba 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Bab 145
146
Bab 146
147
Bab 147
148
Bab 148
149
Bab 149
150
Bab 150
151
Bab 151
152
Bab 152
153
Bab 153
154
Bab 154
155
Bab 155
156
Bab 156
157
Bab 157
158
Bab 158
159
Bab 159
160
Bab 160
161
Bab 161
162
Bab 162
163
Bab 163
164
Bab 164
165
Bab 165
166
Bab 166
167
Bab 167
168
Bab168
169
Bab 169
170
Bab 170
171
Bab 171
172
Bab 172
173
Bab 173
174
Bab 174
175
Bab 175
176
Bab 176
177
Bab 177
178
Bab 178
179
Bab 179
180
Bab 180
181
Bab 181
182
Bab 182

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!