"Nila, kamu mau kemana?" Fatan ikut beranjak lalu mengikuti perempuan itu. Akan tetapi, Nila yang masih merasa kesal terus berjalan tanpa memberi respon apapun. Fatan berdecak, ikut kesal lalu dalam hati mengeluh.
"Perempuan kalau lagi ngambek udah kayak orang bisu. Diem aja. Aduh, gimana pas kerja nanti. Apa dia bisa profesional?"
Ponsel Fatan berdering. Diraihnnya ponsel itu dari dalam saku. Ia berhenti sejenak dan menepi guna tidak menghalangi jalan orang yang berlalu lalang, setelah itu mengecek siapa yang tengah memanggilnya itu.
Bunda is calling ...
Seketika tarikan napas cepat dilakukannya. Fatan seketika teringat, kalau ia belum mengabari sang bunda saat sudah sampai di Palembang.
Namun sayang, sekarang bukan waktu yang tepat untuk Fatan menjawab telepon dari perempuan satu itu. Fatan pun menolak panggilan. Sebagai gantinya, ia membuka aplikasi pesan teks dan mulai mengetik balasan.
Fatan_ Jam 8 bunda telepon lagi. Sekarang aku lagi beli makan di dekat apartemen.
Fatan mengklik tulisan 'kirim' sambil melangkah maju berniat untuk menyusul Nila. Bertepatan dengan itu, seseorang bergegas datang dari arah depan.
Bruk!
Gerakan Fatan terhenti. Ponselnya terempas dari tangan karena sesosok tubuh tahu-tahu berlabuh di dadanya.
Oh bukan!
Fatan tertubruk seseorang. Cukup keras pula daya tabrakan itu sampai kakinya harus mundur selangkah untuk menahan mereka berdua agar tidak terjatuh. Refleks, tangannya merengkuh punggung orang itu. Dalam waktu hanya hitungan detik, Fatan tersadar bahwa orang yang berada dalam pelukannya itu adalah seorang perempuan karena rambutnya lurus dan panjang sebahu.
Akan tetapi ketika keduanya saling bersitatap, ternyata dia seorang laki-laki yang memiliki kumis di bawah hidungnya. Fatan terkejut bukan kepalang. Seketika ia melepas pelukannya dengan segera.
"Kalau jalan lihat-lihat dong! Ponsel saya sampai jatuh nih!" protes Fatan sambil menahan malu karena tidak sedikit orang yang ada di sana melihat aksi romantis bak sepasang kekasih tadi.
Dari kejauhan Nila cekikikan hingga napasnya terasa sangat sesak. Padahal awalnya sempat tidak sengaja menoleh ke belakang, namun saat diperhatikan ternyata endingnya sungguh menjadi hiburan tersendiri baginya.
Sementara itu, Fatan bergegas masuk ke dalam salah satu restoran di sana. Rasa laparnya sudah tidak bisa tertahankan. Ditambah tadi sempat menanggung malu.
"Astaga, punya bos kacau banget sih! Ampun deh. Sumpah melihat kelakuannya tadi mirip kayak di film-film romantis di Eropa. Coba tadi aku sempat video-in mereka terus dimasukkin ke TukTuk pasti viral," ucap Nila lalu kembali tetawa sampai terpingkal.
Saat sudah merasa puas tertawa sampai mengeluarkan air mata, Nila pun pergi dari food court itu menuju unit apartemennya.
.
.
.
.
Pagi hari di sebuah kantor dengan gedung baru dan ruangannya masih tercium bau cat yang baru kering, sudah terjadi keriuhan. Pasalnya saat Nila baru saja sampai di sana, Fatan tiba-tiba datang menghampirinya dengan aura yang penuh kemarahan.
"Nila, jelasin sama saya kenapa kamu nyebarin video yang gak bermutu itu?" tanyanya memicingkan mata.
"Hah? Video apa sih Pak?" Nila bertanya balik, sebab ia tidak paham.
Fatan langsung menunjukkan layar ponselnya ke depan wajah Nila dan itupun berjarak sangat dekat. Meski begitu Nila langsung bisa menangkap maksud lelaki itu lalu mengulum bibirnya menahan tawa.
"Tuh kan, memang kamu pelakunya kan? Ngaku deh!" desak Fatan supaya Nila segera mengakui.
Melihat tatapan lelaki itu yang semakin tidak bersahabat, Nila segera bersikap normal. Ia menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan.
"Sebentar ... " Nila mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. "Nih, Pak Fatan lihat sendiri deh isi galeri di ponsel saya. Ada gak video yang ngerekam kejadian semalem?" Ia menyodorkan ponsel miliknya kepada Fatan.
Lelaki itu menarikkan sebelah alisnya, seketika dalam hatinya ragu kalau Nila yang merekam dan menyebarkannya di media sosial. Setelah cukup lama melihat galeri, Fatan salah tingkah. Dalam sekejab ia menjadi canggung di depan Nila. Ia pun memberikan ponsel yang ada ditangannya itu kepada sang empunya.
Nila mende*sah pelan seraya mengambil kembali barang miliknya. "Lain kali kalau ada apa-apa tuh jangan langsung nyolot. Tanya baik-baik kan bisa. Lagi pula mana mungkin saya sejahat itu," katanya menyindir laki-laki yang berstatus atasannya itu.
