Jun dan teman-temannya mencoba berlari dari ruangan tersebut. Tempat itu tidak memiliki atap sehingga cahaya bulan dapat menerangi jalan pelarian mereka. Namun, jelas mereka tidak bisa berbalik melalui jalan yang sebelumnya dilalui. Jebakan anak panah mungkin masih menunggu mereka di sana. Karena itulah Brithon akhirnya memandu rombongan itu menuju pintu lain yang ada di seberang ruangan.
Tindakan itu jelas beresiko karena itu artinya mereka harus melewati patung Sekhmet raksasa yang entah bangaimana bisa menoleh. Dan siapa tahu patung itu mungkin juga bisa menyerang. Jun hanya bisa berdoa dalam hati agar pikiran buruknya itu tidak menjadi kenyataan.
"Ayo cepat!" seru Brithon memimpin di depan.
Lana berlari di belakang pemuda itu, menggenggam senter yang disorotkan ke depan. Alex dan Jun berlari paling belakang. Namun, baru saja mereka melewati altar batu di tengah ruangan, mendadak Jun menyadari patung Sekhmet di sebelah mereka mengangkat satu tangannya ke udara. Dengan ngeri Jun menengadah dan langsung tahu apa yang akan terjadi berikutnya.
"Awas! Di atas!" seru Jun memperingatkan teman-temannya.
Tepat pada saat itulah tangan raksasa patung tanah liat tersebut menghujam ke arah mereka. Beruntung peringatan Jun telah lebih dulu membuat ketiga temannya waspada. Mereka berempat melompat menghindar di waktu yang tepat.
Suara dentuman keras diikuti tanah yang bergetar mengguncang area tersebut. Pukulan patung Sekmet mengakibatkan lantai batu retak, nyaris hancur berkeping-keping. Jun melompat mundur ke belakang bersama Alex yang sudah secara otomatis membuat perisai pelindung berbentuk kubus semi transparan.
"Gila! Patung itu benar-benar hidup," ujar Alex tersengal. Pemuda itu berlutut di sebelah Jun dengan dua tangan terangkat ke depan, mengaktifkan kemampuannya membuat perisai sihir.
"Kita harus segera pergi dari sini. Kaki patung itu tertanam di lantai ruangan ini. jadi dia hanya bisa menggunakan tangannya untuk menyerang," ujar Jun dengan suara keras, berharap Brithon dan Lana yang melompat ke depan dan terpisah dengannya juga bisa mendengar.
"Mudah saja kau bilang begitu. Tapi makhluk ini sepertinya cukup brutal." Alex mengeluh. "Ayo bangun. Jangan keluar dari perisai pelindungku," lanjutnya memberi perintah.
Jun menurut. Di kejauhan ia melihat Brithon dan Lana tengah sibuk menghindari serangan patung Sekhmet raksasa. Patung itu hanya terfokus pada satu target saja, sehingga sejenak melupakan keberadaan Jun dan Alex.
"Sial. Semoga Brithon dan Lana baik-baik saja. Aku akan membantumu menyeberang, setelah itu akan kujemput mereka berdua," ujar Alex kemudian.
Brithon memiliki kemampuan telekinesis. Ia menggerakkan batu-batu besar yang berserak di lantai ruangan itu untuk menahan serangan patung Sekhmet. Beberapa kali pemuda itu juga mencoba menyerang kepala patung setinggi lima meter tersebut dengan pecahan pilar batu yang terlihat berat. Namun, tindakan itu sia-sia belaka. Alih-alih hancur, patung Sekmeth itu justru menjadi semakin marah dan memukul-mukulkan kedua tangannya ke arah Brithon dengan lebih ganas, seperti sedang menepuk serangga yang mengganggu.
Andai saja Jun bisa melakukan sesuatu. Di saat seperti inilah Jun merasa sangat lemah. Sementara teman-temannya handal dalam pertarungan, yang bisa dilakukan Jun hanyalah berlindung di bawah perisai Alex. Ia merasa tidak berguna. Bakatnya sama sekali tidak bisa membantu di saat-saat genting seperti itu. Itulah kenapa Jun tidak puas dengan kemampuannya sebagai pembisik. Atas alasan itu juga ia bersedia membelah benua dan mengarungi samudera sampai ke tempat itu, demi menemukan artefak yang bisa memberinya kekuatan lebih besar.
