"Maaf, tapi keadaan Anda benar-benar gawat. Anda harus segera mencari penawarnya," kata Jin terbang melingkar mengelilingi Jun sambil mengobservasi.
Jun masih meringkuk kesakitan, tak sanggup berkata-kata. Ia bahkan tidak yakin tubuhnya bisa digerakkan untuk mencari penawar seperti yang diberitahukan oleh Jin. Tenggelam dalam rasa sakit luar biasa, Jun perlahan-lahan kehilangan kesadaran.
Jin bermimpi dirinya ada di semesta yang gelap gulita. Tidak ada apa pun di sana selain warna hitam yang pekat. Pemuda itu mencoba bergerak, lantas menyadari bahwa tubuhnya menjadi sangat ringan. Rasa sakit yang semula dia rasakan sudah sirna tak berbekas. Dan yang paling mengejutkan, ia kini sedang melayang-layang di tengah kekosongan!
"Di mana ini?" tanya Jun celingukan. Namun, ia sama sekali tidak bisa melihat apa pun di sekitar kecuali tubuhnya sendiri yang berpendar kebiruan.
"Kenapa tubuhku bercahaya?" gumam Jun bertanya lagi.
Akan tetapi, tidak ada satu pun pertanyaannya yang mendapat jawaban. Tempat itu sepenuhnya kosong dan sunyi. Perlahan-lahan rasa takut dan kepanikan mulai merayap di benak pemuda itu. Ia sama sekali tidak bisa mencerna keadaan yang tengah dia hadapi.
Di tengah kekalutan itu, sayup-sayup Jun bisa mendengar suara seseorang sedang memanggilnya.
"Jun ...." Suara itu lirih, tetapi terasa familiar.
Jun berusaha menenangkan diri dan mulai menajamkan indera pendengarannya.
"Jun ... sadarlah. Kembali sekarang. Kau harus selamat." Suara itu terdengar sedikit lebih jelas. Suara seorang perempuan.
Jun tidak terlalu yakin, tetapi ia harus memastikan firasatnya. "Lana?" tanyanya meyakinkan.
"Kembali ke tubuhmu. Kau masih bisa bertahan. Belum terlambat untukmu. Cepat sadar dan pergi dari sini," suara Lana menggema di tengah ke kosongan.
Pemuda itu lantas menoleh ke segala arah, mencoba mencari sosok temannya yang sedang berbicara melalui pikiran. "Lana! Di mana kau? Apa yang terjadi?" seru Jun seolah mendapat secercah cahaya.
"Ini kekuatan terakhirku. Energiku terus terhisap oleh kegelapan. Kami mungkin tidak bisa bertahan lebih lama. Kau harus segera kembali ke ragamu sebelum terlambat!" perintah Lana lagi, lebih keras.
"Aku tidak akan meninggalkan kalian!" sahut Jun berseru.
"Oh tidak. Kegelapan itu menangkapku! Aku ketahuan! Jun, kau harus segera kembali! Sekarang!" seruan terakhir Lana diikuti empasan energi besar yang mendorong tubuh Jun ke sebuah pusaran aneh. Ia merasa seperti disedot kembali ke tubuhnya yang berat dan menyakitkan.
Detik berikutnya, Jun membuka mata. Rasa nyeri luar biasa menderanya dan membuat pemuda itu mengerang kesakitan. Entah sudah berapa lama waktu berlalu, Jun tidak tahu pasti. Ia mendapati dirinya terkulai lemah di tengah cahaya obor kekuningan. Ini tempatnya pingsan tadi. Jun mengerjap, mencoba menelaah keadaan. Namun tubuhnya masih terasa nyeri dan sulit digerakkan.
"Jin ...?" gumam Jun dengan suara parau.
Tidak ada jawaban. Makhluk biru penghuni artefak lampu ajaib tidak berada di bersamanya. Hal terakhir yang Jun ingat adalah rasa sakit luar biasa akibat semburan kutukan wabah mumi Raja Tutankhamun. Saat ini pun rasa sakit yang ditimbulkan oleh kutukan tersebut masih tertinggal di sekujur tubuh Jun. Meski begitu, Jun sudah tidak terlalu merasa tersiksa lagi. Entah karena intensitas rasa sakit yang berkurang, atau semata-mata karena tubuh Jun mulai beradaptasi dengan ketidaknyamanan itu.
Dengan susah payah, Jun memaksa tubuhnya untuk bergerak. Ia meraih ranselnya yang masih menggantung ganjil di belakang punggung. Sambil mengerang pelan, Jun beranjak duduk, lalu menenggak air minum yang tersisa di botolnya. Tenggorokannya kering seperti sudah berhari-hari tidak minum sama sekali.