"Maaf, udah nuduh kamu," balas Fatan dengan suara pelan.
"Ya udah kalau gitu, silahkan Pak jalan duluan." Nila mempersilahkan Fatan seraya memberi jalan supaya atasamnya itu bisa jalan lebih dulu.
Namun siapa sangka, Fatan langsung menarik tangan Nila lalu menggandengnya dan berjalan bersamaan masuk ke dalam lift. Sementara itu beberapa pegawai yang ada disekeliling mereka pun terkejut akan kelakuan CEO baru di sana.
"Kok mereka mesra banget ya?"
"Iya, apa jangan-jangan mereka punya hubungan khusus?"
"Bisa jadi, wah bisa jadi trending topik nih di kantor."
Bisikan itu rupaya sampai di telinga Nila saat melewati mereka. Dalam hati, Nila terus menggerutu.
"Parah Pak Fatan, mau dilepasin ternyata kenceng banget megangnya. Kalaupun berontak bisa jadi salah urat jadinya. Nyebelin!"
Sesampainya di depan meja kerja Nila, Fatan melepaskan gandengannya.
"Ngapain sih Pak tadi pakai acara gandengan? Bikin orang lain berpikir aneh-aneh tahu gak?" protes Nila seraya membenarkan pakaiannya lalu duduk di kursi.
"Emangnya salah? Truk aja gandengan, masa kita nggak sih?" balas Fatan bersikap serampangan.
"Ya jelas salah dong Pak. Anda atasan saya dan saya bawahan Anda. Kita terikat karena sebuah hubungan pekerjaan, bukan yang lain!" tegas Nila yang tidak ingin diperlakukan seenaknya oleh Fatan.
Jika dibandingkan dengan Bayu. Memang selama delapan tahun itu, untuk dipegang tangannya saat bertemu pun bisa dihitung dengan jari. Apalagi Fatan yang bukan siapa-siapanya. Pantas saja Nila marah.
"Ya udah, saya minta maaf ya," ucap Fatan dengan entengnya seraya tersenyum tipis lalu masuk ke dalam ruang kerja yang dikhususkan untuknya.
"Tampang sih kelihatannya polos, ternyata sok polos!" ujar Nila dengan suara pelan, sesaat setelah Fatan menutup pintu.
Setelah drama di pagi hari telah terlewati, Nila pun mulai fokus dengan tugas barunya sebagai sekertaris. Ia mulai mengecek ulang jadwal tugas Fatan di hari ini, mendata ulang berkas yang masuk dari berbagai bagian devisi, serta merangkap memperhatikan makan Fatan selama di jam kantor.
Satu jam kemudian, Nila yang telah selesai mendata pergi ke ruang kerja Fatan. Tak lupa sebelum masuk, iapun mengetuk pintu terlebih dahulu. Perempuan dengan bulu mata lentik itupun masuk sesaat setelah mendapat perintah dari Fatan.
"Permisi ..."
Lelaki yang tengah duduk di kursi kebesaran itu, mempersilahkan Nila duduk di kursi tepat di depan meja kerjanya.
"Duduk!"
"Oh gak usah Pak, terima kasih," tolak Nila bersikap sopan. "Saya ke sini mau memberitahukan Anda soal jadwal tugas luar hari ini," sambung perempuan itu dan Fatan pun mengangguk paham.
"Ya silahkan."
Nila mulai membacakan secara rinci dan detail. Akan kemana, dimana dan bersama siapa saja nantinya Fatan akan bertemu.
"Sudah jelas kan Pak?" tanya Nila setelah mengakhiri penjabarannya.
"Iya. Um, nanti saya perginya sama kamu 'kan?" tanyanya seakan takut kalau Nila tidak ikut bersamanya.
"Untuk meeting pagi dan siang akan saya temani. Tetapi pas sore, mohon maaf gak bisa sama saya. Soalnya ada meeting di dua tempat di waktu yang bersamaan. Mau gak mau kita bagi tugas. Bisa kan Pak? Mengingat gak ada orang yang dipercaya lagi untuk mewakili," kata Nila dengan harapan Fatan berkata bisa.
"Baiklah kalau begitu. Tolong persiapkan aja bahan dan juga notebook, bolpoin serta laptop sebelum saya berangkat ya!" perintah Fatan. Hal itu masih dapat dimaklumi oleh Nila. Mungkin ini bisa jadi pekerjaan pertama lelaki itu memimpin perusahaan, pikir Nila.
"Baik Pak, nanti akan saya persiapkan. Ada yang ingin ditanyakan lagi ?"
"Nggak, cukup."
"Baik, kalau gitu saya permisi." Nila menunduk hormat lalu keluar dari ruangan itu. Tak lama ia keluar, ponsel yang ada di atas meja kerjanya pun berdering. Nila bergegas menghampiri dan melihat ke layar benda pipih berbentuk persegi panjang itu.
Dahinya mengernyit, pasalnya nomor yang memanggil itu tidak dapat dikenalinya alias nomor baru.
"Nomor siapa ya ini?" gumamnya. Entah kenapa perasaannya takut kalau itu adalah nomor Dany. "Jawab gak ya?" Ia merasa resah seketika.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
Nursugi Imawan
pak ceo mungkin nila yang telp kamu
2023-05-12
2