Sayangnya, tindakan itu justru membuat teman-temannya berada dalam bahaya. Kini, di depan matanya, Brithon dan Lana menjadi bulan-bulanan patung raksasa terkutuk yang gemar membunuh manusia bagaikan serangga pengganggu. Dan lagi-lagi, dia tidak bisa melakukan apa pun.
"Tunggu di sini. Aku akan menjemput Brithon dan Lana," ujar Alex setelah berhasil membawa Jun ke seberang ruangan. Mereka kini berdiri di sebuah pintu kecil menuju lorong lain yang gelap.
"Hati-hati," pesan Jun pada temannya.
Alex mengangguk singkat, lantas melesat pergi menyusul dua temannya yang lain. Sementara ketiga temannya bertarung dengan patung batu raksasa, Jun hanya bisa menonton dari pinggir. Pemuda itu berdecak tak sabar, sekali lagi membenci dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itulah sayup-sayup Jun seperti mendengar suara tumpang tindih dari kejauhan. Suara manusia. Sepertinya ada beberapa orang yang berteriak kepadanya.
Jun menoleh, melihat lorong gelap yang lengang di belakangnya. Kosong dan gelap tanpa secercah cahaya pun. Tidak ada apa-apa di belakangnya. Bahkan desir angin pun tidak. Udara seperti menggantung ganjil di tempat itu.
Pemuda itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah pertarungan teman-temannya. Namun, sekali lagi telinganya mendengar suara-suara mirip bisikan yang saling menyahut dari belakang punggungnya. Kali ini Jun tidak menoleh. Dia hanya terdiam dan mencoba fokus pada suara-suara itu.
"... hancurkan ...."
"Beri pelajaran ...."
"... altar batu ... patung ...."
" ... menghentikan makhluk itu!"
Jun terkesiap. Suara-suara tidak jelas yang saling tumpang tindih itu sepertinya sedang memberi tahu sebuah petunjuk. Tapi siapa yang tengah bicara padanya? Jelas bukan satu orang saja yang berseru sayup-sayup dari balik lorong gelap itu. Ada beberapa suara pria, wanita, bahkan anak-anak yang terdengar oleh telinga Jun.
Pemuda itu pun kembali menoleh ke belakang. Hening. Mendadak semua suara itu lenyap setiap kali ia melihat ke tengah kegelapan yang pekat. Orang biasa mungkin akan ketakutan, atau setidaknya merinding jika mengalami peristiwa supranatural seperti itu. Namun, Jun sudah terbiasa. Sejak lahir dia sudah hidup bersama hantu-hantu di sekitarnya.
Akhirnya, demi memastikan dugaannya, Jun pun berteriak ke arah kegelapan, berharap hantu-hantu yang sedang membisikinya memberi petunjuk yang lebih jelas.
"Bicara satu per satu! Jangan bersamaan, aku tidak mengerti!" seru pemuda itu ke tengah kegelapan lorong. Ia lantas berbalik menghadap pertarungan di depan, berharap hantu-hantu itu kembali membisikinya.
Dan benar saja, seluruh suara itu pun kembali berseru padanya. Namun kini, semuanya berteriak bersamaan menyerukan kalimat yang sama. "Hancurkan altar batu untuk menghentikan makhluk itu!" ujar mereka keras-keras.
Jun sampai nyaris terdorong keluar pintu lorong saking terkejutnya. Ia mengusap dadanya, lantas berbalik pada kegelapan lorong.
"Kalian mengejutkanku," gumamnya sembari menghela napas. Meski begitu, Jun lega karena akhirnya tahu cara menghentikan patung Sekhmet yang mengamuk. Ia pun kemudian membuat corong dengan kedua telapak tangan di depan mulutnya, dan berseru pada teman-temannya.
"Brithon! Hancurkan altar batu di bawah kaki patung itu!" seru Jun lantang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments