Bab 2

Perasaan Lativa mendadak tidak enak karena sedari tadi kakaknya itu tidak kunjung membukakan pintu. Akhirnya perempuan berusia 16 tahun itu kembali ke dapur untuk membantu ibunya menyiapkan makan malam.

"Siapa Tiv? Kakakmu?" tanya sang ibu.

"Mungkin, Bu. Tiva juga ngiranya kakak. Soalnya tadi di ruang tamu ada sepatu kakak. Gak tahu baru dilepas atau gak ... baru mau dipakai sama dia." Lativa mengangkat kedua bahunya seraya duduk di kursi. "Oh iya tadi kak Nila sempat pamit gak sama Ibu kalau dia mau pergi?" tanyanya kemudian.

"Gak ada kok. Ibu aja dari sepulang dia dari kantor belum lihat lagi. Bukannya kakakmu masih di kamar?" Seingat ibunya Nila sama tidak bilang apapun. Sebab biasanya anak sulungnya itu selalu bilang dari pagi kalau mau pergi keluar rumah.

"Nah itu Bu ... Tadi tuh Tiva sempat lihat kak Nila keluar kamar. Rapi Bu! Pakai dress sama make up. Gak biasanya dia begitu. Katanya sih mau jalan sama cowoknya," kata Lativa jujur.

"Ya wajar sih, mungkin kakakmu mau ke tempat acara bareng Bayu," sahut sang ibu berpikir positif. Padahal sejak Nila berusia 25 tahun, ia sangat ingin melihat Nila menikah. Sekarang sudah 26 tahun, belum juga terwujud. Kendati demikian, ia tidak mungkin memaksakan anak sulungnya itu.

"Bisa jadi sih Bu." Lativa akhirnya diam dan tidak melanjutkan pembicaraannya lagi. Sebab tak lama berselang ayahnya pulang dari tempat kerja dan mereka pun makan malam bersama, kecuali Nila.

.

.

.

.

Selepas makan malam, sang ayah memilih beristirahat di kamar dan Lativa kembali ke kamarnya untuk belajar menghadapi ulangan semester esok hari. Sementara ibu dengan membawa nampan berisi sepiring nasi beserta lauk pauk dan air minum pergi ke kamar Nila. Sang ibu khawatir takut asam lambung Nila kumat karena tidak makan malam.

Tok Tok Tok!

"Nila, buka pintunya Nak. Ini Ibu."

Beberapa detik berlalu, belum ada jawaban dari Nila.

"Nila ... " Pintu kamar perlahan terbuka saat sang ibu hendak mengetuknya lagi.

Wajah Nila menunduk dengan rambut yang sudah berantakan. Persis seperti orang yang tengah frustasi dan depresi berat. Seakan tidak ada harapan hidup lagi.

"Kamu kenapa gak makan malam?" tanya sang ibu bersikap lemah lembut. Namun Nila hanya menggelengkan kepala. "Ini ibu bawain makanannya," kata ibunya sambil menyodorkan nampan itu ke hadapan anak bungsunya.

Wajah Nila pun terangkat, "Nila gak laper, Bu."

"Hah!" Seketika sang ibu terkejut dengan penampilannya. "Astaga Nila kamu kenapa? Ada sesuatu yang terjadi sama kamu? Bukannya Tiva bilang kalau kamu mau pergi sama Bayu?" pekik ibunya terlihat sangat khawatir.

Nila semakin berat untuk menjawab. Manik matanya pun sudah berkaca-kaca entah sejak kapan. Tatapannya pun terlihat kosong, sebab ia tidak ingin kisahnya dengan Bayu usai begitu saja tanpa ada jawaban yang pasti.

Sang ibu mengikutinya dari belakang lalu menutup pintu kamarnya. "Nila, cerita sama Ibu. Kamu kenapa?" Sang ibu menaruh nampan ke atas meja yang berada di kamar Nila.

Hati Nila semakin teriris. Ia teringat akan ucapan yang dilontarkan oleh Bayu beberapa saat yang lalu. "Bayu, Bu ... " Bibirnya bergetar. Air matanya pun menetes lagi.

"Bayu kenapa, Nak? Dia nyakitin kamu? Atau apa?" cecar ibunya semakin penasaran. Sebab ibu mana yang tidak ikut sedih saat melihat keadaan anaknya yang kacau seperti ini?

"Bayu mau nikah sama orang lain." Tangis Nila pecah kembali. Kali ini wajahnya hanya menunduk. Nila menangis sampai terguguk. Ia kesal, sedih, marah, semua menjadi satu.

"Astaga. Kamu tahu darimana? Bukannya kamu sudah lama sama Bayu? Kok bisa dia malah nikah sama orang lain?" Tangan lembut ibunya berkali-kali mengusap punggung Nila guna mendapat sebuah ketenangan.

Sementara itu, Nila hanya menggelengkan kepalanya dan terus menangis sampai terguguk. Ibunya jadi ikut sedih melihat anak sulungnya menangis terdengar begitu pilu.

"Kalau aja Bayu bilang dari awal, Nila gak bakal mau nunggu dia selama ini, Bu. Delapan tahun Nila sama dia, Nila sama sekali gak tahu kalau Bayu bisa punya perempuan idaman lain dibelakang Nila, Bu."

"Sabar ya, Nak. Mungkin dengan Tuhan memberikan ujian seperti ini, supaya kamu bisa sadar kalau Bayu itu memang bukan jodohmu. Bisa saja jodohmu itu adalah orang lain yang pastinya jauh lebih baik dari Bayu ... " Nila terdiam mendengar nasihat dari ibunya. "Memang selama ini Bayu sangat baik sama keluarga kita. Tetapi, perubahan seseorang siapa yang tahu? Bahkan dirinya sendiri pun gak tahu takdirnya setelah ini akan seperti apa ... " sambung sang ibu menghela napas panjang.

Perempuan itu membiarkan sejenak supaya Nila bisa meluapkan kesedihannya. Namun dia tidak membiarkannya terlalu lama karena takut Nila menjadi kelelahan dan jatuh sakit.

"Sudah, lebih baik kamu relakan Bayu. Selama apapun kamu bersamanya, dengan begini kamu pun gak nyesel karena belum sampai ke jenjang pernikahan sama dia," ucap sang ibu mencoba membangkitkan semangat hidup lagi untuk Nila. Meskipun dia tahu yang namanya perasaan tidak bisa dihilangkan begitu saja.

"Tapi Bu ... Nila masih penasaran perempuannya itu kayak gimana!" bantah Nila yang masih tidak terima.

"Nila, dengar Ibu! Lelaki di dunia ini tuh banyak. Bukan cuma Bayu. Kalau kamu masih bersikukuh ingin dia, ingat harga dirimu, Nak. Ibu gak pernah mengajarkanmu jadi anak yang mudah mengemis cinta sama laki-laki. Sebagai perempuan, kita tuh harus bisa balas dendam dengan cara positif."

Nila mengerutkan alisnya, merasa belum paham dengan apa yang ucapkan di akhir kalimat oleh ibunya. "Balas dendam dengan cara positif?" tanyanya dan ibunya pun menganggukkan kepala seraya tersenyum. "Caranya, Bu?"

"Tunjukkin sama dia, kalau rasa sakit hatimu itu bisa dibayar dengan kesuksesan pada karirmu."

Nila menarik napas sangat dalam. Perkataan ibunya bagai sebuah perisai yang membuat sedihnya seketika hilang.

"Tapi ... Enaknya usaha apa ya, Bu? Nila punya tabungan, tapi gak banyak." Setelah mendengar ucapan sang ibu, tiba-tiba saja Nila terbesit ingin jadi seorang wirausahawan.

"Gimana kalau kita bikin kedai? Ya ... Gak harus besar dulu. Kita mulai yang kecil-kecil aja."

"Contohnya Bu?"

"Kita bisa buat minuman sehat, seperti jus buah, sop buah, es campur tapi dalam kemasan dan keunggulannya kita buat fresh alias dadakan. Terus soal promosi dan penjualan bisa kita serahin ke Lativa, adikmu itu kan punya bakat percaya diri yang tinggi tuh. Atau kamu sendiri juga bisa promosi di kantor."

"Terus yang bikinnya siapa Bu?"

"Nanti Ibu yang buat. Kamu duduk manis aja."

"Loh Bu gak bisa gitu dong. Selama ini 'kan Nila kerja buat Ibu sama ayah. Masa sekarang Ibu harus kerja keras sih. Enggak, enggak. Nila gak setuju!"

"Tapi Nila ... "

"Gak, Bu. Lagi pula denger-denger gak lama lagi bakal ada promosi jabatan, terus yang dapat harus pindah ke perusahaan cabang. Karena kabarnya akan ada CEO baru yang akan menjabat di sana dan butuh bimbingan juga," jelas Nila tetap bersikukuh tidak ingin membuat ibunya menjadi kelelahan.

Bagi Nila, membangun sebuah bisnis dari benar-benar nol itu tidak semudah ketika sudah terlihat sukses. Pada umumnya, setiap bisnis pasti ingin menjadi besar dan memiliki nama supaya bisa melebarkan sayap kesuksesan. Nantinya pun tidak hanya memiliki pegawai satu sampai dua orang saja, melainkan bisa jadi ribuan.

Sang ibu tidak dapat berkata apa-apa lagi. Dia juga paham kalau saat ini anak sulungnya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Rasa sangat kejam sekali jika terus mendesak Nila untuk tetap membuka usaha sesuai usulnya itu.

"Ya sudah kalau gitu, jangan lupa dimakan makan malammu ya! Ibu mau menemui ayahmu dulu, katanya dia lagi gak enak badan minta dikerikin," pamit ibunya seraya beranjak dari tempat duduk.

"Iya, Bu." Bagaimanapun Nila harus menghargai usaha ibunya yang sudah bersusah payah membuat makan malam. Akhirnya sedikit demi dikit ia memakannya walau masih terisak

Namun sesampainya di depan kamar ternyata sudah ada Lativa yang berdiri tepat di samping pintu. "Kak Nila kenapa Bu?" tanyanya.

"Biasa, masalah hati," jawab ibu sekenanya. Lativa pun tidak percaya begitu saja.

"Masalah hati ya Bu? Apa gara-gara gak jadi jalan sama cowoknya?" cecar Lativa sangat penasaran sekali.

"Tiva ... " Sang ibu menggeram sambil membulatkan kedua matanya. Hal itu tentunya membuat Lativa terdiam seribu bahasa. "Sudah jangan banyak tanya. Bukannya kamu tadi bilangnya mau belajar? Kenapa ada di sini?" tanya ibunya.

"Hehehe ... " Lativa malah tertawa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tiva mau minta uang Bu buat beli alat tulis. Tiva gak inget kalau belum beli pulpen warna merah suruh pak guru."

"Owalah, Ibu kira kenapa. Ya sudah kamu tunggu disini ya. Ibu mau ambilkan uangnya dulu di kamar."

"Iya Bu."

Sesaat setelah ibunya pergi, Lativa sebenarnya masih penasaran dengan keadaan kakaknya saat ini. Namun baru saja hendak melangkahkan kakinya ke kamar Nila, ibunya ternyata sudah ada di belakangnya.

"Ini uangnya Tiv," kata ibu seraya memberikan selembar uang dua puluh ribuan pada Lativa.

"Makasih, Bu!" Setelah mendapat uang, Lativa langsung bergegas keluar rumah untuk pergi toko alat tulis yang tak jauh dari komplek rumahnya.

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

saya lanjut 💪😁

2023-10-30

1

Putri Minwa

Putri Minwa

jangan khawatir deh, cinta yang pergi pasti akan datang pengganti yang baru

2023-09-11

1

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

top untuk Ibu

2023-09-03

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 Bab 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Baba 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Bab 145
146 Bab 146
147 Bab 147
148 Bab 148
149 Bab 149
150 Bab 150
151 Bab 151
152 Bab 152
153 Bab 153
154 Bab 154
155 Bab 155
156 Bab 156
157 Bab 157
158 Bab 158
159 Bab 159
160 Bab 160
161 Bab 161
162 Bab 162
163 Bab 163
164 Bab 164
165 Bab 165
166 Bab 166
167 Bab 167
168 Bab168
169 Bab 169
170 Bab 170
171 Bab 171
172 Bab 172
173 Bab 173
174 Bab 174
175 Bab 175
176 Bab 176
177 Bab 177
178 Bab 178
179 Bab 179
180 Bab 180
181 Bab 181
182 Bab 182
Episodes

Updated 182 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
Bab 134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Baba 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Bab 145
146
Bab 146
147
Bab 147
148
Bab 148
149
Bab 149
150
Bab 150
151
Bab 151
152
Bab 152
153
Bab 153
154
Bab 154
155
Bab 155
156
Bab 156
157
Bab 157
158
Bab 158
159
Bab 159
160
Bab 160
161
Bab 161
162
Bab 162
163
Bab 163
164
Bab 164
165
Bab 165
166
Bab 166
167
Bab 167
168
Bab168
169
Bab 169
170
Bab 170
171
Bab 171
172
Bab 172
173
Bab 173
174
Bab 174
175
Bab 175
176
Bab 176
177
Bab 177
178
Bab 178
179
Bab 179
180
Bab 180
181
Bab 181
182
Bab 182

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!