Setelah merasa lebih baik, Jun lantas mencari lampu ajaibnya. Ia menemukan benda itu masih tersimpan rapi di dalam ransel. "Jin, keluarlah," ucap Jun pelan.
Kepulan asap biru keluar dari bibir lampu emas. Dalam beberapa detik, kepulan asap tersebut kemudian mewujud menjadi sosok wanita cantik berkulit biru, Jin.
"Anda sudah sadar, Jun," sapa Jin begitu melihat tuannya duduk lemah memegang lampu ajaib.
"Aku tidak tahu apa itu wajar, tapi tubuhmu sepertinya meredup," komentar Jun melihat pendar cahaya biru yang biasanya melingkupi Jin tidak lagi secerah sebelumnya.
"Saya berusaha keras melindungi jiwa Anda agar tida termakan oleh kegelapan, Jun. Anda nyaris mati, tapi saya mengikat jiwa Anda ke raga ini. Anda harus segera menemukan penawarnya sebelum tubuh Anda benar-benar hancur dan tidak bisa lagi digunakan sebagai wadah bagi jiwa Anda," terang Jin panjang lebar.
"Jadi tadi aku melakukan astral projector? Jiwaku terpisah dari tubuhku?" gumam Jun mulai memahami keadaan. "Ngomong-ngomong aku bertemu temanku saat tidak sadarkan diri tadi. Itu artinya mereka masih selamat, kan?" lanjutnya memastikan.
Jin tampak lesu, lantas menggeleng pelan. "Jika Anda menemui mereka dalam kondisi seperti tadi, itu artinya jiwa mereka juga sudah terpisah dengan tubuh. Atau dengan kata lain, mereka mungkin sudah mati. Tapi seharusnya jiwa-jiwa yang sudah mati di kuil ini akan tersegel di belanga Jiwa tempat avatar Sekhmet berjaga. Kalau teman Anda bisa menemui jiwa Anda yang masih saya ikat di sini, artinya dia punya kekuatan sihir yang bisa mengelabuhi kegelapan. Meski begitu, saya tidak yakin teman Anda itu masih hidup."
Jun mendengkus tak percaya. Tidak. Lebih tepatnya ia bersikeras untuk menolak penjelasan Jin. "Tidak mungkin! Teman-temanku tidak mungkin mati semudah itu! Mereka pemilik kekuatan yang lebih hebat dariku! Tidak mungkin mereka sudah mati!" sergah Jun pilu.
Jin tidak lantas menjawab. Dibiarkannya sang majikan meluapkan emosinya selama beberapa saat.
"Kalau raga mereka masih utuh, saya mungkin bisa membantu mengembalikan jiwa mereka kembali ke tubuh. Tidak mustahil membawa mereka dari kematian, mengingat jiwa mereka belum menyeberangi alam kematian. Tapi, pertama-tama kita harus menemukan bisa membebaskan jiwa mereka dari belanga Jiwa. Itu tidak mudah, karena kegelapan di tempat itu tidak terbatas." Jin akhirnya memberikan solusi.
"Di mana itu? Di mana belanga Jiwa itu berada?" sergah Jun cepat.
"Itu di dekat pintu masuk. Lorong yang dijaga oleh avatar Sekhmet."
"Avatar yang kau maksud itu apakah patung raksasa dewi berkepala singa itu?" tanya Jun memastikan.
"Benar. Di sana adalah tempat pengepul jiwa-jiwa orang yang mati di sini. Nantinya jiwa meraka akan dipersembahkan bagi sang Dewi Pembalasan Dendam yang kekuatannya dipinjam untuk menjaga tempat ini," terang Jin.
"Pantas saja aku tidak pernah melihat ada hantu berkeliaran di sini," gumam Jun mencerna situasi. Informasi tersebut juga menjelaskan tentang suara-suara tumpang tindih yang terus membantu Jun selamat melawan patung Sekhmet serta membuka pintu menuju lapangan tarung.
"Kalau begitu, kita akan kembali ke sana. Setelah itu apa?" tanya Jun lebih bersemangat.
Akan tetapi, Jin justru menggeleng tidak setuju. "Arah lokasi itu berlawanan dengan tempat penawar kutukan disimpan. Anda harus mencari penawar itu dulu sebelum mengambil kembali jiwa teman-teman Anda," tukasnya tegas.
"Tidak! Aku akan menyelamatkan teman-temanku lebih dulu! Bagaimana kalau aku terlambat menyelamatkan mereka? Entah sudah berapa lama aku pingsan! Aku sudah melewatkan banyak waktu dengan sia-sia," hardik Jun serius.
"Anda sudah tidak sadarkan diri selama dua hari lamanya. Saya tidak yakin tubuh teman-teman Anda masih bertahan," jawab Jin kemudian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments