Penawar

"Ini semua salahku," ratap Jun bekerja keras menahan air matanya tak menetes. "Kalau saja aku tidak pergi ke tempat ini, mereka tidak akan celaka seperti sekarang."

Jun tak sanggup lagi menahan kesedihan hatinya. Kedua tangannya mengepal menahan amarah terhadap dirinya sendiri. Kalau saja dia tidak lemah, ia mungkin bisa melindungi teman-temannya. Rasa sesal bertubi-tubi menghantam Jun hingga nyaris tak tertahankan. Jun mulai menangis, kepedihan hatinya, ditambah rasa sakit akibat luka dan racun kutukan, membawanya dalam keadaan putus asa.

"Anda harus bangkit, Jun. Tidak ada gunanya meratap terus menerus di tempat ini. Kita harus melanjutkan perjalanan," kata Jin berusaha menghibur.

"Untuk apa? Untuk apa aku melanjutkan perjalanan? Teman-temanku sudah mati. Dan seluruh tubuhku kesakitan, entah apakah aku bisa bertahan sampai menemukan penawar atau tidak. Kalau pun aku berhasil selamat, tapi apa gunanya hidup sendirian? Lebih baik aku mati bersama teman-temanku," gumamnya meracau.

"Anda tidak boleh berkata seperti itu. Kalau Anda menyerah sekarang, artinya probabilitas keselamatan teman-teman Anda benyar-benar akan lenyap. Setidaknya Anda harus mencoba untuk menyelamatkan mereka lebih dulu. Dengan begitu, penyesalah yang Anda rasakan bisa sedikit berkurang."

Jun mendongak menatap Jin yang melayang di hadapannya. Pemuda itu masih bersimpuh sedih di lantai, menangis seperti orang yang tidak punya penharapan sama sekali.

"Kau bilang teman-temanku sudah mati," ucap Jun sedih.

"Itu hanya perkiraan. Saya tidak yakin juga. Karena itu Anda harus memastikannya," desak Jin terus membujuk.

Jun terdiam. Isakannya terhenti selama beberapa saat. Jin benar. Teman-teman Jun adalah anak berbakat yang memiliki kekuatan spesial. Sekalipun mereka terluka parah, selalu ada cara untuk bertahan. Tubuh dan jiwa anak-anak berkekuatan memang lebih kuat dari orang biasa. Bisa jadi mereka masih bertahan sampai sekarang. Buktinya saja jiwa Lana bisa menjangkaunya meski kata Jin mereka seharusnya tersegel di belanga Jiwa. Pasti ada cara untuk menyelamatkan mereka.

Jun lantas berhenti menangis. Ia mengusap air matanya dan bersiap bangkit berdiri. "Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya kemudian.

"Pertama-tama, Anda harus menemukan penawar kutukan Raja Tutankhamun terlebih dahulu. Karena jika dibiarkan, tubuh Anda akan rusak secara perlahan. Saat ini Anda bisa bertahan karena kekuatan sihir saya yang terus mengikat jiwa Anda dan menahan laju kutukan. Namun, saya juga tidak bisa bertahan lama. Semakin banyak kekuatan sihir saya yang diserap oleh Anda, maka saya tidak bisa lagi mempertahankan wujud saya di luar lampu ajaib," terang Jin.

"Mencari penawar?" tanya Jun ragu. Keputusan itu menurutnya sedikit egois. Bagaimana dia bisa memilih untuk menyelamatkan dirinya sendiri sementara teman-temannya sekarat. Jun benar-benar ingin memprioritaskan pencarian terhadap jiwa teman-temannya, dari pada mencari penawar untuk dirinya sendiri.

"Kalau tubuh Anda sudah membaik, maka Anda bisa lebih leluasa mencari teman-teman Anda. Saya juga bisa membantu untuk mengembalikan jiwa mereka ke dalam tubuh dengan sisa sihir yang saya miliki," imbuh Jin yang seolah bisa membaca pikiran Jun.

Mendengar jawaban itu, Jun akhirnya terbujuk. Ia pun mengangguk singkat sebagai jawaban. "Baiklah. Ayo kita cari penawar dulu," ungkapnya memutuskan.

Dengan panduan Jin, pemuda itu lantas menyusuri lorong panjang yang diterangi cahaya obor di kanan kirinya. Nuansa di tempat itu berbeda dengan area sebelumnya yang pernah dilewati Jun. tempat itu jauh lebih terang dan hangat. Mungkin karena ada obor-obor yang menyala di sepanjang sisi.

Jun tidak terlalu mempedulikan perbedaan suasana itu. Kepalanya terlalu penuh oleh masalah-malasah yang membebani. Di saat yang sama, ia juga tidak bisa berpikir karena semuanya seperti tidak ada jalan keluarnya.

Setelah lama berjalan, mereka akhirnya tiba di ujung lorong. Sebuah lemari kecil tertanam di dinding di hadapan Jun. lemari itu berpintu emas dengan ukiran bergambar mata yang bersinar.

"Apa ini?" tanya Jun kemudian.

"Itu adalah lemari tempat penyimpanan obat penawar. Tapi Anda tidak bisa membukanya sembarangan. Hanya yang berhati bersih yang akan mendapatkan penawar. Tapi jika hati Anda dipenuhi keserakahan, maka yang akan muncul di dalamnya adalah racun yang akan memperkuat efek kutukan," terang Jin.

Jun menghela napas lelah. Lagi-lagi ujian. Setiap jengkal tempat ini hanya berisi ujian untuk dirinya. Tidak bisakah dia bersantai sejenak? Namun, karena tidak ada pilihan lain, Jun tetap memutuskan untuk membuka pintu lemari kecil itu. Toh dia juga tidak mengharapkan apa pun. Mau selamat atau mati, hasilnya sama saja.

Berhasil membuka pintu, Jun mendapati sebuah cawan emas berdiri sendirian di dalam lemari kecil tersebut. Pemuda itu meraihnya. Ia melihat ada cairan merah di dalam cawan tersebut, seperti warna anggur yang diperah.

"Aku tinggal meminumnya, kan?" tanya Jun sambil lalu.

"Anda yakin itu adalah penawarnya?" Jin balas bertanya, entah kenapa sedikit terdengar cemas.

"Apa bedanya? Penawar atau racun, dua-duanya sudah membunuhku berkali-kali hari ini," jawab Jun hampa.

Jin tidak menjawab lagi. Maka, pemuda itu pun langsung menenggak cairan merah dari dalam cawan itu dalam satu tarikan napas. Rasa asam dan manis bercampur menjadi satu. Rasanya memang sedikit seperti anggur yang difermentasikan. Jun tidak mendapat kendala menghabiskan seluruh isi cawan emas tersebut. Alih-alih, tubuhnya justru merasa segar setelah menenggak habis minuman tersebut.

Akan tetapi, tak lama setelahnya, mendadak Jun merasa sangat mual. Perutnya melilit dan dadanya mulai terasa panas lagi. Pemuda itu berjalan terhuyung-huyung lalu berpegangan ke dinding yang ada di dekatnya. Sambil terbungkuk, Jun mulai mutah-mutah hebat.

Anehnya, yang keluar dari mulutnya bukanlah cairan asam lambung atau wujud muntahan seperti pada umumnya. Cairan hitam legam yang lengket dan kental seperti aspal panas keluar dari tubuhnya. Jun terus muntah hingga tenggorokannya terasa perih.

Setelah cukup banyak mengeluarkan lendir hitam yang aneh itu, Jun akhirnya bisa kembali menguasai diri. Meski terengah-engah, tetapi tubuhnya terasa lebih ringan. Seluruh rasa sakit yang mendera organ dalamnya pun sirna.

"Anda berhasil mendapatkan penawar, Jun," kata Jin yang lagi-lagi nada suaranya terdengar menyiratkan kelegaan. Sebelumnya, Jin selalu bicara dengan datar tanpa emosi.

"Begitukah? Kalau begitu, sekarang aku akan kembali ke tempat belanga jiwa itu," ujar Jun langsung berjalan pergi sambil mengusap bibirnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!